KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Air Mata Sasi

    Air Mata Sasi

    BY 23 Des 2022 Dilihat: 161 kali

    Oleh: Tri Setyawati

    Malam itu Sasi terlihat begitu ceria. Dia lenggak-lenggok di depan cermin besar, mengenakan baju rumbai panjang warna merah jambu sambil tersenyum sendiri. Tiba-tiba ayahnya masuk ke kamar dan mengagetkannya.

    “ Wow, cantik sekali anak Ayah, mau ke mana mengenakan baju seperti itu?” tanya ayahnya heran.

    “ Besok pagi ayah harus hadir ke sekolah!” kata Sasi sambil menyerahkan undangan dari sekolah.

    “Selain pembagian rapor, ada pentas seni juga, kebetulan Aku akan tampil untuk membacakan puisi, besok pagi ayah harus datang ya!’ ujar Sasi menegaskan.

    “Iya sayang, pasti Ayah akan datang untuk mengambil rapor dan menyaksikan penampilanmu di panggung,” kata ayah sambil memeluk Sasi dari belakang.

    Senin pagi pukul 06.30 Sasi sudah siap ke sekolah. Karena undangan kepada wali murid pukul 09.00, maka Sasi berangkat duluan. Sebelum berangkat tidak lupa Sasi berpamitan kepada ayah dan ibu serta mengingatkan mereka untuk datang ke sekolah mengambil rapor.

    Sekolah Sasi tidak begitu jauh dari rumah, kurang lebih 15 menit dengan jalan kaki. Pukul 08.30 suasana di sekolah sudah terlihat ramai anak-anak maupun orang tua yang akan mengambil rapor. Sasi tengak-tengok mencari ayahnya yang telah berjanji untuk datang pagi itu. Dua jam telah berlalu, dan ayah Sasi belum hadir. Tiba saatnya Sasi maju ke atas panggung, ayahnya belum terlihat juga. Dia naik ke atas panggung dengan perasaan sedih karena ayahnya tidak jadi datang. Dia membawakan puisi yang berjudul Kasih Sayang Orang Tua.Banyak hadirin yang meneteskan air mata terharu mendengar puisi yang dibacakan oleh Sasi.

    Tiba saatnya pembagian rapor, diumumkan juara kelas untuk masing-masing level. Juara 1,2 dan 3 maju ke atas panggung untuk menerima piala dan hadiah dari sekolah.

    “Juara 1 kelas 6 adalah Nawangsasi, diharap segera naik ke atas panggung bersama orang tua!” suara panitia dari samping panggung. Mendengar namanya disebut, Sasi merasa senang dan juga sedih. Senang karena bisa memperoleh juara 1, tapi sedih karena ayahnya tidak hadir ke sekolah. Akhirnya Sasi naik ke atas panggung tanpa didampingi orang tua.

    Beberapa menit kemudian, Bu Seruni wali kelasnya memanggil Sasi dan mengajak untuk ke rumah sakit. Ternyata ayahnya kecelakaan, saat mau membelikan hadiah untuk Sasi dan segera dilarikan ke rumah sakit. Di sana Sasi melihat ibunya menangis kencang dan dipeluk oleh Bu Tari tetangga depan rumahnya. Sasi berlari mendekat dan bertanya kepada Bu Tari.

    “Bagaimana kondisi Ayahku, Bu?” tanya Sasi tak sabar.

    “ Ayahmu telah pergi, Nak!” jawab Bu Tari dengan suara yang berat.

     Sasipun memeluk ibunya  dan ikut menangis dengan kencang. Sasi sangat sedih karena tidak bisa menunjukkan Piala dan hadiah dari sekolah kepada ayahnya. Dengan kesedihan yang mendalam Sasi mengantar jenazah ayahnya untuk dimakamkan. Mau tidak mau dia harus mengiklaskan kepergian ayahnya.

    Dua tahun telah berlalu dan kini Sasi sudah duduk di kelas 9. Sasi tinggal bersama neneknya, sementara ibunya bekerja di pabrik di daerah Subang dan pulangnya sebulan sekali. Terkadang sebelum sekolah, Sasi ke rumah  Bu Seruni untuk mengambil  es lilin untuk dititipkan di warung-warung. Dengan begitu, Sasi bisa punya uang jajan sendiri. Sementara hasil dari ibunya untuk membayar uang sekolah Sasi dan keperluan nenek.

    Sudah seminggu ini ibunya tidak bekerja di pabrik. Karena kondisi pandemi, maka pabrik mengurangi jumlah tenaga kerja, salah satunya ibu Sasi. Akhirnya ibunya diterima bekerja membantu di toko sembako Pak Rusdi sebelah barat pasar. Sasi dan ibunya bisa berkumpul lagi karena tokonya tidak jauh dari rumah Sasi. Terkadang sepulang sekolah, Sasi ikut membantu di toko Pak Rusdi, karena cukup ramai pembelinya.

    “Sasi, kemarilah Nak, Ibu ingin bicara!” panggil ibunya saat Sasi selesai sholat Isya.

    Sasipun segera membereskan mukena dan mendekat kepada ibunya.

    “Pagi tadi, Pak Rusdi mengatakan ingin menjodohkan Ibu dengan adiknya yang seorang ustad, dan rumahnya di kampung sebelah!” kata ibu Sasi berusaha menjelaskan pelan-pelan kepada Sasi. Sasi tidak langsung menjawab malah langsung lari dan menutup dengan keras pintu kamarnya. Mengetahui itu semua, neneknya segera datang ke kamar dan berusaha memberikan pengertian kepada Sasi. Akhirnya Sasi keluar kamar, mendekat kepada ibunya dan berkata bahwa dia setuju kalau ibunya akan menikah lagi. Ibunya terlihat gembira dan memeluk Sasi dengan erat seraya mengucapkan terima kasih. Sepekan kemudian dilangsungkan pernikahan ibu Sasi dengan adiknya Pak Rusdi.

    Lima bulan setelah pernikahan, ibunya hamil. Sasi sangat senang karena sebentar lagi dia akan mempunyai adik. Setiap hari Sasi menyisihkan separuh uang jajannya untuk dimasukkan celengan. Dia ingin membelikan kado untuk adiknya kalau sudah lahir.

    Waktu terus berjalan, tak terasa sudah sembilan bulan usia kandungan ibunya.

    “Sasi, cepat telpon bidan Sri, sepertinya ibumu akan melahirkan!”teriak nenek memanggil Sasi.

    Sasi segera menelpon, namun ternyata bidan Sri sedang tidak berada di rumahnya. Semua orang di rumah menjadi panik, apalagi melihat kondisi ibu Sasi yang terus merintih kesakitan. Sasi akhirnya menelpon Pak Rusdi untuk mengantar ibunya ke rumah sakit, karena ayah Sasi sedang di luar kota.Pak Rusdi segera mengantar ibu Sasi ke rumah bersalin  dekat kecamatan. Namun di perjalanan kondisi semakin memburuk. Ibu Sasi sudah tidak kuat lagi menahan sakit dan akhirnya pingsan. Sasi menangis sambil terus memegang tangan dan memanggil ibunya. Setelah sampai di rumah sakit, ibu Sasi segera di bawa oleh perawat ke dalam kamar bersalin. 

    “Siapakah keluarganya?” kata dokter yang baru keluar dari ruang kamar bersalin.

    “Saya, dok!” teriak Sasi dan Pak Rusdi berbarengan.

    “Maafkan, kami telah berusaha, namun Tuhan berkehendak lain, ibu dan bayinya tidak bisa kami selamatkan,” kata dokter. 

    Sasi menangis histeris dan segera masuk ke dalam kamar bersalin. Dia melihat ibunya sudah ditutup kain putih. Sasi membuka kain penutup ibunya dan menangis kencang.

    “Jangan tinggalkan Sasi sendiri bu!” tangis Sasi seraya memeluk jenazah ibunya.

    Nenek mendekat dan berusaha menenangkan Sasi. 

    “Semua sudah kehendak Allah, Nak! Kita harus mengikhlaskannya. Doakan ibu dan adikmu diterima di sisi Allah SWT,” nasehat nenek sambil mengelus lembut kepala Sasi.

    Untuk kedua kalinya Sasi merasakan kesedihan yang mendalam, kehilangan orang-orang yang dicintainya. Sambil berlinang air mata, Sasi berjanji di atas kuburan kedua orang tuanya.  Dia berjanji untuk tidak menyerah, akan terus belajar dan berjuang untuk meraih masa depan yang cerah, sesuai dengan apa yang dicita-citakan.

    Sepeninggal ibunya, Sasi hidup bersama nenek. Ayah sambungnya membiayai sampai Sasi lulus kuliah. Tujuh tahun kemudian Sasi telah menjadi bidan dan membangun klinik kesehatan di desanya. Kini Sasi sudah dapat membuktikan janjinya. Dengan keahliannya dia telah menjadi orang yang bermanfaat dan dapat membantu warga di desanya.



    D:\Tugas\IMG20211109071757.jpg


    Tri Setyawati. Lahir di kota Kebumen, Jawa Tengah. Penulis adalah ibu dari dua orang anak dan menjalani keseharian sebagai pendidik di Pondok Pesantren Al-Zaytun Indramayu. Buku Antologi pertama dan keduanya berjudul “Diary Seorang Guru” dan “My Unforgettable Song” diterbitkan awal tahun 2022. Jejak bisa ditemukan di akun instagram tri_setyawati23. Kedewasaan akan terbina jika kita bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi dan bukan lari dari tanggung jawab.

    Bagikan ke

    Comment Closed: Air Mata Sasi

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021