Di sudut perpustakaan yang tenang, suara langkah kaki yang berlari menghampiriku membuyarkan konsentrasiku.
“Ibu… Alhamdulillah… Akhirnya aku pindah ke Lampung Utara!” serunya dengan antusias sambil memelukku erat.
Matanya berbinar penuh kebahagiaan. Tangannya gemetar saat menunjukkan pesan WhatsApp di ponselnya. Pesan itu adalah undangan untuk menghadiri pembagian SK Mutasi bagi PNS yang selama ini bertugas jauh dari keluarga.
“Alhamdulillah…Akhirnya Allah menjawab doa-doamu agar bisa berkumpul dengan keluarga,” ujarku, ikut merasakan kebahagiaannya.
“Iya, Bu,” jawabnya.
Air mata mengalir diiringi tawa yang tulus. Emosi yang campur aduk menghiasi wajahnya.
Aku mengenalnya sejak 1 Juni 2019. Namanya Tety Rahayu. Perkenalan waktu itu penuh semangat. Hari itu adalah awal baru baginya. Ia menerima SK CPNS dan ditugaskan di MAN 1 Pesawaran. Sebuah pencapaian besar setelah bertahun-tahun menjadi guru honorer. Namun, di balik kebahagiaan itu, terselip kesedihan mendalam karena harus berpisah dengan keluarga, terutama tiga anaknya yang masih kecil. Sebagai anak asli Kotabumi, Lampung Utara, ia harus meninggalkan kampung halamannya demi menjalankan tugas negara di Pesawaran yang berjarak 129 kilometer.
Pertama kalinya Tety menginjakkan kaki di Pesawaran, ia langsung terpesona oleh keindahan alamnya. Hamparan sawah hijau yang membentang luas dan udara sejuk yang menyegarkan adalah pemandangan baru yang memikat hatinya. Hal ini sangat berbeda dari suasana di Kotabumi, kampung halamannya, yang selalu panas dengan dominasi kebun singkong, jagung, dan sawit. Pesawaran memberikan pengalaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Di awal kepindahannya, Tety memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah kontrakan yang berlokasi dekat dengan madrasah tempatnya bekerja. Ia membawa serta orang tuanya dan putra bungsunya, Azzam, yang saat itu baru berusia 10 bulan. Kehadiran keluarga kecilnya di tempat baru ini memberikan sedikit kenyamanan di tengah adaptasi yang harus ia jalani. Namun, merawat bayi di lingkungan yang baru tidaklah mudah. Azzam sering rewel dan mencari-cari Uminya, memaksa Tety untuk sering bolak-balik pulang ke rumah meskipun sibuk dengan pekerjaannya. Ketika situasi tak memungkinkan, ayahnya kerap membantu dengan mengantarkan Azzam ke madrasah.
Sayangnya, cuaca dingin di Pesawaran tidak cocok bagi orang tua Tety. Setelah beberapa minggu, mereka memutuskan untuk kembali ke Kotabumi, membawa Azzam agar Tety bisa lebih fokus bekerja tanpa harus khawatir dengan kondisi keluarganya. Perpisahan ini membuat hatinya berat, tetapi ia tahu keputusan ini yang terbaik.
Situasi berubah ketika pandemi Covid-19 melanda. Pembelajaran di madrasah dialihkan menjadi daring, memberikan Tety kesempatan untuk kembali berkumpul dengan keluarganya di Kotabumi. Masa sulit pandemi itu justru menjadi momen berharga bagi Tety untuk merasakan kehangatan keluarga di tengah segala keterbatasan.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia menjadi anugerah terselubung bagi Tety. Di tengah krisis global, pembelajaran daring yang diterapkan di madrasah memberinya kesempatan emas untuk kembali tinggal bersama keluarganya di Kotabumi. Selama beberapa bulan, ia menikmati kebersamaan dengan anak-anaknya, mengisi hari-hari dengan kehangatan dan tawa yang telah lama dirindukan. Momen-momen sederhana seperti menemani anak-anak belajar atau sekadar duduk bersama di ruang keluarga menjadi kenangan indah yang tak tergantikan.
Namun, kebahagiaan itu hanya sementara. Ketika Januari 2021 tiba, pembelajaran tatap muka terbatas mulai diberlakukan. Tety harus kembali ke Pesawaran untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik. Perpisahan dengan keluarganya untuk kedua kalinya terasa lebih berat dari sebelumnya.
Di kos yang sunyi, kesepian kembali menjadi teman setianya. Tety sering kali duduk sendiri, mengenang kebersamaan yang baru saja ia tinggalkan. Rasa rindunya semakin dalam setiap kali ia mendengar kabar bahwa anak-anaknya sakit, dan ia tak bisa berada di sisi mereka untuk merawat atau menghibur. Air mata yang jatuh di tengah malam menjadi saksi bisu perjuangannya sebagai seorang ibu sekaligus abdi negara. Meski begitu, ia terus berusaha menjalani hari-harinya dengan tabah, menyimpan harapan agar suatu saat bisa kembali berkumpul dengan keluarganya untuk selamanya.
Dalam setiap doa dan percakapan dengan keluarganya, Tety selalu menyelipkan harapan agar bisa segera dipindahkan ke dekat rumah. Jarak yang jauh dan gaji CPNS yang baru 80% menjadi tantangan berat yang harus dihadapi. Tety harus memikirkan kebutuhan dua rumah sekaligus, sebuah perjuangan yang tak jarang membuatnya menangis di tengah malam. Demi bisa bertemu keluarganya setiap akhir pekan, ia sering menahan lapar atau menghemat pengeluaran sebisanya. Namun, cinta untuk keluarganya memberikan kekuatan untuk terus bertahan.
Di Pesawaran, Tety berusaha menciptakan kenyamanan di tengah keterbatasan. Ia mencoba menjadikan tempat tugasnya sebagai rumah kedua. Dengan semangat yang tulus, ia selalu siap membantu teman-teman yang kesulitan, terutama dalam mengurus administrasi daring yang terkadang membingungkan. Gaya bicaranya yang lugas dan penuh kehangatan, ditambah dengan tawa khasnya, membuatnya mudah diterima di lingkungan kerja. Meskipun jauh dari keluarga, ia tetap berusaha menjalani hari-harinya dengan senyuman, berharap bahwa semua pengorbanannya akan berbuah manis pada akhirnya.
Namun, Tety bukan tanpa kelemahan. Di balik sifatnya yang hangat dan penuh semangat, terkadang ia menunjukkan sisi emosional yang sulit ia kendalikan. Ketika usulan programnya sebagai pembina OSIS ditolak oleh pihak madrasah, Tety mengalami kekecewaan yang mendalam. Reaksinya begitu emosional; ia pernah marah-marah sambil menangis di depan teman-temannya, memperlihatkan sisi kekanakannya yang jarang terlihat.
Meski demikian, momen-momen seperti itu tidak mengurangi rasa hormat dan kasih sayang teman-temannya terhadapnya. Mereka memahami bahwa semua yang ia lakukan berakar dari niat baik dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugasnya. Tety tetap menjadi sosok yang disenangi, dengan kepribadian unik yang justru membuatnya semakin manusiawi di mata orang-orang di sekitarnya.
Hari ini, 23 Desember 2024, momen yang telah Tety tunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah bertahun-tahun menanti dengan penuh harapan, mutasi yang ia dambakan menjadi kenyataan. Aku menyaksikan air mata haru yang mengalir di pipinya, seolah menghapus semua rasa lelah dan kesepian yang selama ini menghantuinya. Kebahagiaan terpancar jelas dari wajahnya, mencerminkan rasa syukur yang mendalam atas jawaban dari doanya.
Aku dan beberapa teman dari madrasah turut mengantarkan Tety kembali ke keluarganya di Kotabumi. Perjalanan itu dipenuhi dengan perasaan campur aduk antara kebahagiaan dan keharuan. Di satu sisi, kami bersyukur bahwa Tety akhirnya bisa kembali berkumpul dengan keluarganya, sesuatu yang telah lama ia rindukan. Namun, di sisi lain, ada rasa kehilangan karena kebersamaan yang telah kami jalani selama ini akan menjadi kenangan.
Selama bekerja bersama, Tety bukan hanya seorang rekan kerja, melainkan juga seperti bagian dari keluarga besar kami. Canda tawa, kerja keras, hingga momen-momen sulit yang kami lewati bersama, semuanya menciptakan ikatan kekeluargaan yang erat. Saat kami tiba di Kotabumi, suasana haru menyelimuti perpisahan itu. Meski begitu, kami tahu bahwa hubungan yang telah terjalin tidak akan terputus begitu saja, melainkan akan selalu menjadi bagian dari cerita indah yang kami kenang bersama.
Dengan suara bergetar, ia berkata, “Terima kasih, Bapak dan Ibu keluarga besar MAN 1 Pesawaran sudah mendukungku selama ini.”
Ucapannya penuh keikhlasan, mencerminkan betapa besar artinya dorongan dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya dalam perjalanan panjang yang telah ia lalui. Momen itu menjadi pengingat bahwa setiap usaha dan doa pada akhirnya akan membuahkan hasil yang indah.
Aku hanya tersenyum. Kebahagiaan yang terpancar darinya adalah hadiah yang tak ternilai, dan aku tahu, di Lampung Utara, keluarga kecilnya sedang menanti dengan penuh cinta.
Kreator : Siti Murdiyati
Comment Closed: Air Mata Harapan: Perjalanan Panjang Menuju Kebersamaan
Sorry, comment are closed for this post.