Penulis : Rois Arifianto (Member KMO Alineaku)
Kami berempat, bukanlah santri pertama bapak-bapak di rumah tahfidz . sebelum kami sudah ada terlebih dahulu santri bapak-bapak yang kemungkinan sudah mempunyai hafalan beberapa juz. kelas kami dengan kelas bapak-bapak senior belumlah digabung. saya tidak tahu alasannya seperti apa, atau bahkan saya berpikir bahwa mungkin memang selamanya tidak akan digabung karena beberapa pertimbangan.
Sampai suatu ketika, sebelum ramadhan ada kegiatan untuk melakukan “ pemanasan “sebelum ramadhan. kegiatannya adalah tilawah dengan target 3 juz selama 4 jam. dimulai dari pukul 8 sampai dengan 11. ternyata, kelas kami digabungkan dengan kelas bapak-bapak yang senior. dari kegiatan tersebutlah saya bisa mengetahui kira-kira berapa anggota yang ada pada kelompok senior bapak-bapak.
Pada kesempatan tersebut belum ada forum perkenalan antara santri lama dengan santri baru, maka saya hanya bisa menebak-nebak usia, profesi dan sudah berapa juz yang dihafal oleh bapak-bapak senior saya tersebut. yang menarik dari sekilas pengamatan saya, meskipun namanya adalah kelas bapak-bapak akan tetapi justru mayoritas usianya masih berada dibawah saya (feeling saya melihat wajah dan penampilan) bahkan saya memperkirakan masih ada yang belum menikah dan punya anak.
Dari sekian banyak santri senior yang hadir, saya hanya mengenal satu nama yaitu mas sur yang ternyata adalah tetangga kampung yang usianya dibawah saya dan masih lajang. saya cukup terkejut dan sempat tidak percaya bahwa beliau adalah santri senior sampai ketika kami berjabat tangan dan memastikan itu adalah mas sur.
Ternyata, ada agenda yang belum saya ketahui sebagai santri baru. Ada kegiatan silaturahmi keliling ke rumah-rumah santri setiap sebulan sekali. Silaturahmi tersebut biasanya diagendakan awal bulan dan memilih hari senin atau kamis. Hari tersebut dipilih karena apabila ada yang sedang berpuasa sunnah maka bisa buka puasa sekalian. Karena kebiasaan adalah apabila ada agenda kumpul-kumpul silaturahmi si tuan rumah menyediakan makan minum ala kadarnya sebagai penghormatan kepada tamu.
Kebetulan saat ramadhan 1442 H jatah silaturahmi jatuh kepada mas sur. Nah pada kesempatan tersebut setelah maghrib tidak ada acara lagi. Sambil menyantap hidangan yang disediakan saya memberanikan diri untuk berbicara dihadapan santri semuanya yang intinya adalah ada 4 santri baru yang belum mengenal santri-santri yang lama tapi alangkah baiknya biar lebih akrab masing-masing yang hadir memperkenalkan diri.
Usulan saya disetujui oleh santri yang hadir pada waktu itu. Akhirnya satu persatu memperkenalkan diri mulai dari nama, alamat,status pernikahan, pekerjaan. Ternyata semua masih muda, tidak ada yang lebih dari 40 tahun.
Subhanallah, selama ini saya mengira bahwa para penghafal al quran adalah dari kalangan santri-santri pondok pesantren usia sekolah. Tapi hari ini saya menyaksikan seorang tukang parkir bersemangat untuk menjadi penghafal qur,an, seorang perawat yang bersemangat menjadi penghafal quran, seorang tukang kayu bersemangat untuk menjadi penghafal quran. Di tengah semua kesibukan mereka masing-masing tetap bersemangat untuk menyisihkan waktu untuk ziadah, murojaah dan juga menyetorkan hafalannya.
Bahkan, ada seorang karyawan swasta yang jam kerjanya sangat terikat, antara jam 8 sampai jam 5, padahal halaqah yang kita laksanakan biasanya setiap sore jam 4.30. tetapi hal tersebut tidaklah mengurangi semangat beliau untuk bisa hadir dan menyetorkan hafalannya.
Al quran telah menyatukan kami, dengan berbagai latar belakang yang berbeda ternyata kita bisa duduk satu majelis untuk satu niat menjadi keluarga Allah SWT. bisa jadi dalam beribadah fiqih kita berbeda, bisa jadi pemahaman agama kita berbeda akan tetapi al quran telah menyatukan kita.
Lima belas abad yang lalu ketika Al Quran baru diturunkan, Dia bisa menyatukan Bilal dengan Abu Bakar, dia bisa menyatukan kaum muhajirin dengan kaum anshar, dia bisa mendamaikan suku Aus dan Khazraj dari kalangan anshar yang selama ini selalu berperang. Hasilnya, hanya dalam jangka waktu kurang dari 50 tahun penghuni padang pasir yang dianggap sebelah mata oleh imperium besar romawi dan persia. Justru menjadi bangsa yang menghapus peradaban jahiliyah mereka.
Semoga bersatunya fisik-fisik kami ini juga diikuti dengan bersatunya hati-hati kami dan bisa menginspirasi seluruh kaum muslimin untuk segera bangkit dan mulia dengan kembali mengamalkan Al Quran.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Al Quran Menyatukan Kami
Sorry, comment are closed for this post.