Penulis : Aprilia Dwi Lestari (Member KMO Alineaku)
Kisah ini kulalui selama aku menjadi seorang guru pada salah satu lembaga swasta Pendidikan Anak Usia Dini. Aku yang berlatar belakang pendidikan non keguruan dipaksa oleh keadaan untuk menjadi pendidik anak usia dini. Aku belajar dari rekan kerja yang sudah lebih pengalaman di bidang tersebut, Bu Fajri namanya. Parasnya yang cantik, terbuka pikiran dan wawasannya membuatku tak sungkan untuk terus bertanya dan belajar darinya. Apa yang ia jawab dan ilmu yang ia berikan, selalu memotivasiku untuk terus semangat menghadapi anak – anak. Apalagi aku yang tak begitu suka dengan anak – anak, menghadapinya begitu berat.
Berjalannya waktu dan aku terus belajar, terus praktik di lapangan banyak perubahan yang aku rasakan. Pikiranku lebih terbuka, wawasanku makin luas, bahkan kasih sayangku dengan anak – anak makin merasa tulus. Aku dipaksa menjadi seorang ibu untuk mereka dengan statusku yang masih single. Dari anak – anak itu aku banyak belajar bagaimana menjadi sosok yang membuatnya nyaman dan bahagia. Tak hanya itu, aku pun belajar dari beberapa kritikan orang tua mereka. Dari kritikan tersebut aku terus memperbaiki diri dan kinerjaku.
Banyak hal yang aku dapatkan dan kebahagiaan yang aku rasakan bersama mereka. Setiap tatapan anak – anak yang datang masuk kelas, ada harap bahagia dan masa depan yang cerah. Mereka adalah penerus bangsa yang akan menjadi apa seperti yang kita bentuk. Aku belajar bagaimana parenting yang baik, belajar psikologi anak dan belajar hal baru yang aku pun belum pernah belajar di bangku kuliah.
Setiap kali aku akan masuk kelas aku selalu berpikiran “bisa ngga ya?”. Ternyata ya bisa, aku keluar dan anak – anak pun merasa senang. Aku seneng banget bisa ada di bagian hidup mereka. Artinya hidupku itu bermakna untuk mereka. Bahkan awal masuk, aku diberi tugas untuk mengampu anak SD kelas 4. Pada saat itu masih pandemi covid sehingga sekolah masih online. Inget banget saat itu aku mengajari Matematika SD dimana anak itu sama sekali nggak tau namanya perkalian. Bayangin aja si gimana beratnya aku, tapi kucoba terus pakai cara belajarku. Dan alhamdulillah, satu semester dia belajar denganku, progresnya luar biasa. Dia selalu menonjol di kelas dalam hal Matematika. Dalam proses belajar aku selalu menyisipkan pendidikan Agama dengan sering berpesan untuk sholat. Anak itu pun mengikuti dan selalu menurut apa kataku. Dari situ sungguh hatiku merasa “Ya ampun aku segitu berartinya untuk anak ini” padahal di rumah, di pertemanan aku sama sekali seperti tak ada peran.
Tak hanya belajar dari anak – anak, aku pun belajar dari orang tua anak – anak itu. Dari ibu – ibu yang luar biasa sikapnya dan macam – macam karakternya. Aku seperti bercermin, aku mau jadi orang tua seperti siapa ya? Ada tipe orang tua yang sangat perhatian dengan anaknya. Seluruh waktuya diberikan untuk anaknya, selalu mendampingi proses belajarnya dan detail waktu anaknya. Aku salut dengan orang tua yang seperti itu. Ayahnya bekerja, setiap sore pulang dan menghabiskan waktu bersama anak. Mereka pasangan suami istri yang kompak sekali dalam mendidik anak. Kata – katanya selalu baik dan halus. Mengaku salah dan minta maaf pada anaknya jika memang ibunya salah. Dengan orang tua yang seperti itu, anak pun menjadi pribadi yang baik, penyayang, pemaaf dan progres belajarnya bagus. Nyatanya benar si, anak adalah apa yang orang tuanya bentuk.
Dari yang baik, ada juga karakter orang tua yang membuat mentalku juga terganggu. Kata – katanya yang kadang kasar, negatif dan pesimis itu membawa pengaruh juga buatku. Aku jadi tak nyaman jika harus berhadapan dengan orang tua seperti itu. Mereka yang seperti itu pun memberi aku banyak belajar. Aku jadi tahu jangan sampai aku seperti itu. Hal itu tidak pantas jika harus ditiru untuk anakku nantinya. Pernah sekali aku mendengar orang tua membentak anaknya begitu keras. Saat itu aku langsung kaget dan takut banget. Selama ini aku belum pernah dibentak sekeras itu oleh bapak dan ibuku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hati anak itu jika terus – terusan mendengar orang itu. Apakah ia bahagia?
Asalkan kita tahu bahwa perlakuan orang tua terhadap anak adalah investasi di masa tua nanti. Mereka akan memperlakukan orang tuanya seperti yang ia terima di saat kecil. Aku banyak belajar dari kehidupan mereka. Aku membaca beberapa buku parenting dan psikologi anak. Benar memang semakin kita belajar maka akan semakin merasa bodoh. Ini yang saya hadapi. Belajar banyak hal baru. Belajar menjadi ibu dan orang tua. Aku seorang gadis yang memiliki banyak anak dengan berbagai karakter ibu. Luar biasa. Aku bisa.
Hal kecil yang aku hadapi ketika anak menangis. Menangis memang menjadi senjata paling ampuh ketika tidak bisa mendapatkan apa yang anak mau. Bahkan orang dewasa pun akan menangis jika ia mengalami hal yang paling terpuruk. Ternyata siapapun yang menangis jangan pernah tanya “kenapa?’ karena pertanyaan itu akan membuatnya semakin terpuruk dan sedih. Ia akan ingat lagi tentang hal yang membuatnya menangis. tapi kita sikapi dengan dengan membuat si anak tenang. Bahwa ada kita di dekatnya, kita peluk erat bahwa kita ada untuk dia. Dengan begitu anak akan menjadi tenang dan berangsur membaik tidak lagi menangis. Beberapa anak juga sering menangis karena sikapku atau kata – kataku yang membuat anak takut. Awal masuk aku sering banget membuat anak menjadi menangis. sekarang juga masih si hehe. Tapi tidak hanya membuat menangis kok, aku juga bertanggung jawab untuk mengembalikan mood anak setelah menangis dengan caraku yang bagi mereka nyaman dan tenang.
Belajar hidup ternyata asik juga ya, tidak hanya di bangku kuliah atau pesantren saja yang hanya banyak teori. Nyatanya praktek lebih sulit dan menghadapi keadaan yang sebelumnya belum pernah aku hadapi memang berat si. Aku bersyukur banget bisa dipertemukan dengan orang – orang baik. rekan kerja yang selalu memahami dan selalu membuat suasana ramai, orang tua yang berbagai macam serta anak – anak polos yang bahagia. Aku senang dengan dunia itu, aku merasa berguna dan berarti untuk mereka. Karena aku sadar, hidupku tidak hanya tentang aku saja. Melainkan bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Bukankah itu yang menjadi sebaik – baiknya manusia? Yang bermanfaat untuk orang lain. Aku sedang belajar menjadi bermanfaat untuk orang lain. Kelak nanti aku akan menjadi ibu yang membahagiakan untuk anak – anakku.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku,
isi naskah sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.”
Comment Closed: Anak Seorang Gadis
Sorry, comment are closed for this post.