Azan Subuh berkumandang dari masjid dekat rumah Aci. Gadis kecil itu perlahan membuka mata. Di Liriknya jam dinding. Waktu menunjukkan angka 04.31. Ia segera bangun, dan merapikan tempat tidurnya.
“Aci, sudah bangun?” tanya mama.
“Ya, Mam. Aci sudah bangun,” sahutnya.
Aci segera membuka pintu kamarnya. Ternyata mama sementara berdiri di depan pintu. Menunggu Aci keluar dari kamar.
“Mandi cepat, terus wudhu. Kita salat berjamaah.”
“Siap, Mamaku sayang.”
Aci segera mandi dan berwudhu. Dan tak lama kemudian ia menyusul mama di ruang salat. Lalu mereka shalat Subuh berjamaah.
Aci, pemilik nama lengkap Aci Hidayati. Nama depannya itu merupakan akronim dari Aku Cinta Indonesia. Nama yang mengingatkan pada serial film yang ditayangkan TVRI pada tahun 1985. Film bertema pengembangan nilai kepribadian anak dan remaja Indonesia. Tentang tanggung jawab, disiplin, toleransi, kerja sama, dan sikap baik lainnya.
Karena nilai-nilai baik dalam film itulah, serial itu masih melekat dalam ingatan mamanya. Hingga dijadikan nama putri kesayangan mereka. Terselip harapan papa mamanya, pak Arief dan ibu Asni. Agar kelak Aci akan memiliki karakter baik. Dan cinta tanah airnya, Indonesia.
Terlahir sebagai anak bungsu dalam keluarga. Memiliki dua kakak laki-laki, Kak Aco dan Kak Dwi. Aci sangat dekat dengan papa, mama, dan kakak-kakaknya. Dari orang-orang terkasihnya itulah ia belajar banyak hal. Terutama pelajaran di sekolah.
Masih tentang tugas sekolah, usai salat Aci bertanya pada mama.
“Mam, kemarin ada tugas dari Bu Dina. Kami disuruh mencari bangunan-bangunan tua di Gorontalo. Mama tahu, kan?”
“Ya, Ci. Bangunan tua yang memiliki sejarah maksudnya ya. Nah, sekolahnya Aci itu termasuk bangunan tua. Lebih tua dari umurnya Kakek.”
“Tapi kata orang bangunan tua itu banyak hantunya. Termasuk di sekolah Aci itu, Mam.” Kata Aci dengan mimik takut.
“Apa Aci pernah melihat hantu di sekolah?”
“Belum pernah sih, Mam.”
“Nah, itu kan, ternyata Aci belum pernah melihatnya. Itu hanya cerita orang saja. Jangan percaya selama Aci belum pernah melihat sendiri. Supaya cerita itu tidak menghantui pikiranmu, Nak. Yang perlu diingat adalah bangunan itu bersejarah.”
“Siap, Mamaku!” Kata Aci sambil mencium tangan mamanya. Lalu ia melipat sajadah dan mukenanya.
“Ayolah kita lanjut di dapur saja. Mama mau bikin sarapan dan bekal kita. Oh iya, Mama punya buku sejarah bangunan tua di Gorontalo. Mama ambil dulu. Aci bisa belajar dari buku itu.”
Mama Aci segera mengambil buku itu. Dan menyerahkannya kepada Aci. Tentu saja murid kelas VI itu sangat senang. Karena ia menemukan bahan bacaan untuk pelajaran di kelasnya.
Aci memang gemar membaca. Dari bacaan-bacaannya itulah ia mendapatkan banyak pengetahuan. Selain itu, ia juga gemar menari. Ia bergabung dengan salah satu sanggar tari di kota ini.
“Aci, tolong bawakan teh untuk Papa.” Mama memanggilnya.
“Ya, Mama.” Aci meletakkan bukunya. Ia segera ke dapur dan mengantarkan teh kepada papanya.
“Papa, silakan minum tehnya dulu.” Ujar Aci sambil meletakkan gelas teh di hadapan papa.
“Terima kasih, Nak. Tehnya masih panas. Papa ganti baju dulu ya. Supaya sarung dan baju koko ini tidak kotor.” Kata papa Aci yang baru saja pulang dari masjid.
“Aci balik ke dapur lagi, ya Pap.
“Oke,”
Aci segera ke dapur lagi. Membantu mama membuat dadar telur. Ada juga Kak Aco sedang mengaduk nasi goreng. Sementara Kak Dwi menyiapkan peralatan makan buat sarapan mereka. Mereka dibiasakan bekerja sama sejak kecil, sehingga pekerjaan terasa ringan.
Usai sarapan, Aci langsung menyikat giginya. Dan secepatnya ia mengganti pakaiannya. Pagi ini Kak Aco yang akan mengantarnya ke sekolah.
“A Ce I… Aku Cinta Indonesia, sudah siap, belum?’ tanya kak Aco.
“Sudah, Kak. Aci mau pamit ke Mama, Papa dulu.”
“Jangan lupa helmnya, Ci!” Kak Aco mengingatkannya lagi.
“Siap, Kak!”
“Papa, Mama, Kak Dwi, Aci ke sekolah dulu.”
“Iya, Nak. Semangat belajar dan semoga mendapat ilmu yang berkah.” Kata pak Arief, papa Aci.
“Amin, terima kasih, Pap. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Jawab papa, mama, dan kak Dwi.
Mereka juga sudah di teras rumah. Mereka pun sudah siap berangkat ke tempat kerja. Kak Dwi ikut bersama papa dan mama. Karena ia bersekolah di SMA tempat mama mengajar.

Aci segera naik dan duduk di boncengan motor kakaknya. Tak lupa ia memakai helm pengaman, sama seperti Kak Aco. Mereka melintasi jalan raya dengan hati-hati. 10 menit kemudian mereka tiba di depan sekolahnya Aci.
“Terima kasih, Kakak. Aci masuk dulu ya.”
Aci menyalami kakaknya. Kak Aco yang terkenal sangat menghargai waktu itu menganggukkan kepalanya. Lalu ia pun berlalu, melanjutkan perjalanan ke kampusnya.
Kreator : Sunarsi Dai
Comment Closed: AKU CINTA INDONESIA
Sorry, comment are closed for this post.