Adulting sometimes can be really tiring. Beneran. Normal aja kan. Karena manusia itu dalam prosesnya tumbuh jadi besar aja perlu banyak melewati fase-fase yang bikin nangis, bikin kesal, bikin capek. Kayak anak kecil lagi belajar berdiri setelah merangkak, mesti ada jatuhnya berkali-kali. Kayak kita dulu waktu belajar naik sepeda sampai lancar, ada aja lukanya kan. Inget banget dulu saya pas lagi belajar, udah agak lancar sedikit, eh nabrak mobil pick up tetangga yang lagi parkir tenang-tenang. Hahaha! Ingetnya aja udah lawak banget rasanya. Tapi dulu kan ngerasainnya sambil nangis lari pulang. Manusia memang begitu, saat lagi merasakan prosesnya, bisalah nangis terguling-guling. Tapi, begitu sudah sekian purnama lewat, bisa jadi bahan candaan bahkan suka malu sama diri sendiri.
Proses perubahan karakter diri kita juga pasti begitu kan, pasti perlu waktu dan pembelajaran yang banyak. Orang yang cuma bisa lihat dari luar bisa saja menilai ini itu, tapi yang merasakan bantingannya memang cuma diri kita sendiri. Bahwa kadang sakit dalam menahan sesuatu yang padahal bisa direspon lebih terbuka pun seringkali tidak bisa dilakukan. Tapi apa daya, dulu mungkin karakter diri kita tidak se- ekstrovert itu hingga yang sakit bisa diungkapkan terus terang. Belum lagi kalau ada trauma masa kecil. Waduh, kok jadi panjang ya. Tapi merenungkan proses pendewasaan itu menarik dan bersyukur jika sudah terjadi dengan cukup maksimal ke diri kita masing-masing. Itu menurut saya sih, bersyukur. Sebab kalau karakter diri saya masih kayak dulu, mungkin nggak sekuat ini menghadapi banyak hal yang terjadi.
Adulting sometime can be really annoying. Kayak mana lah ngga, kan kita kayak dipaksa keluar dari ‘tempurung yang nyaman itu’ demi memberi feedback dan merespon orang lain. Bisa ngga sih kita hidup di goa kita sendiri aja, biar ga ada yang ganggu. Bisa aja, beneran hidup di goa sana gih. Ngusir langsung kalau saya mah orangnya. Kenapa annoying ya istilahnya saya nih? Oh, mungkin karena memang kita seringkali terpaksa merespon hal yang sebenarnya malas banget kita respon. Mungkin karena kita seringkali nggak suka kasih aksi macam-macam tapi karena berhadapan dengan rekan kerja misalnya, atau teman jauh, atau mungkin pasangan sendiri, maka kita perlu menyusun sikap sebagaimana mestinya. Padahal, kurang sesuai dengan keinginan pribadi. Nah iya, menjadi dewasa itu banyak berkompromi, makanya bisa hidup dengan damai, selaras, menyukai apa yang tadinya nggak disuka, eh ternyata asik juga kok, melakukan apa yang nggak biasa, eh tapi malah jadi hobi baru, dan lainnya. Adjusting, compromising. Bagi kamu yang sudah bisa melakukan dua hal itu, walau sebenarnya tidak memenuhi semua kriteria hal yang kamu sukai, kamu hebat banget!
Waktunya memeluk diri sendiri, sebab kedewasaan membuat kita jadi sedikit lebih tidak manja menunggu pelukan dari orang lain yang jelas bukan physical touch kayak kita.
Tapi, walaupun prosesnya bisa jadi tidak melulu berisikan bunga-bunga, kadang menyakitkan, bikin kita nangis berurai air mata, bikin mutung berhari-hari, kadang heran kok gini kok gitu, kasih selamat dan tepukan aja buat diri sendiri, dan teman-teman kesayangan kamu, yang selama ini sudah bertahan kuat dan saling menguatkan. Kita ini hidup dengan jalan cerita yang ngga pernah sama. Ngga ada yang lebih sial atau lebih beruntung, semuanya punya banyak hal yang bisa disyukuri. Kenapa ‘bisa’? Karena bisa jadi selama ini kurang kelihatan sebab kita menolak fase pendewasaan itu dan masih melungker di bubble yang kita ciptakan sendiri.
Apapun itu, nggak apa-apa. Cerita kamu saat ini adalah fase yang sedang kamu lewati. Kuat ya, dan pasti bisa lebih baik sedikit lagi dari kemarin. Just love and believe in yourself more. Mari berpelukan!
Kreator : Dixie Maia
Comment Closed: Adulting
Sorry, comment are closed for this post.