KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Al-Qur’an dan Hadits : Menjelajahi Dimensi Tak Kasat Mata Bab 3

    Al-Qur’an dan Hadits : Menjelajahi Dimensi Tak Kasat Mata Bab 3

    BY 19 Des 2024 Dilihat: 184 kali
    Menjelajahi Dimensi Tak Kasat Mata_alineaku

    BAB III

    Malaikat: Penjaga Dimensi Tak Kasat Mata

    Malaikat merupakan makhluk tak kasat mata yang memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Dalam Al-Qur’an dan hadits, malaikat digambarkan sebagai hamba Allah yang setia dan tidak pernah lalai dalam menjalankan tugas.

    Dalam kehidupan modern yang serba materialistik, keberadaan malaikat sering kali dianggap sebagai konsep yang sulit dipahami. Masyarakat cenderung fokus pada hal-hal yang terlihat secara fisik, padahal dalam keyakinan Islam, dunia yang kita tempati tidak hanya dihuni oleh makhluk yang kasat mata seperti manusia dan hewan, tetapi juga makhluk tak terlihat seperti malaikat.

    Dalam Al-Qur’an, kata malā’ikat sering digunakan dalam berbagai bentuk. Kata malaka, malā’ikatu, al-malā’ikatu, dan malakaini diulang sebanyak 88 kali dalam Al-Qur’an. Kata malaikat adalah bentuk jamak dari kata malak yang berarti menguasai. Ini menjelaskan bahwa malaikat adalah entitas spiritual yang bertugas melakukan kontrol fisik atas alam semesta. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata malak adalah derivasi dari kata alaka atau ma’lakah yang mempunyai arti “mengutus” atau “perutusan/risalah”. Hal ini menunjukkan bahwa peran spiritual malaikat adalah sebagai jembatan antara Tuhan dan manusia. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa kata malak adalah kata yang terbentuk dari akar kata (adat khat Arab) laaka yang berarti menyampaikan sesuatu.

    Kata malâ’ikat disebut sebanyak 68 kali, sedangkan dalam bentuk-bentuk yang lain seperti malak, malakani dan malakaini ditemukan sebanyak 88 kali, secara tidak kebetulan angka ini sama dengan penggunaan kata shayṭân dengan segala bentuknya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata malaikat artinya makhluk Allah yang taat untuk melakukan berbagai perintah-Nya. 

    Kata mâlaikat sering digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai kata berbentuk tunggal, sebagaimana kata ‘ulamâ, padahal dalam bahasa Arab kata itu adalah bentuk jamak dari kata malak untuk malâ’ikat dan kata ‘alim untuk ‘ulamâ. Kata malā’ikat adalah bentuk jamak dari kata malak yang berarti menguasai. Hal ini memberikan pengertian bahwa malaikat adalah makhluk yang mempunyai tugas untuk menguasai alam dalam arti mengaturnya atas perintah Allah.

    Sebagian ulama mengatakan bahwa kata malak adalah kata yang terbentuk dari akar kata la’aka yang berarti menyampaikan sesuatu. Malak atau malā’ikat adalah makhluk yang bertugas menyampaikan sesuatu dari Allah SWT kepada makhluk. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt;

    اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ١ ) فاطر/35: 1(

    Artinya: “Segala puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap. Masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Fatir/35:1)

     

    Istilah “malaikat” juga dapat merujuk pada sifat kepribadian atau potensi rasional (istidlal al-aql) yang berfungsi untuk mengaktualisasikan tindakan atau perilaku tertentu melalui pengetahuan dan kemampuan, seperti kemampuan berbahasa dan berhitung. Pada tingkat tertentu, potensi dapat dihubungkan dengan orang yang memilikinya, dan biasanya tiba pada kesimpulan yang tiba-tiba. Pemahaman ini menunjukkan fenomena kejiwaan, yang menurut al-Qashri, jika seseorang memiliki potensi kemalaikatan dalam dirinya, ia disebut sebagai manusia yang berjiwa kemalaikatan, atau adamiyan malakiyan. Sebaliknya, jika seseorang menampilkan sifat-sifat negatif, ia langsung disebut sebagai manusia yang berjiwa setan, atau adamiyan syaithaniyan. Karena pada dasarnya, manusia memiliki dua potensi yang berbeda, yaitu baik dan buruk, potensi ini juga mungkin lebih besar dari malaikat. potensi buruk umat manusia berpotensi melampaui setan, begitu pula sebaliknya.

    Dengan demikian, jika dilihat dari pola pembentukan kata malaikat, dapat pula memberikan pengertian secara fungsional bahwa makna malaikat sebagai utusan Allah (the messengers of Allah) sedikitnya mempunyai dua kategori. Pertama malaikat sebagai utusan Allah yang bertugas untuk mengatur tatanan hukum alam yang meliputi susunan alam raya baik mikrokosmos maupun makrokosmos. Fungsi tersebut dapat dilihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, diantara ayat-ayat yang menerangkan fungsi tersebut adalah pada QS. al-Isra : 17: 95, QS. al Fathir: 35: 1, QS. al-Mursalat: 77: 1, QS. al-An’am: 6: 61, QS. az-Zukhruf: 43: 80. Kedua malaikat sebagai utusan Allah yang bertugas sebagai penyampai hal-hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan di antaranya terdapat dalam QS. an Nahl: 16: 2, QS. asy-Syu’ara: 26: 51 dan QS. al-Hajj: 22: 75.

    Malaikat adalah utusan dan berasal dari akar kata مَلَكَ (malaka) dengan timbangan kata maf’ala, lalu dibubuhi harakat hamzah-nya atas sukun sebelumnya lalu dibuang. Kata ini maknanya adalah ar-risalah (utusan), baik huruf lam-nya mendahului hamzah sebagaimana bentuk al-Malaak maupun huruf hamzah-nya mendahului huruf lam.

     Lisanul ‘Arab yang merupakan kamus karya Ibnu Manzur, menyatakan bahwa kata لَاَكَ وَالًملْاَكَ والَمَلَأِكَة memiliki arti ar-risalah. المَلْأَكَ artinya adalah Seorang malaikat, karena ia menyampaikan risalah dari Allah Ta’ala, huruf hamzah-nya dibuang lalu diberikan harakat pada sukun sebelumnya.

    Al-Fairuz Abadi berkata dalam kamus Muhith-nya mengatakan bahwa kata المَلْأَكَ والَمَلَأِكَةُ memiliki arti; ar-risalah, alakni ila fulan artinya ia menyampaikan dariku. Asal katanya dari al-akani, dibuang huruf hamzah-nya dan diberikan harakat pada huruf sebelumnya.

    Menurut Masjfuk Zuhdi, malaikat adalah entitas ghaib yang ada dan harus diyakini oleh setiap Muslim meskipun pada kenyataannya mereka tidak dipahami secara mendasar. Hal ini agar ruh yang ada pada dirinya tidak dapat diketahui secara pasti karena keterbatasan akal manusia. Karena penciptaan malaikat pada hakekatnya sama dengan penciptaan manusia yang diciptakan untuk beribadah dan memuji-Nya, maka keadaan semacam ini tidak akan mengurangi keperkasaan Allah yang telah menjadikan malaikat sebagai wakil-Nya.

    Meskipun malaikat dan jin menghuni alam semesta yang sama, mereka ada dalam realitas yang terpisah sejak mereka diciptakan sebelum manusia oleh Allah. Di satu sisi, jin tidak bisa melihat malaikat sedangkan malaikat tidak bisa melihat jin. Jumlah jin lebih banyak daripada jumlah manusia. Menurut sebuah hadits, nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan dikutip oleh al-Suyuthi dalam kitab Al-Haba’ik fi Akhbar al-Mala’ik, mengatakan bahwa antara karubiyin dan ruh, selisihnya adalah sembilan banding satu, antara ruh dan malaikat selisihnya sembilan banding satu, antara malaikat dan jin, selisihnya sembilan banding satu dan antara jin dan manusia, selisihnya Sembilan banding satu lebih banyak jin daripada manusia dengan selisih sembilan banding satu. Ini artinya jumlah dari masing-masing itu memiliki perbandingan sembilan banding satu.

    Dalam sebuah hadits, walaupun malaikat tak terlihat secara dzohir namun haruslah kita imani. 

    عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ”

    Artinya: Dari Umar bin Khattab RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir, baik maupun buruknya.”

     

    Perawi Utama dari hadits tersebut adalah  Umar bin Khattab RA yang mana Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat terdekat Rasulullah SAW, yang terkenal dengan keteguhan imannya dan kecerdasannya dalam memahami agama. hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi. Imam Muslim  merupakan  salah satu dari ulama hadits terkenal yang menyusun Sahih Muslim, salah satu kitab hadits yang paling otoritatif dalam Islam, setelah Sahih Bukhari.

     hadits ini adalah hadits shahih dan merupakan bagian dari hadits yang dikenal sebagai hadits Jibril, di mana Malaikat Jibril datang untuk mengajarkan umat tentang dasar-dasar agama.

    Beriman kepada malaikat merupakan salah satu dari enam rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap Muslim. Dalam hadits ini, iman kepada malaikat ditempatkan setelah iman kepada Allah, menunjukkan pentingnya keyakinan bahwa malaikat adalah makhluk Allah yang memiliki tugas khusus dalam menjaga dan mengatur alam semesta.

    Malaikat adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dari cahaya, seperti yang disebutkan dalam hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim (HR. Muslim No. 2996). Mereka tidak memiliki keinginan bebas, selalu taat pada Allah, dan tidak pernah berbuat dosa.

    Tugas mereka meliputi menyampaikan wahyu (seperti yang dilakukan Jibril AS), mencatat amal perbuatan manusia (Raqib dan Atid), menjaga manusia, serta mengurus berbagai perintah Allah di alam semesta.

    Dalam hadits ini, iman kepada malaikat dijelaskan sebagai bagian integral dari keyakinan seorang Muslim, bersama dengan iman kepada Allah, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, dan takdir. Keseluruhan rukun iman ini merupakan dasar dari aqidah Islam, yang harus dipahami dan diyakini oleh setiap Muslim.

    Iman kepada malaikat mencerminkan keyakinan bahwa ada makhluk Allah yang tak terlihat yang selalu menjalankan tugas sesuai perintah-Nya. Hal ini membantu seorang Muslim untuk selalu merasa diawasi, karena malaikat mencatat setiap amal perbuatan mereka. Kepercayaan ini memperkuat kesadaran akan pentingnya melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan.

    Adapun dari hadits di atas dapat pelajaran yang dapat diambil diantara yaitu, kesadaran akan iman. hadits ini mengajarkan bahwa seorang Muslim harus mengimani hal-hal yang gaib, termasuk eksistensi malaikat. Meskipun mereka tidak terlihat, mereka memiliki peran penting dalam mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.

    Kedisiplinan dalam beribadah, dengan mengetahui bahwa malaikat selalu mencatat perbuatan manusia, seorang Muslim seharusnya terdorong untuk selalu melakukan ibadah dengan ikhlas dan konsisten.

    Pentingnya aqidah yang benar, memahami enam rukun iman, termasuk iman kepada malaikat, merupakan dasar bagi seorang Muslim untuk membangun aqidah yang kuat dan benar.

    Maka dapat disimpulkan bahwa hadits ini memberikan pemahaman tentang pentingnya iman kepada malaikat sebagai bagian dari rukun iman. Malaikat adalah makhluk yang diciptakan dari cahaya dan tidak pernah membangkang perintah Allah. Mereka memiliki tugas-tugas khusus seperti menyampaikan wahyu, mencatat amal perbuatan manusia, dan menjaga alam semesta sesuai perintah Allah. Iman kepada malaikat mengingatkan kita akan keberadaan makhluk Allah yang tidak terlihat namun memiliki peran penting dalam kehidupan kita.

    Dengan takhrij dari Shahih Muslim, hadits ini dianggap sangat sahih dan otoritatif. Sanad yang berasal dari Umar bin Khattab RA, salah satu sahabat Rasulullah SAW yang terpercaya, memperkuat keabsahan hadits ini. hadits ini menjadi salah satu landasan utama dalam pembahasan tentang rukun iman dalam ajaran Islam.

    Malaikat dalam konteks kehidupan sehari-hari dapat dianggap sebagai “sistem operasi” yang mengatur jalannya kehidupan di alam semesta ini. Mereka adalah “makhluk multitasking” yang tidak pernah berhenti bekerja dan tidak pernah lelah. Dalam dunia yang serba digital ini, kita bisa menggambarkan malaikat sebagai “server tak kasat mata” yang menjalankan berbagai “aplikasi” dalam kehidupan kita.

    Misalnya, malaikat Jibril, yang dikenal sebagai pembawa wahyu, bisa dianggap sebagai “kurir ilahi” yang mengantarkan pesan langsung dari Allah kepada para nabi. Malaikat Raqib dan Atid, yang bertugas mencatat amal baik dan buruk manusia, berperan layaknya “rekam jejak digital” yang mencatat setiap tindakan kita, seperti log aktivitas yang menyimpan segala perbuatan tanpa ada yang terlewatkan.

    Dalam bahasa yang lebih sederhana, malaikat adalah invisible team yang selalu bekerja di balik layar untuk memastikan kehidupan di dunia ini berjalan sesuai dengan rencana Allah. Mereka tidak pernah mengambil cuti, tidak pernah melakukan kesalahan, dan selalu siap menjalankan tugas mereka kapanpun dan dimanapun.

     

    Bentuk Interaksi Malaikat dengan Manusia

    Salah satu bentuk interaksi malaikat dengan manusia yang paling signifikan adalah melalui penyampaian wahyu. Malaikat Jibril, yang dikenal sebagai pemimpin para malaikat, bertugas menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul. Sebagai perantara, Jibril menghubungkan manusia dengan firman Allah SWT. Dalam QS. An-Nahl: 102, Allah berfirman:

    قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ ٱلۡقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِٱلۡحَقِّ لِيُثَبِّتَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهُدى وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ

    Artinya: “Katakanlah, ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan wahyu itu dari Tuhanmu dengan benar untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.'”

    Ayat ini memiliki beberapa makna mendalam yang relevan dengan keyakinan umat Islam mengenai wahyu, malaikat, dan keimanan. 

     

    1. Penyebutan “Ruhul Qudus” (روح القدس)

    Istilah “Ruhul Qudus” merujuk pada Malaikat Jibril. Dalam Islam, Jibril memiliki kedudukan istimewa sebagai malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu dari Allah SWT kepada para nabi dan rasul. Penyebutan “Ruhul Qudus” juga menegaskan kesucian Jibril, yang bebas dari dosa, hawa nafsu, dan kesalahan dalam menyampaikan wahyu.

     

    1. “Dari Tuhanmu dengan Kebenaran”

    Wahyu yang disampaikan oleh Jibril adalah murni berasal dari Allah SWT dan penuh dengan kebenaran. Ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 2. Ayat ini juga menjadi penegasan bahwa Rasulullah SAW tidak menciptakan atau mengarang wahyu, melainkan murni menerimanya dari Allah melalui Jibril.

     

    1. Tujuan Wahyu: Meneguhkan Hati Orang-Orang yang Beriman

    Al-Qur’an diturunkan untuk memperkuat keimanan kaum Muslimin, terutama dalam menghadapi tantangan dan rintangan yang datang dari orang-orang kafir. Dalam konteks sejarah, ayat ini memberikan dorongan spiritual kepada Rasulullah SAW dan para sahabat yang sering mendapat tekanan dari kaum Quraisy di Mekah.

     

    1. “Petunjuk dan Kabar Gembira bagi Orang-Orang yang Berserah Diri”

    Al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebagai panduan hidup, tetapi juga memberikan harapan dan motivasi bagi umat Islam yang menjalankan perintah Allah dan berserah diri kepada-Nya. Kabar gembira yang dimaksud di sini adalah janji Allah berupa kebahagiaan di dunia dan balasan surga di akhirat.

    Ayat ini diturunkan sebagai jawaban kepada orang-orang yang meragukan wahyu yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Allah menegaskan bahwa Jibril, yang disebut sebagai Ruhul Qudus, adalah pembawa wahyu yang bertugas menyampaikannya dengan kebenaran dari Allah. Tujuannya adalah untuk meneguhkan keimanan kaum Muslimin, memberikan petunjuk, dan menjadi kabar gembira bagi mereka yang tunduk kepada Allah SWT. Wahyu yang disampaikan ini menjadi panduan hidup umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Adapun interaksi selanjutnya antara malaikat dan manusia yaitu sebagai pencatat setiap perbuatan yang dilakukan. Setiap manusia memiliki dua malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatannya. Malaikat Raqib mencatat kebaikan, sedangkan Atid mencatat keburukan. Hal ini ditegaskan dalam QS. Qaf: 17-18:

    إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيد مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

    Artinya :”Ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada satu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”

    Ayat ini termasuk dalam rangkaian QS. Qaf yang menggambarkan kehidupan manusia dari penciptaannya hingga pertanggungjawaban amal di akhirat. Ayat-ayat ini menegaskan peran malaikat dalam mencatat amal manusia dan pentingnya setiap perbuatan serta ucapan manusia. Ayat ini mengajarkan bahwa setiap manusia selalu diawasi oleh malaikat, baik dalam perbuatan maupun perkataannya. Hal ini menanamkan rasa tanggung jawab atas semua aktivitas yang dilakukan.

    Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan sisi kasih sayang Allah kepada manusia. Dengan adanya pencatatan yang teliti, tidak ada amal baik yang sia-sia meskipun kecil. Pencatatan oleh malaikat Raqib dan Atid menunjukkan bahwa Allah Maha Teliti dan Maha Adil. Tidak ada amal sekecil apa pun yang akan terlewatkan. Ayat ini juga mengajarkan bahwa Allah tidak pernah lalai atau lupa dalam menilai perbuatan hamba-Nya. Adapun menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, dipaparkan bahwa malaikat Raqib dan Atid adalah simbol keadilan Allah. Mereka mencatat tanpa ada unsur pilih kasih, memastikan setiap manusia diperlakukan adil pada hari pengadilan.

    Interaksi ini adalah pengingat yang sangat mendalam bahwa hidup manusia senantiasa berada dalam pengawasan Allah SWT melalui peran malaikat Raqib dan Atid. Ayat ini menekankan pentingnya amal dan ucapan manusia yang kelak akan menjadi penentu nasib mereka di akhirat. Pemahaman ayat ini dapat meningkatkan kualitas keimanan dan amal saleh seseorang, sekaligus mendorong manusia untuk terus melakukan introspeksi dan memperbaiki diri.

     

     

    Kreator : Nita Kurniasih

    Bagikan ke

    Comment Closed: Al-Qur’an dan Hadits : Menjelajahi Dimensi Tak Kasat Mata Bab 3

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021