KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Anak Yang Istimewa

    Anak Yang Istimewa

    BY 28 Mei 2025 Dilihat: 47 kali
    Anak Yang Istimewa_alineaku

    SEKELUMIT KISAH DARI ORANG BIASA 

    Sebagai seorang perawat, aku bekerja membantu suamiku yang seorang guru untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. Sebagai keluarga yang baru berumah tangga, aku masih harus banyak belajar menata kehidupan dari keuangan, mengasuh anak sampai bersosialisasi dengan tetangga. 

    Kami mengontrak rumah sederhana yang cukup untuk kami tinggali berempat tanpa pembantu. Sebagai pegawai rumah sakit, aku minta dinas sore saja sehingga dapat bergantian dengan suamiku menjaga anak. Sampai anakku usia sekolah, barulah ada yang membantu dari keluargaku sendiri, sehingga agak berkuranglah kerepotan kami.

    Di usia anak keduaku yang keenam tahun, dia belum bisa bicara, hanya menggunakan huruf hidup semua, namun kami sebagai keluarga dapat berkomunikasi dengannya. Dia dapat mengajukan kemauannya dan kami pun mengerti maksudnya. Karena dia belum bisa sekolah, kami ajarkan kepadanya membaca dan menulis di rumah. Dia kubelikan huruf dan angka yang terbuat dari plastik. Setiap hari kami mengajar secara bergantian. Sehingga, walaupun dia belum sekolah, namun sudah bisa membaca dan menulis. 

    Ketika dia berusia tujuh tahun, barulah lancar bicaranya dan kami masukkan ke sekolah dasar di dekat rumah. Gurunya terheran-heran melihat anakku ini yang kemarin belum bisa bicara dengan benar, ketika sekolah dia selalu mendapat ranking satu. Semua ini karena kami membantu mengajarinya di rumah. 

    Setelah anakku duduk di bangku sekolah menengah atas, gurunya merekomendasikan anakku untuk masuk fakultas kedokteran atau keguruan. Dia bertanya kepadaku bagusnya kemana. Ku katakan padanya terserah dia minatnya kemana, aku tak ingin memaksanya. Kemudian, dia kumasukkan ke bimbingan belajar untuk menghadapi tes masuk perguruan tinggi. 

    Setelah enam bulan dia bimbel, tibalah untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Dia mengambil dua pilihan. Yang pertama fakultas kedokteran, yang kedua teknik, karena menurut pembimbingnya dapat dipastikan dia lulus untuk teknik. Ketika pengumuman keluar, seorang temannya menelepon mengatakan kalau dia lulus di fakultas kedokteran. Setengah tidak percaya kemudian dia membeli koran hari itu dan ternyata benar dia lulus di fakultas kedokteran, tak terkirakan gembiranya kami saat itu. 

    Tiba saatnya pendaftaran, kami mengantarnya ke fakultas yang kebetulan berada di luar kota. Ketika diberikan daftar biaya untuk masuk fakultas tersebut, barulah kami menyadari kalau sebenarnya tidak cukup uang kami untuk mendaftar. Suamiku membuat permohonan kepada admin fakultas bila ada kemungkinan solusi untuk anak kami. Mereka mengatakan bisa dicicil selama satu tahun, guna meringankan beban biaya. Jangan sampai hanya karena uang, anak tidak dapat masuk ke fakultas ini. 

    Alhamdulillah, satu masalah sudah selesai. Begitu akan beli buku-buku kedokteran yang memang harganya mahal, lagi-lagi kami putar otak. Untuk menghemat biaya, maka anak kami suruh untuk fotokopi saja.

    Karena fakultas ini di luar kota, terpaksa kami mencari kos yang murah untuk anak kami. Seharian mencari, akhirnya kami mendapatkan sebuah rumah yang kamarnya disewakan untuk anak kuliah. Kebetulan tempatnya dekat dengan kampus, sehingga tak perlu ongkos lagi untuk pergi kuliah. Ternyata, kalau kita bersama-sama sepakat untuk mencari solusi dalam keadaan yang mepet, ada saja pertolongan Tuhan. Karena itu, kami selalu berusaha dan berdoa agar dilancarkan dan dimudahkan urusan dunia dan akhirat.

    Selama seminggu kami menemaninya di tempat kos. Ketika kami akan pulang, anak kami menangis. 

    “Aku takut,” katanya.

    Di situ dia ku beri ultimatum. Kalau memang mau menuntut ilmu, harus mandiri dan kuat. Kalau tidak, ayo pulang bersama kami, tak perlulah kuliah.

    Akhirnya, dengan berat hati, dia melepaskan kami.

    “Kalau ada masalah, telepon saja Mama.” Kataku.

    Semester keempat, dia menelponku. Katanya, ada seorang dosen yang mengajar menggunakan Bahasa Inggris. Terpaksa anak kami mengambil kursus, dan aku pun berusaha berhemat, mengatur ulang keuangan—yang tidak terlalu penting di pending dulu.

    Singkat cerita, setelah enam tahun, selesailah kuliahnya dan ia mendapat gelar dokter. Betapa leganya hati ini. Tinggal mencari kerja lagi.

    Pertama, ia bekerja di klinik swasta sambil mengajukan permohonan untuk menjadi dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap). Setelah SK-nya keluar, ia ditempatkan di daerah terpencil. Tidak apa-apa, yang penting mengabdi dulu sambil menambah pengalaman.

    Setahun sebagai dokter PTT, ia pun diangkat menjadi pegawai negeri sipil, karena waktu itu daerah kami memang sangat membutuhkan tenaga dokter.

    Demikianlah sekilas pengalamanku dalam membantu anak mencapai cita-citanya. Man jadda wajada — siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil.

     

     

    Kreator : Dewi Yusnani

    Bagikan ke

    Comment Closed: Anak Yang Istimewa

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021