Dalam proses pendidikan, baik di sekolah (oleh guru) dan di rumah (oleh orang tua), tentu para Teman-teman akan mendapat kendala saat mendapati sang anak melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan anak bisa berupa:
(1) Kesalahan pemahaman. Si anak tidak memiliki pemahaman yang benar tentang sesuatu, sehingga ia melakukan sebuah kesalahan.
(2) Kesalahan dalam aplikasi. Si anak tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan jari jemarinya tidak terlatih untuk melakukan sesuatu, sehingga dia melakukan kesalahan.
(3) Kesalahan sengaja. Kesalahan yang sengaja dilakukan oleh anak itu sendiri (jiwa memberontak).
Oleh karena itu, perlu sekali Teman-teman untuk menjalankan berbagai metode teguran baik dari segi akal maupun kejiwaan dalam mengatasi kesalahan anak. Apabila metode teguran sudah dilakukan, tetapi belum berhasil, maka artinya anak memerlukan penanganan berupa hukuman.
Tujuan hukuman bukanlah pembalasan dendam orang tua/pendidik kepada anak. Tujuan sebenarnya adalah pendidikan yang merupakan memberikan bimbingan atau perbaikan yang merupakan salah satu metode pendidikan.
Banyak orang tua/pendidik yang lupa tujuan adanya hukuman, sehingga mereka kira dengan menggunakan kekerasan pada anak akan mendatangkan hasil baik. Padahal, kekerasan dalam pendidikan itu membuat anak didik menjadi sosok yang berjiwa beku, lemah berkehendak, bertubuh kurus, labil emosinya, lemah tekadnya, dan minim aktivitas dan vitalitasnya.
Adapun tiga tahapan dalam menghukum anak adalah sebagai berikut :
Memperlihatkan cambuk pada anak. Mayoritas anak takut melihat cambuk atau alat hukum lainnya. Maka, hanya dengan memperlihatkannya pada mereka, cukup untuk meluruskan dan mengoreksi kesalahan mereka.
Menjewer daun telinga. Ini adalah hukuman fisik pertama pada anak. Pada tahap ini si anak mulai mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu telinganya dijewer.
Memukul anak. Jika memperlihatkan tongkat dan cambuk tidak berhasil dan menjewer anak tidak mendapatkan dampak yang positif, maka tahap ketiga ini diharapkan dapat meredam kenakalannya.
Namun, bukan berarti pemukulan harus dilakukan sesuai kemarahan Teman-teman tanpa panduan sama sekali, ya. Berikut ini kaidah-kaidah yang harus diikuti saat memukul anak sesuai petunjuk Islam:
✓ Memukul dimulai dari usia 10 tahun. Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam tidak mengizinkan memukul sebelum usia sepuluh tahun. Hal ini karena jika anak masih berada dalam masa pertumbuhan jasmani dan rohani. Banyak dipukul akan berakibat fatal pada anggota tubuhnya, bahkan dapat merusak jiwa dan pola pikirnya.
✓ Memukul tidak lebih dari tiga kali. Hukuman berbentuk pukulan bagi anak maksimal adalah tiga kali, sementara balasan (qishash) jika memukul anak lebih dari tiga kali adalah tiga sampai sepuluh kali. Sedangkan, untuk Hadd (Hukuman cambuk bagi pezina, fitnah, khamr, dll) adalah sepuluh kali.
✓ Alat pukul. Bentuk alat pukul haruslah sedang (antara ranting dan tongkat), kelembaban alat pukul harus sedang (tidak terlalu kering atau terlalu basah), dan jenis apapun bisa dipakai (kulit, akar, sendal, atau kain yang dipilin.
✓ Bagian tubuh. Tempat yang boleh dipukul adalah tangan dan kaki. Tidak boleh wajah, kepala, alat kemaluan bahkan bokong.
✓ Berhenti memukul saat anak menyebut nama Allah. Hal ini mungkin akan dimanfaatkan oleh sang anak untuk lari dari hukuman dan mengulangi perbuatannya. Namun, terdapat pengagungan nama Allah Subhanahu Wa Taala dalam diri sang anak. Di samping itu, menjadi obat bagi si pemukul dari keadaan marahnya yang besar.
Islam memang memerintahkan untuk bersikap sayang dan lembut pada anak, tetapi Islam juga melarang untuk terlalu keras dan jahat pada anaknya. Semoga tulisan di atas bisa menjadi bahan pemikiran saat Teman-teman bingung bagaimana menghadapi emosi saat anak tidak bisa dikendalikan sesuai yang dianjurkan oleh Islam.
Saya Darapena, sampai jumpa pada tulisan lainnya.
Sumber referensi :
Islamic Parenting, 2010
Prophetic Parenting, 2010
Comment Closed: 4+ Kiat Menghukum tanpa Kekerasan
Sorry, comment are closed for this post.