KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » ASA MENJADI NYATA (PART 1)

    ASA MENJADI NYATA (PART 1)

    BY 07 Jul 2024 Dilihat: 180 kali
    ASA MENJADI NYATA (PART 1)_alineaku

    Namaku Alya. Aku anak ke-7 dari 8 bersaudara. Ayahku seorang pedagang kaki lima yang suka mangkal di persimpangan jalan raya. Ibuku seorang ibu rumah tangga, juga suka membantu ayahku berjualan.

    Tidak ada satupun dari keluarga kami yang mengenyam perkuliahan. Karena kemampuan ekonomis kami memang tidak memungkinkan. Namun, walaupun begitu kami tidak pernah merasa kekurangan.

    Sejak usia SD saat aku ditanya guru tentang cita-cita. Dan, jawabanku adalah menjadi seorang guru. Yang ada di pikiranku saat itu, menjadi guru itu menyenangkan. Tiap hari bertemu dengan murid-murid. Sepertinya tidak ada beban, senyum terus.

    Hari terus berganti . Waktu pun terus bergulir. Minggu berganti bulan. Bulan pun berganti tahun sampailah aku ke tingkat SLTA. Dari sini aku mulai bingung. Aku ingin mewujudkan cita-citaku, tetapi harus bagaimana? Aku tidak mungkin meminta modal kuliah kepada orang tuaku.  Untuk melanjutkan ke tingkat SLTA saja harus menunggu satu tahun, sampai bangunan sekolah di desaku selesai.  Tapi, keinginan untuk melanjutkan kuliah masih terus membayang di ingatan. 

    Saatnya kelulusan SLTA. Aku pun mulai memikirkan bagaimana kelanjutan pendidikanku tanpa melibatkan modal dari orang tua. Seminggu dari kelulusan, aku diajak salah satu kakak untuk bekerja di perusahaan sepatu nike milik orang Korea, aku akan dititipkan kepada saudara iparku yang sudah duluan bekerja lebih dulu di sana, yang katanya akan lebih mudah jika sudah ada orang dalam. 

    Awalnya aku menolak sekaligus sedih. Yang aku inginkan kuliah bukan kuli, ah sungguh memilukan. Tapi apalah daya karena memang inilah nasibku dan perjalanan hidupku.

    Satu hari sebelum berangkat. Aku mulai packing baju yang hendak dikenakan saat melamar dan bekerja di sana. Namun, entah apa yang ada dalam pikiranku, aku membawa beberapa  buku pelajaran sekolah. Merasa yakin, kalau aku bakal kuliah di tempat perantauan . Yaitu kuliah sambil bekerja.

    “Ai, kenapa bawa buku-buku segala?” tanya ibuku keheranan. “Kamu itu mau bekerja atau mau belajar?”  tanyanya lagi.

    “Oh. Iya, ya, Mi! jawabku gugup. “ Tapi,… tidak apa-apa kan,  Mi, buat aku baca-baca nanti di sana kalau lagi sepi?” jelasku meyakinkan.

    Ibuku yang sudah senja usianya 70 tahun itu yang biasa aku panggil Umi mengangguk lemah. Ibuku terlihat pilu melihat kelakuanku.

    “Nak!” Umi tau kamu pengen kuliah,”  kalau Umi dan Bapak tidak melarang kamu untuk kuliah.” Uhuk, uhuk, sejenak ibuku terjeda sambil merapikan jilbab lusuhnya. “Kamu sendiri kan tau, Nak!” Bapakmu sekarang jualannya sepi,”  ujar ibuku pilu.

    “Sebagai orang tua, kami hanya mendoakan semoga apa yang kamu cita-citakan, Allah mengabulkan.” Aamiin…

    “Nuhun, Mi..!” ucapku sambil merangkul ibuku yang tubuhnya tinggal tulang yang hanya terbungkus kulit.

    ***

    Sudah satu bulan aku melamar, masih belum juga diterima. Bekalku sudah hampir habis. Pergi pagi pulang sore, layaknya karyawan saja.  Sayangnya , kemana-mana harus menenteng map biru yang berisi surat lamaran kerja. Namun, berkat kegigihannya, akhirnya aku diterima setelah mengikuti beberapa  tes interview dan mengisi soal.  

    Bismillah, dengan penuh semangat memulai aktivitas baru yang berbeda dari sebelumnya. Ternyata bekerja juga tidak seburuk yang aku bayangkan sebelumnya. Justru dengan bekerja aku menjadi banyak teman dan menambah pengalaman. Alhamdulillah aku dipertemukan dengan orang-orang yang baik. Jadi, walaupun kerjaannya cape, tapi aku merasa  betah karena lingkungannya sangat mendukung.

    Aku tinggal bersama teman sekampungku. Ngekos bareng dia. Namun, lama kelamaan aku juga mulai tidak enak. Karena ada bapaknya. Yang tentunya bukan satu muhrim denganku.  Dan, akhirnya aku memberanikan diri meminta izin untuk  pindah dan memilih ngekos sendiri, dengan begitu aku juga bisa mandiri dan lebih leluasa.

    Hampir empat tahun aku bekerja. Dan, aku mulai memikirkan apa yang sebenarnya aku inginkan. Akhirnya aku mencari informasi kepada teman satu pabrik yang sudah senior dan telah lebih dulu kuliah sambil bekerja, perihal bagaimana cara mengatur waktunya agar keduanya bisa dilakukan dengan lancar tanpa menghambat salah satunya.

    Sebelum masuk kuliah, aku diajak teman satu bagian untuk mengikuti pengajian mingguan. Bukan hanya itu aku juga mengikuti kursus komputer  agar tidak ketinggalan zaman, juga berlangganan buku bacaan  majalah tabloid islam.

    Kubuka majalah tabloidku, lembaran demi lembaran dan aku pun membacanya tidak ada yang terlewat satu halaman pun. Kemudian tertujulah pada iklan yang mempromosikan salah satu perkuliahan swasta yang lumayan dekat dengan kontrakan. Dan, sesuai dengan jurusan yang aku inginkan. Seperti ada jalan yang memberikan aku titik terang dan petunjuk.

    Suatu pagi aku memberanikan diri berangkat menuju kampus itu, melamar seorang diri tanpa ada yang menemani. Hanya bermodal nekad dan bertanya pada sopir angkot mengenai alamat kampus tersebut.

    Akhirnya, sampai juga pada tempat yang aku tuju. Begitu bahagianya aku saat itu, melihat kampus yang akan menjadi tempatku menimba ilmu. Bismillah, kuberanikan diri menemui TU (Tata Usaha) kampus itu. Selanjutnya berbincang-bincang mengenai administrasi dan aturan perkuliahannya, setelah dirasa cukup, aku pun pamit.

    Setelah aku diterima dan resmi menjadi mahasiswi di kampus itu. Aku merasa lega, dan inilah awal perjalananku untuk mewujudkan impian menjadi seorang  guru.

    Kumulai aktivitasku bukan hanya sebagai seorang buruh pabrik melainkan sebagai mahasiswi. Dengan begitu, aku harus pintar mengatur waktu, antara kuliah dengan bekerja. Kebetulan tempat aku bekerja memakai  sistem 3 shift: Pagi, siang dan malam.

    Aku mahasiswi regular atau kuliah karyawan. Dengan begitu harus menyesuaikan jam kerja agar tidak bentrok.  Saat kerja pagi aku masuk kuliah sore. Saat kerja siang aku masuk kuliah pagi. Dan, saat shift malam aku bisa kuliah pagi ataupun sore.

    Saat kerja pagi aku persiapkan membawa baju untuk ganti, karena  sepulang kerja langsung berangkat kuliah. Tidak terpikirkan untuk aku beristirahat, yang ada dipikiranku bagaimana caranya agar aku tidak telat sampai ke kampus. Perjalanan menuju  kampus dengan naik angkot. Terkadang kesorean dan ketinggalan jam kuliah karena jalanan macet. Dengan terpaksa aku harus mengikuti kuliah malam. Dan tentunya berbeda teman juga suasana.

    Pulang hampir senja, dengan perutku yang keroncongan melilit minta diisi nasi. Hanya cemilan saja saat di kampus sekadar pengganjal perut.

    Saat kerjaku masuk shift malam pulang pagi. Aku langsung berangkat ke kampus, rasa kantuk sudah tidak aku pedulikan lagi, yang penting aku harus belajar mengikuti perkuliahan. Rasa kantuk kulawan demi sebuah asa. Dan begitu seterusnya. Hingga sampailah pada hari yang kunantikan. Wisuda pun datang.

    Aku menghubungi keluargaku untuk menghadiri wisuda D- 3 jurusan PGSD.

     “Alhamdulillah … aku diwisuda, Mi, Pa…”

    “Alhamdulillah” secara bersamaan mereka pun mengucap syukur atas keberhasilanku. Dan, yang membuat mereka bangga. Karena aku lulus dan wisuda tanpa meminta dana dari keluarga. Tapi, walaupun begitu aku lulus dan lancar semua itu berkat do’a-do’a dari mereka terutama do’a seorang Ibu.

    Terima kasih, Ya Allah, semoga aku bisa mengemban amanah ini, bermanfaat bagi kehidupanku juga orang banyak. Dan yang terpenting, dapat mengangkat nama baik keluarga, yang dulu sempat terhina karena profesi Bapak sebagai  pedagang kaki lima.

    Bukan hanya itu kebahagiaanku. Setelah aku bergelar D3 aku masih saja menekuni profesiku sebagia buruh pabrik. Namun, selang beberapa bulan kelulusanku, aku mendapatkan surat dari kampus bahwa aku salah satu mahasiswi yang mendapatkan beasiswa. Dan, beasiswa itu tidak bisa di uangkan melainkan  harus melanjutkan kuliah kembali.

    Aku bimbang antara melanjutkan atau tidak, seandainya aku kena PHK (Putus Hubungan Kerja) bagaimana kelanjutan kuliahku? Karena walaupun kuliahnya gratis, tapi biaya hidup dan segala macam tetap saja membutuhkan dana. Belum lagi kostan yang setiap tahun harganya naik. Mau mencari kerja ke mana lagi? 

    Bismillah aku mantapkan hati dan mengambil beasiswa itu. Aku berpikir sangat disayangkan jika ini tidak diambil. Karena kesempatan tidak akan datang dua kali.  “Insya Allah, pasti ada jalannya,” gumamku.

    Akhirnya, aku menjalani perkuliahanku untuk mendapatkan gelar S1-PAI.

    Sebenarnya aku sudah mulai capek bekerja dan usiaku juga sudah tidak lagi muda, saatnya aku memikirkan menikah. Dan setiap aku pulang kampung pasti yang ditanyakan tetangga dan temanku masalah berumah tangga.

    “ Kapan kamu nikah?”

    “Udah punya calon belum?

    “Awas loh, jangan ngejomblo terus!”

    Karena memang, aku salah satu perempuan yang terlambat untuk membina rumah tangga. Kalau teman-temanku ada yang sudah mempunyai anak. Terkadang aku minder. Tapi apalah daya, karena belum ada jodoh dan aku juga belum lulus S1.

    Aku memang belum memikirkan masalah membina rumah tangga sebelum cita-citaku terwujud. Aku ingin sukses dulu dan ingin membuat orangtuaku bangga dengan keputusanku untuk kuliah. Ingin memperlihatkan inilah hasil dari sebuah usaha yang selama ini aku lakukan. Dan tentunya dengan segala do-a yang tidak pernah putus. Ternyata dimana ada kemauan di situ Allah memberikan banyak jalan. Tidak membuat putus harapan dengan keadaan ekonomi keluarga, tapi justru menambah semangat untuk meraih cita-cita. Kini aku percaya, perjuangan tidak akan menyalahi hasil. Walau di setiap perjuangan pasti membutuhkan banyak pengorbanan, dan semua itu bisa dilalui dengan kesabaran, tekad yang kuat dan tentunya selalu bersyukur di setiap pencapaian.

     

    Kreator : Ai Ilawati S.Pd.I.,GR

    Bagikan ke

    Comment Closed: ASA MENJADI NYATA (PART 1)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021