Seekor induk ayam tengah mengerami telur-telurnya di semak-semak kebun yang terletak tidak jauh dari hutan. Sedikit curiga dengan penampakan satu telur yang berbeda dengan telur-telur lainnya, tetapi tidak terlalu panjang tanya, induk ayam dengan penuh kasih dan harapan, mengerami telur-telur itu hingga 21 hari kemudian satu persatu telur-telur itu menetas.
Benar saja, dari semua yang menetas, ada satu anak yang terlihat berbeda. Anak-anak lain terlihat berwarna kuning keemasan dan lebih kecil, tetapi satu anak berwarna coklat agak gelap dan sedikit lebih besar dari anak ayam lainnya. Paruhnya juga berbeda, ujungnya terlihat sedikit melengkung dan lebih tajam dibanding paruh anak ayam lainnya. Tetapi induk ayam tidak terlalu jauh memikirkan perbedaan-perbedaan itu, ia tidak membeda-bedakan anak-anak yang diasuhnya, dan mengajak anak-anaknya mencari makan di kebun dengan riang gembira. Ya… anak berwarna coklat itu adalah anak elang, yang secara tidak sengaja telurnya jatuh ke tempat ayam mengerami telurnya, Ia adalah anak elang.
Beberapa saat kemudian, terlihat sesuatu melayang di udara dengan indahnya. Anak elang menatap dengan penuh kekaguman.
“Ibu.. Ibu.. Lihatlah betapa gagahnya dia terbang! aku ingin terbang seperti itu!” kata anak elang itu. Matanya tidak henti menatap ke langit.
“Hus! kamu adalah anak ayam. Mana mungkin anak ayam dapat terbang seperti itu. Dia itu elang, sedangkan kita adalah ayam. Kalau ayam ya.. tetap akan menjadi ayam, mencari makan di atas tanah!” demikian timpal induk ayam.
Demikianlah hari demi hari berlalu. Setiap kali anak elang melihat elang terbang dengan gagah, dan mengemukakan cita-cita dan harapannya agar bisa terbang seperti elang yang dilihatnya itu, setiap kali itu juga induk ayam mengatakan bahwa anak ayam tidak mungkin menjadi elang, sehingga semakin tertanam dalam pikirannya bahwa ia adalah anak ayam yang tidak mungkin dapat terbang. Dikubur lah dalam-dalam segala cita-cita dan harapannya.
Ketika suatu hari ia melihat kembali elang terbang di angkasa meliuk-liuk dengan indahnya, ia tidak lagi menghiraukan dan tidak lagi berharap sesuatu yang mustahil menurut induk ayam yang mengasuhnya. Anak elang kini telah menjadi anak ayam yang taat dan patuh pada induknya, mencakar-cakar mencari makan di atas tanah, walaupun dengan susah payah, toh semua dapat ia lalui bersama anak-anak ayam lainnya.
Apa yang dialami anak elang, bisa jadi ada dalam kehidupan. Anak-anak yang pada dasarnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi, kemampuan untuk mengekspresikan dirinya, potensi untuk berkembang secara optimal, kemudian menjadi anak yang biasa-biasa saja, karena diasuh oleh orang dewasa di sekitarnya yang meyakinkan bahwa menggapai sesuatu yang lebih tinggi adalah hal yang tidak mungkin.
Demikian pula anak-anak yang orang tuanya adalah orang-orang hebat, memiliki pekerjaan yang luar biasa menyibukkan sehingga menitipkan anaknya dalam pengasuhan pembantu yang belum tentu memiliki pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, atau diasuh oleh gadget dengan tujuan agar anteng dan tidak mengganggu kesibukan orang tuanya, tentu nasibnya seperti anak elang yang malang itu. Nyatanya, anak elang seharusnya diasuh oleh induk elang, anak manusia hendaknya diasuh oleh manusia, bukan yang lain.
Kreator : Iis Rodiah
Comment Closed: ANAK ELANG DALAM ASUHAN AYAM
Sorry, comment are closed for this post.