KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Anak Biologis

    Anak Biologis

    BY 15 Jul 2024 Dilihat: 336 kali
    Anak Biologis_alineaku

    Sebuah angkot berhenti di depan sebuah rumah yang cukup mewah. Seorang  kakek-kakek turun dengan menenteng sebuah plastik yang berisi sesisir buah pisang ambon yang sudah matang. Dengan langkah masih terlihat gagah dia mendekati rumah tersebut. Tepat di pintu gerbang yang tengah terbuka itu dia berhenti sejenak, seakan-akan tengah mengingat-ingat sesuatu. Dilihatnya sekeliling tempat itu. Ketika matanya melihat pohon jambu biji di pojokan rumah itu, dia tersenyum. “Tidak salah lagi, ini pasti rumah Afif.” Gumamnya dalam hati sambil melangkahkan kakinya menuju pintu rumah itu. Setelah sampai di depan pintu dia langsung mengetuknya.

    “Assalaamu alaikum !” Ucapnya.

    “Wa alaikum salam.!” Terdengar seorang perempuan menjawab sambil membukakan pintu. “Kakek Afandi….?” Tanyanya dengan nada kaget.

    “Iya…., kamu Lastri, kan ?”

    “Iya, kek. Saya Lastri. Silahkan masuk, kek !”

    “Terima kasih…., Ini pisang kesukaanmu !” Kakek Afandi menyerahkan bawaanya.

    “Ah, kakek bawain pisang segala.”Kata Lastri sambil menerima pisang bawaan kakek Afandi. “Silahkan duduk,    kek !” Pintanya.

    “Suamimu ada ?” Tanya kakek Afandi sambil duduk.

    “Ada, tunggu sebentar, ya kek. Saya panggil dulu.” Jawabnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah sambil membawa tentengan pemberian sang kakek.

    Sepeninggal Lastri, kakek Afandi melihat-lihat sekeliling ruangan tamu rumah itu. Ketika matanya mendapati photo keluarga yang terpampang di atas dinding. Dia menatap Laki-laki paling tua dalam photo itu. “Maafkan aku Hanan, baru hari ini aku bisa menemui anakmu.!” Ucapnya dalam hati.

    Beberapa saat kemudian Lastri dengan Afandi suaminya datang menemui kakek Afandi.

    “Assalamu alaikum !” Ucap Afif setelah berada di samping kakek Afandi.

    “Wa alaikum salam !”Jawab kakek Afandi.

    “Afandi…., bagaimana kabarnya ?”

    “Alhamdulillah, kakek sehat ?”

    “Seperti yang kamu lihat, kakek sehat-sehat saja.”

    “Kakek mau minum, teh, susu, atau kopi ?” Lastri menawarkan.

    “Air putih saja…., minuman-minuman berwarna sudah lama kakek tinggalkan.” Jawab kakek Afandi.

    “Waaah, pantesan kakek masih tetap kelihatan bugar.” Puji Afif.

    “Tunggu sebentar ya, kek. Saya ambilkan airnya dulu.” Ucap Lastri sambil bergegas menuju dapur.

    Ketika itu di depan rumah terdengar sebuah sepeda motor masuk. Beberapa saat kemudian seorang gadis cantik masuk. Dia adalah Lestari anak pertama dari Lastri dan Afif.

    “Assalamu alaikum !” Ucap Lestari setelah berada di depan pintu yang masih terbuka.

    “Wa alaikum salam !” Ucap Afif dan Kakek Afandi bersamaan.

    Lestari langsung mendekat dan menyalami Afif, dan kakek Afandi.

    “Ini anak pertama kamu ?” Tanya kakek Afandi ketika Lestari menyalaminya.

    “Iya, kek,”

    “Udah gede, ternyata.”

    “Tari.., kakek ini, tetangga ibu kamu waktu di kampung dulu.” Afif mengenalkan Kakek Afandi kepada anaknya.

    “Ooh…, ini kakek Afif ?” Tanya Lestari

    “Iya…” Jawab kakek Afandi sambil menganggukan kepalanya.

    “Kamu sudah kenal ?” Tanya Afif

    “Ibu pernah bercerita tentang kebaikan kakek Afandi.” Jawab Lestari. “Saya ke dalam dulu, ya kek !” Lanjutnya.

    “Silahkan …!” Kata kakek Afandi.

    “Kek…! Insya Allah, tanggal lima bulan depan, anak saya mau menikah.”

    “Lestari mau nikah ?” Kakek Afandi terlihat kaget mendengar kabar tersebut.

    “Iya..”

    “Alhamdulillah….” Ucapnya menutupi keterkejutannya. Dalam hatinya dia berkata : “Hampir aku terlambat.”

    Saat itu Lastri datang dari dapur dengan membawa baki berisikan air putih dan kopi dan piring berisikan beberapa potong kue, untuk kakek Afandi dan suaminya. “Silahkan diminum airnya, kek !” Ucapnya setelah meletakkan gelas diatas meja.

    “Terima kasih….! ”Ucap kakek Afandi sambil  mengambil air tersebut, lalu meminumnya. “Lastri, Afif…., sebenarnya kedatangan kakek kesini, ada yang ingin kakek sampaikan kepada kalian.” Ucapnya lagi.

    “Tentang apa, kek ?” Tanya Afif

    “Tentang Lestari anakmu.”

    “Ada apa dengan anak saya kek ?” Tanya Afif dan Lastri hampir bersamaan.

    “Kakek dapat pesan dari almarhum bapak kamu Lasrti, setahun sebelum dia meninggal.”

    “Pesan… ?”

    “Iya…”

    “Pesan apa ?”

    “Kata beliau, kalau suatu saat Lestari menikah, jangan Afif yang menjadi wali nikahnya.”

    “Loh…., kenapa ? Saya kan orang tuanya … ?” Tanya Afif.

    “Kata beliau kamu hanya bapak biologis dari Lestari.” Kakek Afandi menuturkan perkataan almarhum orang tua Lastri.

    “Bapak biologis bagaimana ? Kami kan menikah secara sah ?” Nada suara Afif mulai meninggi.

    “Iya, kek. Orang-orang yang  menyaksikan pernikahan kami saat itu semuanya menyatakan  sah.” Lastri menguatkan perkataan suaminya.

    “Pernikahanya mungkin sah…, tapi….”

    “Kakek, jangan mengada-ada, kek.!”Suara Afif lebih tinggi lagi.

    “Kakek tidak mengada-ada, nak. Kakek hanya menyampaikan pesan almarhum mertuamu.” Ucap kakek Afandi dengan suara tenang.

    “Bapak  saya  tidak pernah ngomong apa-apa sama saya, kenapa malah ngomong sama kakek ?” Kali ini suara Lastripun mulai meninggi.

    “Tuuuh.., kakek dengar sendiri kan ?”Afif menguatkan.

    “Lastri…., saat kamu menikah dengan Afif, kamu dalam keadaan hamil, kan?” Tanya kakek masih dengan nada tetang tapi cukup memojokan buat Lastri.

    “I…, iya…, Tapi….. Apa masalahnya ? Orang lain juga banyak yang menikah dalam keadaan hamil.” Lastri mencoba membela diri.

    “Berapa bulan, kehamilanmu saat itu ?”

    “Enam bulan.”

    “Justru disitu masalahnya, Lastri.”

    “Kakek Afandi, kalau kehadiran kakek hanya untuk mengungkit-ungkit masa lalu kami, lebih baik kakek tinggalkan rumah kami.” Afif membangunkan kakek yang masih duduk. “Silahkan kakek keluar ….. ! Keluar dari rumah kami …. !” Usirnya sambil mengarahkan tangannya ke arah pintu.

    “Kamu ngusir saya ?” Tanya kakek Afandi

    “Iya, kami tidak mau acara kami kacau gara-gara kakek.”

    Sebelum meninggalkan ruangan itu kakek Afandi kembali menatap photo keluarga yang dipajang di atas dinding. “Widodo…., aku sudah sampaikan pesan kamu. Walaupun anak dan menantumu tidak mau menerima.” Ucapnya seolah-olah photo tersebut ikut hadir, dan mendengarkan perbincangan mereka.  “Ya Allah…., saya sudah menyampaikan.” Kali ini tatapannya beralih ke atas dengan tangan terangkat. Setelah itu dia menundukan kepala lalu berjalan menuju pintu. Tak terasa air matanya menetes mengiringi langkah kakinya.

    “Bapak, ibu…., ada apa ini. ? Kenapa dengan Kakek Afandi ?” Tanya Lestari yang tiba-tiba muncul.

    “Dia mau mengacaukan pernikahan kamu.” Kata Afif dengan ketus.

    “Kakek….!” Teriak Lestari sambil mengejar kakek yang baru sampai ke depan pintu. “Apa benar apa yang dikatakan orang tua saya, kek ?” Tanyanya setelah berada di depan kakek Afandi.

    “Tari….! Kembali kamu !” Teriak Afif/

    Kakek Afandi memandang Lestari yang nampak bingung. Dia belum tahu apa duduk persoalannya. “Kakek hanya menyampaikan pesan almarhum kakek kamu, nak.” Ucap kakek Afandi.

    “Pesan apa ?” Tanya Lestari

    “Tari, sebaiknya kamu tidak usah tahu ! Karena ini hanya akan menyakiti perasaan kamu” Afif menghampiri dan menarik tangan Lestari. “ Heh kakek tua, cepat kamu tinggalkan rumah ini, sebelum aku bertindak lebih kasar kepadamu !” Lanjutnya dengan nada mengancam.

    “Aku akan pulang…, tapi pada saatnya nanti, aku akan kembali.” Kakek Afandi Pun mengancam Permisi … !” Dia langsung melangkah kakinya, pergi meninggalkan mereka.

    “Kakek…!” Lestari berusaha untuk mengejar, tapi Afif menghalanginya.

    “Tari … ! Biarkan dia pergi !” Kata Afif

    “Ini sebenarnya ada apa ? Kenapa Bapak dan ibu mengusir dia ?” Tanya tari sambil memandang kedua orang tuanya.

    “Tadi bapak sudah katakan, kalau dia akan merusak pernikahan kamu.” Ujar Afif dengan nada yang masih tinggi.

    “Iya…, tapi…”

    “Tari…., suasana lagi panas. Ibu khawatir kamu kena damprat  bapak kamu. Sekarang kamu masuk dulu ke kamar, ya. Nanti kalau suasananya sudah dingin nanti kita bicara.” Lastri menawarkan solusi.

    “Saya sangat kecewa atas perlakuan  bapak dan ibu terhadap kakek Afandi.” Ucap lestari dengan roman muka cemberut, lalu dia hengkang meninggalkan kedua orang tuanya.

    Di dalam kamar Lestari langsung mengambil handphone, dan langsung menelpon Komarudin, calon suaminya.

    “Assalamu alaikum !” Ucap Lestari setelah terhubung.

    “Wa alaikum salam ! Ada apa, Tari……..,? ”Tanya Komarudin.

    “Bang…., bisa bantu tari ga ?”

    “Bantu apaan ?”

    “Nyari rumah seseorang.”

    “Di daerah mana ?”

    “Di sekitar kelurahan Pakansari.”

    “Pakansari Cibinong ?”

    “Iya…”

    “Kapan….?”

    “Besok…, bisa kan ?”

    “Ya sudah…, sekalian saja kita ke percetakan untuk mengambil undangan.”

    “Ditunggu di tempat biasa, ya !”

    “Siap, nona cantik !”

    “Assalamu alaikum !”

    “Wa alaikum salam !”

    Sementara Afif masih berada di ruang tamu ditemani istrinya. Dia merasa sangat kecewa dengan kehadiran kakek Afandi. Raut muka masih tampak merah, tanganya mengepal, dan tubuhnya pun ikut memanas.

    “Kita harus cari cara, agar si Tua bangka itu, tidak merusak pernikahan anak kita.” Ucap Afif pada istrinya.

    “Kenapa tidak kita laksanakan saja pesan almarhum bapak ?”

    “Kamu yakin itu pesan Bapak …. ?” Mata Afif membelalak pada istrinya. “Lagi pula…., apa kata orang kalau aku tidak menjadi wali dalam pernikahan Lestari ?” Lanjutnya dengan nada kesal atas ucapan isterinya.

    “Ya udah …, itu sih terserah bapak saja.” Ucap Lastri sambil membereskan gelas dan piring, lalu membawanya ke belakang.

    Keesokan harinya Lestari dan Komarudin pergi ke kelurahan Pakansari, untuk mencari rumah kakek Afandi.   Atas bantuan seorang tukang ojek pengkolan, akhirnya mereka sampai ke rumah sederhana milik kakek Afandi.

    “Assalamu alaikum !” Ucap Lestari setelah berada di depan pintu rumah kakek Afandi.

    “Wa alaikum salam !” Jawab kakek Afandi sambil membukakan pintu. “Eu…, kamu anaknya Afif dan Lastri,    kan ?”  Tanyanya setelah pintu terbuka.

    “Iya, kek. Dan ini Komarudin, calon suami saya.” Jawab Lestari sambil mengarahkan telapak tangan nya ke arah Komarudin.

    “Iya, iya … “ Ucap Kakek Afandi sambil mengangguk-anggukan kepala. “Silahkan masuk !” Lanjutnya.

    Lestari dan Komarudin memasuki rumah kakek Afandi yang sedikit kurang terurus, karena dia hidup hanya seorang diri, istrinya sudah meninggal, sementara kedua anak perempuanya mengikuti suami mereka ke luar kota.

    “Kek…., kedatangan saya kesini, mau minta maaf sama kakek atas perlakuan kedua orang tua saya. Yang kedua, saya ingin mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Kenapa kedua orang tua saya menjadi tidak nyaman dengan kehadiran kakek di rumah kami ?” Lestari memulai pembicaraan, setelah mereka duduk.

    “Begini nak…,Widodo kakekmu pernah berpesan sama saya, kalau suatu saat nanti kamu menikah, jangan sampai Afif menjadi wali dalam pernikahan kamu.”

    “Kenapa ?”

    “Menurut dia, Kamu termasuk anak biologisnya  Afif.

    “Anak biologis ? Apa itu anak biologis ?”

    “Kakek tidak tahu. Tapi…., menurut Kakek kamu kalau Afif menjadi wali kamu, pernikahanya tidak akan sah.

    “Bang…., kamu bisa jelaskan ?” Lestari bertanya pada Komarudin.

    “Setahu saya…., anak biologis itu adalah anak hasil hubungan di luar nikah. Tapi kita coba telpon guru ngaji di tempat kerja saya. Barangkali beliau bisa menjelaskan.” Jawab Komarudin sambil mengeluarkan handphone di sakunya.

    “Assalamualaikum, pak Ustadz !” Ucapnya setelah terhubung dengan nomor ustadz Hamdi yang setiap sebulan sekali mengisi pengajian di perusahaan tempat komarudin bekerja.

    “Wa alaikum salam ! Tumben jam segini nelpon, ngajak video call an lagi.” Ucap ustadz Hamdi dengan senyuman khasnya.

    “Ada yang ingin saya tanyakan, ustadz.”

    “Oh…., mengenai apa ?”

    “Anak biologis itu, apa ya ustadz ?” Komaarudin mulai mengajukan pertanyaan

    “Anak biologis itu adalah anak yang lahir hasil hubungan diluar nikah, kalau bahasa anak sekarang mah tek dung.”

    “Maksudnya  hamil sebelum menikah.?”

    “Iya…”

    “Bagaimana hukum menikah, jika  perempuanya dalam kondisi hamil ?”

    “Menurut Imam Syafi’i selama syarat dan rukunnya terpenuhi, pernikahanya  tetap sah. Tapi kalau menurut Imam Malik pernikahanya tidak sah, karena hukum menikah dalam kondisi hamil adalah haram.”

    “Terus…., yang kita pegang pendapat siapa ?”

    “Karena mayoritas umat Islam di Indonesia bermazhab Syafi’i, maka kita pegang pendapat Imam Syafi’i.”

    “Jadi sah, menikah dalam kondisi hamil ?”

    “Iya…”

    “Apa pernikahanya perlu diulang jika anaknya sudah lahir.

    “Kalau pernikahan itu sudah dianggap sah, maka tidak perlu melakukan pernikahan ulang.”

    “Terus…., bagaimana status anak yang lahir dari hubungan diluar nikah ?”

    “Kalau anak itu lahir diatas 6 bulan atau 180 hari setelah akad pernikahan ibu bapanya, maka anak tersebut sah menjadi anak bapak dan ibunya .  Kalau anak itu lahir dibawah 6 bulan atau 180 setelah akan pernikahan ibu bapaknya, maka anak tersebut hanya bisa dinisbatkan kepada ibunya. Konsekuensinya, kalau anak itu berjenis kelamin perempuan, maka bapaknya tidak berhak menjadi wali  ketika anak tersebut mau menikah. Konsekuensi lain, dia tidak punya hak waris atas harta yang ditinggalkan oleh bapak biologisnya. Dia hanya bisa mendapatkan warisan dari ibunya.” Ustadz Hamdi menjelaskan dengan panjang lebar. 

    “Bagaimana, jelas ?” Tanya ustadz Hamdi setelah beberapa saat dia memberikan kesempatan berpikir mengenai apa yang telah dijelaskanya.

    “Kalau boleh saya simpulkan pernikahan dengan kondisi kehamilan 4 bulan kebawah, anaknya menjadi anak yang sah. Pernikahan dengan kondisi kehamilan  4 bulan keatas, anaknya menjadi anak yang tidak sah alias anak biologis.” Jelas Komarudin

    “Iya…., betul. Itu kesimpulan yang tepat.”

    “ Terima kasih atas penjelasanya ustadz !”

    “Sama-sama.”

    “Assalamu alaikum !”

    “Wa alaikum salam !”

    “Setahu kakek, kamu lahir tiga bulan setelah bapak dan ibumu menikah.” Ucap kakek Afandi setelah Komarudin menutup teleponnya.

    “Jadi ….. ? Saya termasuk anak biologis ?”

    “Iya….. sesuai dengan yang disampaikan almarhum kakek kamu.” Kakek Afandi mengiyakan.

    “Bang…, Gimana ini ?” Lestari memandang Komarudin dengan raut muka merah dengan mata berkaca-kaca. Dia mulai kekhawatir Komarudin akan berubah pikiran setelah tahu masalah yang menimpanya.

    “Tari …., dalam hal ini, kamu tidak bersalah. Kamu tidak usah khawatir aku akan tetap menikahimu.” Komarudin mengerti apa yang dikhawatirkan calon istrinya.

    “Terima kasih atas kesetiaan nya, bang. Saya sangat khawatir abang berubah pendirian.” Lestari menangis bahagia dan haru atas jawaban dari calon suaminya, kalau tidak malu sama Kakek Afandi, mungkin dia sudah menjatuhkan dirinya ke pelukan Komarudin.

    “Kek…, pak Afif kan bersikeras ingin jadi walinya Tari. Kalau dibiarkan, pernikahan kami nantinya jadi tidak sah, Apa kakek ada saran ?” Tanya Komarudin di tengah isak tangis bahagia Lestari.

    “Saran kakek, kalian datang ke KUA, sebelum pesta pernikahan kalian. Sampaikan  kejadian sebenarnya… ! Setelah itu kalian minta dinikahkan dengan wali hakim. Di tanggal pernikahan yang sudah ditentukan, acara akan nikah tetap dilakukan dengan wali dia. Saya yakin kerahasiaanya akan terjaga.” Kakek Afandi memberikan saran.

    “Bagaimana Tari…., kamu setuju ?” Tanya Komarudin pada Lestari.

    Lestari menganggukan kepala tanda setuju. Dia menatap Kakek Afandi. “Kakek, terima kasih atas saranya ….!  Setelah itu dia menatap Komarudin. “Bang Komar…, terima kasih atas kesetiaannya untuk tetap menikahi saya, meski telah tahu siapa saya sebenarnya !” Dan dia pun kembali menangis, dengan makna tangisan yang hanya dia yang tahu.

     

     

    Kreator : Baenuri

    Bagikan ke

    Comment Closed: Anak Biologis

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021