Salah satu hal kupegang teguh selama menjadi pengajar muda adalah ilmu Asset Based Thinking yang diberikan pada saat pelatihan. Singkatnya, Asset Based Thinking (ABT) adalah pendekatan berpikir yang menekankan pada kekuatan, potensi, dan sumber daya yang dimiliki, bukan kekurangan.
Saat menjalani penugasan di sekolah yang penuh keterbatasan; tanpa listrik, tanpa aliran air, dan dikelilingi pohon karet, aku dihadapkan pada kenyataan yang jauh dari fasilitas ideal. Di awal penempatan, aku berfokus untuk beradaptasi dengan kondisi fisik tersebut. Namun, tantangan tidak berhenti di sana; secara non-fisik, kehadiran guru yang tidak konsisten di kelas turut mempengaruhi proses pembelajaran. Dalam situasi inilah, ABT menjadi kunci bagiku untuk tetap optimis dan menemukan peluang dari setiap keterbatasan.
Salah satu cara yang kulakukan untuk memberikan pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan memanfaatkan kertas warna yang tersedia di kantor guru sebagai media pembelajaran matematika. Aku merancang kegiatan di kelas dengan tujuan menghias ruangan kelas agar lebih menarik dan nyaman. Namun, untuk mendapatkan potongan kertas warna yang akan digunakan sebagai hiasan, setiap siswa harus terlebih dahulu menyelesaikan soal-soal matematika yang kuberikan. Strategi ini membuat proses belajar terasa seperti permainan yang menantang. Anak-anak pun menunjukkan antusiasme yang tinggi, karena mereka merasa memiliki tujuan nyata dan visual dari pembelajaran yang mereka jalani. Ternyata, pembelajaran yang meningkatkan antusiasme anak tidak harus mengeluarkan biaya yang besar.
Selain itu, aku melihat guru-guru juga cukup antusias ketika aku dan teman-temanku mengadakan pelatihan guru di tempat penugasan. Setelah melalui beberapa hal di sekolah, aku tersadar bahwa selama ini aku hanya fokus ke kekurangan yg ada di sekolah ini; guru banyak yang terlambat hadir, guru-guru yang datang kemudian hanya duduk-duduk di depan kelas, dan guru-guru yang masih belum menerapkan pembelajaran kreatif. Padahal jika dilihat lebih dalam lagi, masih banyak potensi yang bisa ditingkatkan dari sekolah ini. Hanya saja mungkin aku perlu melihat dari sudut pandang yang lebih positif.
Aku jadi sedikit lebih memahami mengapa Indonesia Mengajar memakai pendekatan ABT (asset based thinking) dalam melakukan intervensi. Mungkin agar pengajar muda lebih positif dalam melihat segala sesuatu hal sehingga energi yang dimiliki difokuskan untuk membangun hal-hal potensial dan tidak terbuang energinya hanya untuk memikirkan masalah-masalah yang mungkin sangat sulit untuk diselesaikan.
Kreator : Fadiya Dina H
Comment Closed: ABT dalam Pendidikan
Sorry, comment are closed for this post.