KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Cerpen » Cinta Pertama

    Cinta Pertama

    BY 07 Des 2021 Dilihat: 666 kali

    Karya Marsella. Mangangantung

    Alumni KMO Alineaku

    Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. Dari kecil sampai mereka tumbuh besar, ada sosok ayah yang menjadi pelindung serta pahlawan heroik dimata mereka. Tapi bagaimana halnya dengan mereka yang tidak pernah melihat ayah mereka dari kecil?

    Aku Claire, umurku 20 tahun. Sejujurnya aku tidak pernah melihat ayahku dari kecil, aku hanya tinggal bersama ibuku disebuah kontrakan yang tak jauh dari tempatku bekerja. Aku merupakan anak tunggal dan saat ini aku bekerja disebuah cafe sebagai pelayan.

    Aku sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Aku tidak tahu bagaimana seorang ayah melindungi putri kecilnya. Bagaimana sisi protektif seorang ayah saat putrinya diganggu oleh anak-anak lain saat bermain ditaman.

    Bagaimana seorang ayah menenangkan putrinya dan membuat malaikat kecilnya tersenyum yang menangis karena ditinggal sang ibu pergi ke pasar dan tak kunjung pulang sampai akhirnya sang malaikat kecil tertidur pulas dalam rengkuh hangat sang ayah.

    Bagaimana rasanya? Apakah menyenangkan? Dapatkah kalian berbagi kisah padaku? Seumur hidup aku tidak pernah merasakan kehangatan seorang lelaki yang dipanggil Ayah. Aku tidak pernah merasakan sensasi itu dan setiap orang selalu mengatakan bahwa ayah adalah cinta pertama seorang anak perempuan. Lantas siapa yang dapat kusebut sebagai cinta pertamaku? Apa semua itu hanya bualan dan omong kosong?

    Sebenarnya aku punya seseorang  yang membuatku merasakan kasih sayang seorang ayah. Mungkin versi sederhananya. Sekilas ingatanku kembali saat aku berumur 6 tahun, ketika aku pertama kali bertemu dengan pria itu. Pria pertama yang mengenalkan rasa hangat seorang laki-laki yang tidak pernah kurasakan.

    Disuatu sore, sosokku yang masih kecil sedang asyik bermain pasir ditengah taman sambil membuat kerajaan dari pasir, kesukaanku. Tiba-tiba dua anak lelaki yang sama kecilnya denganku datang berlari menabrak dan membuat kerajaanku runtuh. Aku yang ditabrak mereka berdua langsung menangis kencang.

    Selain badanku yang kecil ini merasa sakit dibeberapa bagian, kedua mataku terkena pasir akibat ulah mereka dan rasanya sangat perih. Aku bahkan tidak dapat membuka mataku. Seketika imaji polosku berpikir, aku pasti sudah buta dan pikiran itu membuatku menangis sejadi-jadinya. Mereka yang membuat masalah langsung melarikan diri setelah melihatku menangis.

    Tak lama aku merasakan seseorang menggendongku keluar dari bak pasir dimana aku berada.

    “Huwe.. ini siapa? Kamu orang jahat tadi ya?!” Aku memekik, takut jika orang jahat itu kembali dan menculikku ke tempat yang jauh

    “Adik manis tenang ya, Om ingin membantu adik kecil.” Seorang pria dengan suara berat menjawab dengan lembut. Entah mengapa aku merasa aman setelah mendengar suaranya hingga tangisku mulai mereda.

    Orang yang menggendongku kemudian menurunkanku untuk duduk disebuah kursi panjang dan aku merasakan sesuatu yang basah membasuh kedua mataku yang masih tertutup. Rasanya lembut dan dingin seperti kain yang diberi air. Aku masih menangis dan dengan polosnya bertanya “Hiks.. a-aku tidak akan buta kan?”

    Seorang pria bersuara serak dan berat yang menolongku terkekeh pelan mendengar pertanyaanku kemudian dengan lembut menjawab “Adik manis, kamu tidak buta kok. Matamu hanya kemasukan pasir. Om bantu supaya kamu bisa buka mata lagi ya? Om ini dokter lho, kamu nggak perlu takut.” jawabnya dengan ramah hingga membuatku nyaman.

    “Om dokter, tolong ya. Aku tidak mau buta.” Ucapku yang masih menangis.

    “Iya adik manis, om bantu tapi kamu berhenti nangis ya? Supaya kamu bisa buka mata lagi.” Jawab lelaki itu

    Mendengar itu aku berusaha meredam tangisanku karena aku percaya om dokter dapat menyembuhkan mataku.

    Tak lama aku merasakan seseorang memberikan sesuatu yang rasanya seperti permen ditangan kananku.

    “Mata kamu pasti sembuh, soalnya ayahku ini dokter.” Terdengar suara lain yang lebih muda dari suara berat dan serak milik om dokter tadi.

    “Ayahku hebat loh. Nanti kalo sudah bisa liat lagi, kamu main sama aku aja ya?” tawar anak laki-laki itu dam aku hanya dapat menganggukkan kepala karena belum dapat melihat sosoknya.

    Beberapa menit berlalu diselingi obrolan hangat anak dan ayah yang sedang membantuku. Untuk pertama kalinya aku merasa seperti seorang anak perempuan yang memiliki ayah dan kakah ditengah keluarga mereka, ternyata rasanya hangat sekali. Aku yang tadinya menangis kini mulai tertawa mendengar candaan mereka.

    “Nah, sudah selesai. Sekarang coba buka pelan-pelan mata kamu, dik.” ucap om dokter.

    Aku yang mendengar langsung menuruti perkataan om dokter. Perlahan aku membuka kedua mataku yang masih terasa agak perih namun lebih baik daripada sebelumnya.

    “Nah, sekarang tidak jadi buta kan dik?” ucap om dokter yang kali ini berhasil kulihat setelah aku bisa membuka mataku. Sosok pria paruh baya berambut hitam yang tampak gagah berbalut kemeja hitam dan celana panjang biru. Disampingnya terdapat anak laki-laki yang lebih tua dariku, dengan balutan kaos oblong hitam dan celana skinny jeans tengah menyoraki ayahnya sambil memandang ke arahku.

    Om dokter masih membersihkan wajahku serta pasir-pasir yang menempel diarea mataku. Aku sebenarnya merasa malu mengapa harus seheboh itu ppadahal aku hanya kemasukan pasir. Pikiranku terlalu berlebihan namun aku sangat senang saat aku dapat melihat kembali.

    Aku berterima kasih kepada om dokter dan anaknya yang telah membantuku saat itu. “Terima kasih banyak om dokter, kakak. Akhirnya aku bisa melihat lagi” ujarku seraya menundukkan kepala, merasa sangat berterimakasih.

    “Sama-sama adik manis. Jangan sedih lagi ya.” Om dokter itu kembali tersenyum. Ah.. aku jadi ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki sosok dipanggil ayah.

    “Ayah, apa aku boleh main dengannya?” Ujar anak laki-laki itu pada ayahnya dan ayahnya mengangguk semangat.

    “Kamu jaga dia ya te, jangan kamu jahili seperti adikmu dirumah.”

    Anak laki-laki itu tergelak geli kemudian menyuruh ayahnya pergi meninggalkan kami berdua.

    “Adik manis, siapa namamu? Kenalkan namaku Teo.” Ujarnya sambil mengulurkan tangan padaku

    “Namaku Claire.” Jawabku sambil bersalaman dengannya. “Sepertinya kamu lebih tua dariku, usiaku 6 tahun.” Lanjutku sambil menunjukkan angka 6 dengan tanganku yang satunya.

    “Kalau begitu, Claire harus memanggilku kakak karena usiaku 16 tahun.” Jawabnya sambil mengusak rambut coklatku dengan lembut dan aku mengangguk antusias karena aku akan memiliki seorang kakak.

    Sepanjang sore Kak Teo mengajakku bermain ayunan dan mentraktirku eskrim cone coklat favoritku. Sejak hari itu, aku dan kakak Teo semakin dekat, bahkan kami pergi ke sekolah bersama karena sekolah kami berdekatan. Om dokter mengizinkan kak Teo terus menjagaku karena beliau mengharapkan seorang anak perempuan dari almarhumah istrinya.

    Kak Teo terus menjagaku layaknya seperti adik kecilnya. Ia sering membagikan bekal miliknya denganku saat jam istirahat tiba, menjagaku dari teman-temanku yang kasar saat pelajaran olahraga, serta memarahiku ketika aku salah menghitung tugas matematikaku. Ia akan memarahiku saat aku meminum jus mangga miliknya karena Kak Teo sangat menyukai jus mangga. Untuk membujuknya aku akan membuatkan jus mangga bersama ibu sebagai gantinya.

    Aku sangat menikmati semua kebersamaanku bersama kak Teo. Walaupun aku tidak mempunyai om dokter sebagai ayah tapi aku mempunyai Kak Teo yang setia menjagaku seperti om dokter.

    Aku pikir semua yang menyenangkan itu akan bertahan lama, sampai hari itu terjadi. Hari kelam yang tidak ingin ku ingat.

    Tepat setelah 1 tahun sejak kedekatanku dengan Kak Teo, tiba-tiba mereka harus pindah karena om dokter dipindah tugaskan dari kotaku. Aku menangis sejadi-jadinya mengetahui hal itu. Bibirku kelu saat melihat mobilnya menjauh dari penglihatanku. Sorot mata Kak Teo yang meredup dengan lambaian tangan menjadi potret terakhir yang kuingat dari lelaki yang usianya lebih tua 10 tahun dariku. Ia tidak mengucapkan sepatah katapun untuk pamit denganku.

    Melihat sosoknya yang semakin menjauh membuat relung hatiku sakit dengan rasa sedih menyelubungi. Bertepatan dengan cuaca mendung sore ini, aku kehilangan sosok lelaki yang membuatku nyaman. Aku ingin sekali membencinya namun tidak pernah bisa. Aku membencinya karena telah memberi nyaman lalu meninggalkan tanpa sapatah katapun. Aku membencinya karena telah membuatku bergantung pada sosoknya yang telah pergi.

    Sejak saat ini, aku memutuskan untuk menjaga jarak dengan siapapun. Aku berubah menjadi sosok pendiam dan menyendiri, ditemani oleh rasa rindu pada sosok Kak Teo, bagaimana ia selalu hadir dalam setiap lembar memori pikiranku. Bahkan setelah aku beranjak dewasa, belum ada yang dapat menggantikan posisinya dalam hatiku. Mungkinkah ia cinta pertamaku? Aku masih terlalu kecil saat itu namun rasa itu masih kurasakan hingga usiaku 20 tahun. Untuk Kamu, Pria yang sering ku panggil “Kak Teo”, ku harap kau dalam keadaan baik. Angin selalu membawa pesan rinduku padamu, berharap suatu hari nanti kita dipertemukan kembali meski kemungkinannya sangat kecil. Aku membencimu namun aku mencintaimu. Dapatkah impian itu menjadi nyata? Bertemu denganmu sekali lagi saat aku sudah cukup dewasa menerima alasanmu pergi.

    Bagikan ke

    Comment Closed: Cinta Pertama

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021