KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Angin, Hujan dan Kelasku (Chapter 8)

    Angin, Hujan dan Kelasku (Chapter 8)

    BY 29 Jul 2025 Dilihat: 21 kali
    Angin, Hujan dan Kelasku_alineaku

    Banyak orang berpikir, mengajar di desa itu hanya soal murid-murid yang polos, suasana yang tenang, dan guru yang penuh pengabdian. Tapi tak banyak yang tahu, di balik kisah manis itu, ada cerita tentang ruang-ruang kelas yang bahkan tak layak disebut kelas.

    Aku pernah mengajar di sebuah sekolah filial, di ruangan tanpa jendela, tanpa pintu, bahkan tanpa lantai semen. Hanya bangunan sederhana berdinding batako, sebagian terbuka, dan beratap seng. Saat musim kemarau, debu beterbangan di dalam ruangan, memenuhi udara, menempel di rambut, menutup lubang hidung, membuat tenggorokan terasa gatal dan mata terus berkedip.

    Setiap kali angin bertiup, debu halus masuk leluasa, membuat suasana belajar penuh tantangan. Anak-anak SD yang duduk di bangku kayu seadanya, sering kali harus menutup hidung dengan tangan atau potongan kain kecil. Rambut mereka kusut dan kering, wajah berdebu, dan seragam putih yang dikenakan pun perlahan berubah warna menjadi krem kusam.

    Aku pun tak luput. Hidungku hitam oleh debu, tenggorokan terasa gatal, suara mulai serak, dan mata perih harus terus sering berkedip. Mengajar di kelas seperti ini bukan hanya butuh tenaga, tapi juga kesabaran dan stamina ekstra.

    Namun, meski kondisi kelas jauh dari kata layak, semangat anak-anak di sana tak pernah luntur. Mereka tetap tertawa, tetap antusias menjawab pertanyaan, meski harus berkali-kali menyeka keringat dan debu di wajah.

    Aku pernah bertanya pada mereka, “Anak-anak, panas nggak di kelas?” Salah satu anak menjawab polos, “Panas, Bu. Tapi kalau di rumah, nggak bisa baca sama nulis.”

    Kalimat sederhana itu seperti hantaman lembut di dadaku. Membuatku diam sejenak, lalu tersenyum. Di tengah segala keterbatasan, mereka tetap memilih bertahan, belajar di kelas berdebu, tanpa jendela, pintu, atau lantai yang nyaman.

    Lain ceritanya saat musim penghujan. Kalau hujan hanya gerimis, kegiatan belajar masih bisa berjalan, meskipun suara gemericik air di atap seng membuat kami harus berbicara lebih keras. Tapi kalau hujan deras disertai angin kencang, ruangan kelas ini seketika berubah seperti latar film horor.

    Air hujan masuk dari dinding yang terbuka. Lantai tanah menjadi becek, genangan air berkumpul di sudut-sudut ruangan. Suara hujan di atap bocor, disertai angin menderu dan sesekali petir menggelegar, membuat suasana benar-benar mencekam.

    Aku masih ingat saat petir menyambar cukup dekat, anak-anak sontak berteriak. Ada yang lari ke arahku, ada yang menutup telinga, bahkan ada yang bersembunyi di bawah meja kayu tua.

    Suara instruksi tak terdengar. Di saat seperti itu, pelajaran biasanya dihentikan. Kami alihkan dengan menyanyi bersama, bermain tebak-tebakan, atau mendengarkan dongeng agar suasana kembali hangat.

    “Bu, serem kayak di film horor ya,” celetuk seorang murid sambil tertawa canggung. Aku ikut tertawa kecil, berusaha menenangkan mereka, meskipun dalam hati ikut waswas.

    Di sekolah filial ini, memang tak ada kantin. Tak ada tempat membeli makanan atau minuman. Anak-anak biasanya belanja ke rumah-rumah warga sekitar, yang letaknya cukup jauh dari sekolah. Kadang harus turun ke lembah atau melewati jalan setapak di antara semak belukar.

    Begitu pun aku. Setiap hari hanya membawa tumblr berisi air minum satu liter. Tapi di tengah udara panas, debu, dan aktivitas mengajar, air itu tak pernah cukup hingga jam pulang tiba. Tenggorokan kering, suara serak, dan tenaga terkuras, tapi semua itu seperti terbayar oleh semangat anak-anak yang tak pernah redup.

    Meski berat, tak ada yang mengeluh. Wajah-wajah berdebu dan seragam yang penuh bercak tanah itu justru menyimpan ketangguhan yang jarang dimiliki anak-anak di tempat lain.

    Di balik ruang-ruang kelas tanpa jendela dan lantai tanah itu, ada anak-anak desa yang tetap setia datang ke sekolah meski harus menempuh jalan berbatu, berdebu, atau becek saat hujan. Ada semangat yang tak pernah padam, meski tubuh mereka kotor oleh debu dan baju berubah warna karena lumpur.

     

     

    Kreator : Kade Restika Dewi

    Bagikan ke

    Comment Closed: Angin, Hujan dan Kelasku (Chapter 8)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021