Pagi itu suasana cerah sumringah pancarkan kedamaian haqiqi. Langit bersih terang benderang bak laut terpantau dari angkasa. Sang surya memancarkan sinarnya menembus relung-relung nadi. Angin bertiup sepoi bisikkan nada halus menusuk lorong-lorong telinga membawa alunan musik usungkan irama-irama merdu bangkitkan ghirah jiwa-jiwa perkasa.
Setiap pasang mata silih berganti menoleh ke sini. Setiap pasang telinga silih berganti nikmati indahnya alunan musik yang bersumber dari sini. Di sini adalah tempat berkumpul bocil-bocil mungil yang masih lugu dan lucu serta polosnya secara alamiah. Didampingi seorang guru yang sudah banyak makan asam garam kehidupan. Bu Eni panggilan akrab untuknya.
Jarum jam telah menunjukkan pukul 07.00. Sesuai jadwal yang tertera di dinding bangunan mungil itu, sudah saatnya bel berbunyi. Bu Eni menekan tombol bel yang terpasang di samping pintu dan mematikan alunan musik yang bersumber dari sound tua yang terpasang di balik jendela.
Bocil-bocil yang sudah berdatangan sejak lima belas menit yang lalu itu menghentikan bermainnya. Dengan segera, mereka saling bergandengan tangan membentuk lingkaran.
“Kalau kau suka hati hentak kaki, kalau kau suka hati ayun tangan, kalau kau suka hati mari kita lakukan. kalau kau suka hati goyang pinggul.”
Suara mereka secara otomatis tanpa menunggu bu guru mengomando. Mereka tampak sudah terlatih sehingga sudah terbiasa demikian setiap harinya.
Suasana menjadi sepi. Hanya terdengar suara bocil-bocil yang bernyanyi sambil melingkar bergandengan tangan. Suara mereka semakin jelas. Tanpa ada iringan musik yang memenuhi ruang lingkup saat mereka bermain.
“Kalau kau suka hati bilang hore, kalau kau suka hati bilang alhamdulillah. Kalau kau suka hati mari kita lakukan. Kalau kau suka hati bilang subhanallah. Kalau kau suka hati bilang Allahu akbar. Kalau kau suka hati bilang aku anak hebat. Kalau kau suka hati bilang aku anak mandiri.”
Suara mereka bersama-sama terdengar kompak dan seru.
Usai mereka bermain dan circle time di luar kelas, bocil-bocil itu masuk kelas dan minum air putih dari tas masing-masing. Kemudian mereka duduk melingkar dan berdoa. Mengucapkan berbagai macam bacaan doa dan hafalan yang selalu dibaca setiap hari menjadi ritual wajib yang harus dilalui diantara rangkaian doa-doa.
Setelah selesai mengucapkan rangkaian doa dan melafalkan hafalan surat pendek, sampailah mereka pada hafalan asmaul husna.
Kali ini ibu guru mengajak bocil-bocil itu menghafalkan asmaul husna satu persatu. Secara bergantian dan berurutan mereka dilatih melafalkan asmaul husna per-suku kata dan per-kata. Maklumlah bocil-bocil itu masih asing dengan istilah-istilah atau kosa kata baru. Diantara mereka ada yang memerlukan bimbingan dengan penuh kesabaran dan penuh ketelatenan serta penuh energi ekstra untuk mengajari mereka bisa melafalkan dengan jelas dan benar.
Setelah bergilir satu demi satu, sampailah pada giliran Xena. Gadis kecil mungil itu dipanggil untuk mendekat maju ke depan bu guru.
Setelah Xena sudah berada di depan guru, kemudian bu guru mengajak anak yang lain untuk diam, menyimak, dan memperhatikan Xena melafalkan asmaul husna. Bu guru menuntun Xena seperti halnya juga mengajak anak lainnya untuk menirukan kembali ucapan bu guru. Dengan telaten bu Eni membimbing Xena per-kata. Xena pun senang menirukannya.
Setelah itu si Xena dipersilahkan oleh guru untuk mencoba bersuara. Si Bocil Xena langsung mengeluarkan suara dengan lantang.
“Mas Aul, masa alul, sama lul, masa ul, mas alul, asamul, aduuuhhhh…” teriak Xena sendiri dengan wajah malu sambil menutup wajah mungilnya menggunakan kedua telapak tangan.
Bu guru yang memperhatikan sejak awal tetap diam dan tidak memotong upaya keras Xena untuk mengucap kata Asmaul. Diperhatikannya setiap kata yang diucapkan Xena. Begitu ekspresi Xena menunjukkan rasa malu sambil teriak aduh, bu guru tersenyum dan spontan memeluk Xena.
“Subhanallah, Mbak Xena hebat loh, terus berusaha keras untuk mengucapkan kata Asmaul husna. Dengan semangat dan memahami bagaimana kata yang benar. Mbak Xena sudah mengerti bahwa kata yang benar adalah Asmaul. Makanya bu guru membiarkan Mbak Xena mengucap berkali-kali untuk mencoba melafalkan dengan benar, tetapi masih merasa sulit dalam vokalnya. Tetapi, secara pengetahuan Mbak Xena sudah mengerti yang benar dan ingin bisa mengucap dengan benar pula.” Ujar bu guru sambil memeluk Xena mencoba menenangkannya dari rasa malu.
Masya Allah, begitulah walaupun sepertinya mudah dalam melafalkan namun ternyata tidak semudah membayangkan. Maka sekecil apapun capaian syukurilah dan tetaplah semangat untuk mampu meraih capaian yang lebih besar lagi.
Kreator : Endah Suryani
Comment Closed: ASMAUL HUSNA
Sorry, comment are closed for this post.