Di dalam istana Kerajaan Nesmrtelný mraz yang megah, berdirilah seorang anak muda menggunakan mantel biru tua dengan lambang burung perak yang memancarkan aura keagungan dan kecerdasan. Ilta Stříbrný, pewaris keluarga Stříbrný, tumbuh dengan pesat menjadi seorang anak jenius yang tak tertandingi di segala bidang. Kemampuan Indigo yang dianugerahkan kepadanya bukan hanya sekadar bakat, melainkan anugerah yang mengizinkan Ilta untuk belajar dengan sangat cepat dan memahaminya dengan kedalaman yang menakjubkan.
Setiap pagi, Istana yang megah dan berornamen indah menjadi saksi dari aktivitas Ilta yang sibuk. Matahari pagi yang menyinari menara-menara marmer putih seolah menyambut kehadiran anak muda ini dengan hangat. Ilta akan terbangun dari tidurnya, melompat turun dari tempat tidur berkanopi yang dihiasi dengan kain sutra biru, siap untuk menghadapi hari baru yang penuh petualangan dan pembelajaran.
Ilta, dengan rambut hitam pekat yang bercorak putih salju disertai mata uniknya — mata kiri beriris putih dan mata kanan beriris hitam — selalu menjadi pusat perhatian di Istana. Para pelayan, pengawal, dan penghuni istana lainnya selalu terpesona oleh kehadirannya. Ia memiliki sifat yang ramah dan senang membantu, sering kali terlihat berlari-lari di lorong-lorong istana, membantu para pelayan mengangkat barang-barang atau sekadar memberikan senyuman yang tulus kepada siapa saja yang ditemuinya.
Walau usianya masih sangat muda, Ilta sudah menunjukkan ketertarikannya yang besar pada seni bertarung. Ia sering kali mengikuti latihan para ksatria di halaman istana, mengamati setiap gerakan dengan penuh perhatian. Para ksatria yang terlatih dengan baik, yang awalnya menganggapnya sebagai anak kecil biasa, segera menyadari bahwa Ilta memiliki potensi yang luar biasa. Dengan kekuatan fisik yang mengagumkan dan ketajaman pikiran yang memungkinkannya untuk belajar dengan cepat, Ilta menjadi murid yang disegani meskipun usianya masih belia.
Suatu siang yang cerah, di halaman istana yang luas dan dikelilingi oleh dinding marmer putih, para ksatria berkumpul untuk latihan harian mereka. Mereka membentuk barisan rapi, di bawah pengawasan Wlays, Patriark Vojnović, seorang panglima kerajaan yang dikenal karena ketegasan dan keterampilannya yang tak tertandingi dalam seni bertarung.
“Ilta, mari ikut latihan bersama kami,” panggil Wlays dengan suara tegas namun bersahabat.
“Tentu, Tuan Wlays,” jawab Ilta dengan antusias, segera bergabung dengan barisan ksatria.
Latihan dimulai dengan gerakan dasar. Wlays menunjukkan langkah-langkah awal dengan ketelitian yang luar biasa. Ia mengangkat pedangnya dengan posisi siap, kaki kanan maju sedikit, tubuh dalam keseimbangan sempurna.
“Perhatikan baik-baik, Ilta. Ini adalah posisi dasar yang harus kau kuasai terlebih dahulu,” kata Wlays, sambil mengayunkan pedangnya dengan gerakan lambat dan teratur.
Ilta mengamati dengan seksama, matanya yang berwarna berbeda memancarkan rasa ingin tahu yang mendalam. Ia kemudian meniru gerakan Wlays dengan hati-hati, berhasil menyeimbangkan tubuhnya seperti yang ditunjukkan.
“Bagus, Ilta. Sekarang, mari kita lanjutkan dengan langkah berikutnya,” kata Wlays. “Kau harus memutar tubuhmu dengan cepat saat mengayunkan pedang. Ini akan memberikan kekuatan tambahan pada seranganmu.”
Ia menunjukkan gerakan itu, memutar tubuhnya dengan kecepatan dan kekuatan yang mengesankan, pedangnya berkilauan di bawah sinar matahari. Ilta mengikuti, gerakannya sedikit kikuk pada awalnya, tetapi dengan setiap latihan, ia menjadi lebih halus dan kuat.
Para ksatria lainnya, yang awalnya skeptis, mulai terkesan dengan bakat alami dan dedikasi Ilta. Mereka melihat bagaimana Ilta dengan cepat menguasai setiap langkah, bahkan menambahkan gerakannya sendiri yang kreatif.
Setelah latihan selesai, Alexei, ayah Ilta, segera menghampiri mereka dengan senyuman lebar.
“Ilta, kau luar biasa hari ini!” ucap Alexei dengan antusias. “Aku lihat gerakanmu semakin halus.”
Ilta tersenyum, merasa bangga dengan kemajuan yang telah dicapainya.
“Terima kasih, Ayahanda. Aku belajar banyak dari Tuan Wlays,” jawab Ilta, sambil menatap ayahnya dengan penuh rasa kagum.
Mereka berdua duduk di rerumputan hijau di sisi halaman istana, menikmati suasana tenang setelah latihan yang intens. Hari itu menjadi bukti lebih lanjut bahwa Ilta Stříbrný tidak hanya sekedar pewaris keluarga, tetapi juga seorang ksatria muda yang semakin siap untuk menghadapi takdirnya yang besar.
### Sub Bab: Kecenderungan Ilta dalam Memahami Pengetahuan Baru
Selain latihan fisik bersama ksatria, Ilta Stříbrný juga memiliki kecenderungan yang kuat untuk mempelajari hal-hal baru di luar bidang pertempuran. Ia sering terlihat menghabiskan waktu di perpustakaan istana, sebuah ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan gulungan manuskrip bersejarah. Dengan mata penuh rasa ingin tahu, ia menyusuri barisan rak buku, mencari pengetahuan baru yang bisa memperkaya pemahamannya tentang kerajaan dan dunianya.
Pagi itu, cahaya matahari merambat masuk melalui jendela tinggi, menerangi perpustakaan dengan kehangatan yang menenangkan. Ilta duduk di salah satu sudut ruangan, membuka sebuah buku besar yang terlihat sangat tua. Halaman-halaman di dalamnya sudah menguning, tulisannya ditulis dengan tinta emas yang kuno. Ia terpesona dengan sejarah yang terkandung di dalamnya, melayangkan matanya dari satu halaman ke halaman lainnya dengan rasa takjub.
“Ibunda, bolehkah aku membaca buku ini?” tanya Ilta, suaranya penuh dengan antusiasme, sambil menunjuk buku di tangannya.
Tak jauh dari sana, Aria duduk dengan anggun di kursi berukir kayu, membaca sebuah buku tentang filsafat dan etika. Ia tersenyum lembut melihat minat Ilta dalam membaca.
“Tentu, Ilta sayang. Buku itu akan memberikanmu banyak pengetahuan berharga tentang sejarah kerajaan kita,” jawab Aria dengan suara yang hangat.
Ilta mengangguk bersemangat, kemudian kembali fokus pada bukunya. Ia tenggelam dalam dunia yang dihadirkan oleh setiap kata yang ia baca, membayangkan pemandangan-pemandangan yang ada di dalamnya.
Setelah beberapa waktu, ketika Ilta sedang asyik membaca, sang ayah datang menghampirinya dengan langkah ringan. Ia duduk di samping Ilta, mengamati buku yang sedang dibaca oleh putranya.
“Apa yang kau baca, Ilta?” tanya Alexei dengan rasa ingin tahu.
“Ich lese über die Geschichte unseres Königreichs,” jawab Ilta dengan bahasa Slavenska yang fasih, menunjukkan kepada Alexei halaman yang sedang ia baca.
“Wah, hebat putra ayah. Apa yang menarik perhatianmu dari buku itu, Ilta?” tanya Alexei dengan rasa ingin tahu.
Ilta bersiap menjelaskan, matanya bersinar penuh semangat. “Buku ini memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana nenek moyang kita membangun kerajaan ini. Aku ingin tahu lebih banyak tentang sejarah dan perjuangan mereka.”
Alexei tersenyum bangga pada putranya. “Kau selalu mengejutkan ayah, Ilta. Kemampuanmu dalam memahami sejarah dan bahasa sangat luar biasa.”
Ilta tersenyum, merasa bahagia bisa berbagi minatnya dengan ayahnya. Mereka duduk bersama untuk beberapa waktu, berbicara tentang sejarah, pahlawan, dan cerita-cerita lama yang menghiasi dinding-dinding istana.
Kemudian, suara lonceng dari kuil istana terdengar di kejauhan, mengingatkan mereka bahwa waktunya untuk belajar tentang keyakinan yang mereka anut bersama. Aria memberi isyarat pada Ilta dan Alexei untuk bersiap-siap pergi.
“Ayo, kita pergi ke kuil sekarang,” ucap Aria dengan lembut kepada mereka berdua.
Ilta dan Alexei mengangguk, bersiap untuk meninggalkan perpustakaan. Mereka berjalan bersama menuju kuil yang megah, tempat yang selalu memberikan mereka ketenangan dan kedamaian di dalam kesibukan sehari-hari.
### Sub Bab: Kunjungan ke Kuil Božanović
Selain waktu belajar dan bermain, Aria dan Alexei sesekali membawa Ilta ke kuil agung yang terletak di jantung istana. Kuil tersebut, dengan pilar-pilar marmer putih yang menjulang tinggi, merupakan tempat suci di mana ajaran Božské učení dianut dengan teguh. Di dalam ruang yang tenang dan megah ini, terdapat patung-patung berbentuk sepasang sayap, melambangkan kehadiran Sang Božský yang tidak dapat digambarkan oleh manusia.
Ilta menatap patung-patung yang megah dengan penuh kekaguman, merasakan kehadiran yang sakral di sekelilingnya. Ia mengikuti langkah ibunya dengan penuh hormat, membiarkan suasana ketenangan dan keagungan kuil menyentuh hatinya.
“Indah sekali, Ibunda. Tempat ini sungguh luar biasa,” kata Ilta dengan mata yang berkilauan.
Aria tersenyum lembut. “Ya, Ilta. Di sini kita belajar tentang ajaran yang membimbing hidup kita.”
Alexei, berdiri di samping mereka, menambahkan, “Setiap sudut kuil ini mengingatkan kita akan pentingnya kebijaksanaan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan bersama alam.”
Di dalam kuil agung, cahaya memancar melalui jendela-jendela kaca patri, menciptakan warna-warna spektrum yang memenuhi ruangan dengan keajaiban alam. Di tengah ruangan yang tenang, Patriark Radostaw Božanović duduk dengan tenang di hadapan altar yang terbuat dari marmer putih, dihiasi dengan ukiran-ukiran yang menceritakan sejarah panjang kerajaan mereka. Rambut cokelat tua yang halus memantulkan cahaya lilin di sekitarnya, menambahkan keanggunan pada wajahnya yang penuh kebijaksanaan. Dengan mata biru yang penuh ketenangan dan kebijaksanaan, memberikan kedamaian dalam penampilannya yang dibalut oleh jubah putih.
Di sebelahnya, Ivana Božanović, istrinya, duduk dengan sikap yang anggun dengan jubah yang sama, menatap altar dengan penuh rasa hormat. Rambut coklatnya yang terikat rapi dalam sanggul memberikan kesan tenang dan keanggunan, sementara mata hijau zamrudnya memancarkan cahaya kelembutan yang menyentuh hati siapapun yang melihatnya. Ivana adalah pendamping setia Radostaw dalam setiap upacara agung dan keputusan penting yang mempengaruhi nasib kerajaan.
Tidak jauh dari mereka, Sybil Božanović, putri sulung mereka, berdiri dengan tegak di hadapan seseorang yang meminta bantuan untuk berdoa. Rambut cokelat kemerahannya terikat dengan elegan, mencerminkan semangatnya yang tak kenal lelah dalam melayani masyarakat. Mata hijau cerahnya menunjukkan semangat petualangan dan keceriaan, sifat yang membawa harapan dan inspirasi kepada mereka yang membutuhkan.
Di ujung ruangan, Walter Božanović, putra bungsu keluarga ini, memandu seorang peziarah melalui serangkaian doa-doa dan ritual yang khusyuk. Rambut cokelat gelapnya mengkilap dalam cahaya kuil yang memantul dari dinding-dinding marmer putih. Mata biru tua yang dalam mencerminkan kecerdasan dan kebijaksanaannya dalam memahami ajaran-ajaran agama yang telah diwarisi dari generasi ke generasi.
Keluarga Božanović, selain sebagai keluarga kerajaan, juga memegang peran penting dalam kuil agung, menjadi pilar spiritual bagi rakyat Nesmrtelný mraz. Dalam keheningan kuil yang khusyuk itu, mereka menyampaikan ajaran-ajaran suci dan membimbing umat dengan kasih sayang dan kearifan yang melekat pada keluarga mereka.
Saat keluarga Stříbrný berbicara, Patriark Radostaw yang selesai dengan doanya mendekat dengan senyum ramah. “Vladyka Alexei, Aria, dan Ilta selamat datang ke kuil kami,” sambutnya dengan suara dalam yang hangat. “Bagaimana kabar Anda semua?”
“Patriark Radostaw, kami baik-baik saja, terima kasih. Ilta sangat menikmati kunjungan kami kali ini,” jawab Alexei dengan senyuman tulus.
Di belakang Radostaw, kedua anaknya, Sybil dan Walter menghampiri dengan sopan. Sybil tersenyum kepada Ilta dan berkata, “Selamat datang, Ilta. Kami senang Anda bisa datang.”
Ilta membalas senyum itu dengan sopan. “Terima kasih, Sybil. Kuil ini sungguh menakjubkan.”
Aria bertanya kepada Radostaw, “Di mana Ivana? Aku berharap bisa bertemu dengannya.”
Radostaw mengangguk. “Ivana sedang berada di dalam kuil. Aku akan memanggilnya.” Tak lama kemudian, Ivana muncul dari dalam kuil dengan senyum lembut.
“Ivana, senang sekali bisa bertemu denganmu,” kata Aria sambil memeluknya.
“Aria, Alexei, senang melihat kalian di sini,” balas Ivana. “Ilta, kamu sudah besar sekarang.”
Ilta tersenyum dan berkata dengan sopan, “Patriark Radostaw, Ibu Ivana, bolehkah saya meminta izin untuk berkeliling kuil bersama Sybil dan Walter?”
Radostaw tersenyum lebar. “Tentu, Ilta. Sybil, Walter, bawa Ilta berkeliling dan tunjukkan padanya tempat-tempat penting di kuil ini.”
Sybil mengangguk. “Dengan senang hati. Mari, Ilta, kami akan menunjukkanmu semua bagian kuil.”
Ilta, Sybil, dan Walter berpamitan kepada orang tua mereka dan mulai berjalan mengelilingi kuil. Sybil menunjukkan patung-patung berbentuk sepasang sayap dan menjelaskan, “Patung ini melambangkan kehadiran Sang Božský. Kita tidak dapat menggambarkan Sang Božský dengan wujud apa pun, jadi patung sayap ini menjadi simbol dari keagungan-Nya dan para pelayan-Nya Anđeo.”
Walter menambahkan, “Di kuil ini, kami mengadakan berbagai upacara dan ritual untuk menghormati ajaran Božské učení. Setiap bulan, ada pertemuan besar di mana semua keluarga bangsawan berkumpul.”
Ilta mendengarkan dengan penuh perhatian, menyerap setiap informasi yang diberikan. “Ini sangat menarik. Terima kasih telah mengajak saya berkeliling,” katanya dengan tulus.
Setelah menjelajahi kuil, mereka kembali berkumpul dengan orang tua mereka. Mereka semua berdiri berdampingan di ruang utama kuil, saling memegang tangan, merasakan kekuatan dan kebersamaan dalam keyakinan yang mereka anut.
### Sub Bab: Kelembutan Hati Ilta
Kepribadian Ilta tidak hanya terbatas pada kemampuan fisik yang kuat, akademis yang hebat, dan spiritual mendalam. Hatinya yang lembut membuatnya selalu berusaha untuk membantu orang lain. Ia sering kali menghabiskan waktu bermain dengan anak-anak para pelayan, mengajarkan mereka permainan baru yang diciptakannya sendiri, atau sekadar berbagi cerita dan tawa.
Suatu pagi yang cerah, Ilta berada di taman istana, dikelilingi oleh anak-anak pelayan yang mendengarkan ceritanya dengan penuh antusias. “Dan kemudian, sang pahlawan melompat ke atas makhluk tersebut dan terbang ke langit,” kata Ilta dengan ekspresi wajah yang penuh semangat, membuat anak-anak tertawa dan bersorak.
Seorang anak pelayan, Niko, mencoba meniru gerakan yang dilakukan Ilta dalam ceritanya, tetapi terjatuh. “Aduh!” seru Niko, menahan tangis.
Ilta segera menghampiri Niko, membantu anak itu berdiri dan mengusap-usap lututnya yang tergores. “Jangan khawatir, Niko. Kau sudah melakukan yang terbaik. Ayo, kita coba lagi bersama,” katanya dengan lembut.
“Terima kasih, Pangeran Ilta,” kata Niko dengan mata berkaca-kaca.
“Sama-sama, aku hanya ingin semua orang bahagia, Niko,” jawab Ilta dengan senyuman tulus, menghapus air mata di pipi Niko.
Seorang pelayan yang melihat kejadian itu menghampiri mereka. “Pangeran Ilta, Anda benar-benar baik hati,” kata pelayan itu dengan terharu setelah melihat Ilta membantu anaknya yang kesulitan.
Ilta menoleh dan tersenyum hangat. “Aku hanya ingin semua orang di istana merasa seperti di rumah, Bu Milan.”
Sore harinya, Ilta berjalan di koridor istana bersama Aria. “Ibunda, aku senang bisa membantu Niko tadi,” katanya sambil menggenggam tangan Aria.
“Aku tahu, sayangku,” jawab Aria sambil mengelus kepala Ilta dengan lembut. “Kau memiliki hati yang mulia. Teruslah menjadi dirimu yang penuh kasih dan perhatian.”
Suatu sore, ketika Ilta sedang bermain di halaman, ia melihat seekor burung kecil yang terluka di dekat semak-semak. Dengan hati-hati, ia mendekati burung itu dan menggendongnya dengan lembut. “Jangan khawatir, aku akan membantumu,” bisiknya kepada burung kecil itu.
Ilta bergegas ke ruang penyembuhan di istana, tempat di mana para penyembuh istana selalu siap sedia. “Tolong, burung ini terluka. Bisakah Anda membantunya?” pintanya dengan penuh harap.
Seorang penyembuh tua, yang dikenal dengan kebaikan hatinya, tersenyum dan mengambil burung itu dari tangan Ilta. “Tentu saja, Pangeran Ilta. Kami akan merawatnya dengan baik,” jawabnya.
Setiap hari di Istana Kerajaan Nesmrtelný mraz adalah hari yang penuh dengan aktivitas, pembelajaran, dan kasih sayang bagi Ilta. Meski ia belum mempelajari Teknik Elemental, potensi besar yang dimilikinya sudah terlihat jelas. Dalam pelatihan, pembelajaran, dan interaksinya sehari-hari, ia menunjukkan kualitas seorang pemimpin yang bijaksana dan penuh empati.
Suatu hari, Alexei melihat Ilta bermain dengan anak-anak dari jendela istana. Ia tersenyum dan berkata kepada Aria, “Lihatlah putra kita, Aria. Ia memiliki hati yang begitu lembut dan penuh kasih. Aku yakin ia akan menjadi pemimpin yang luar biasa suatu hari nanti.”
Aria mengangguk setuju. “Kamu benar, sayang. Ilta memiliki semua kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi pewaris keluarga Stříbrný. Aku bangga padanya.”
Ilta tumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta dan dukungan, tidak hanya dari keluarganya tetapi juga dari semua orang di istana. Ia belajar bahwa seorang pemimpin tidak hanya harus kuat dan cerdas, tetapi juga harus memiliki hati yang lembut dan peduli terhadap orang lain.
Setelah sesi bermain di taman, Ilta sering kali mengunjungi dapur istana. Di sana, ia menikmati waktu bersama para juru masak dan pelayan dapur, yang selalu senang dengan kehadirannya.
Ilta dengan penuh semangat membantu di dapur, mencuci sayuran, mencampur bahan-bahan, dan bahkan mencoba beberapa resep sederhana. Kehadirannya selalu membawa keceriaan, dan para juru masak merasa terhibur dengan antusiasmenya. Mereka sering berbagi cerita dan tawa, menciptakan kenangan yang tak terlupakan bagi Ilta.
“Aku selalu suka berada di sini,” kata Ilta, sambil mengaduk adonan kue. “Semua orang di dapur sangat baik dan ramah.”
Seorang juru masak tua, yang sudah bekerja di istana selama bertahun-tahun, menatap Ilta dengan mata penuh kasih. “Kami juga senang memiliki Anda di sini, Pangeran Ilta. Kehadiran Anda membuat pekerjaan kami lebih menyenangkan.”
Di saat-saat seperti inilah Ilta menyadari betapa pentingnya peran setiap orang di istana. Mereka semua, dari para ksatria hingga para pelayan, berkontribusi untuk menjaga keharmonisan dan kesejahteraan kerajaan. Ia belajar untuk menghargai setiap pekerjaan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana.
Satu sore, setelah bermain dan membantu di istana, Ilta duduk di balkon kamarnya, memandang matahari terbenam. “Aku ingin semua orang di kerajaan ini merasa bahagia dan aman, Ibunda. Aku ingin menjadi pemimpin yang baik,” katanya kepada Aria yang duduk di sampingnya.
“Kau akan menjadi pemimpin yang luar biasa, Ilta. Dengan hatimu yang lembut dan kecerdasanmu, aku yakin kau akan membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kerajaan kita,” jawab Aria dengan penuh kasih.
Dengan setiap hari yang berlalu, Ilta semakin mengembangkan potensi besar yang dimilikinya, siap untuk menjalani takdir besar yang menantinya sebagai pewaris keluarga Stříbrný dan Vladyka selanjutnya. Hati yang lembut dan penuh empati, kecerdasan yang tajam, dan semangat untuk belajar dan membantu orang lain membuatnya menjadi sosok yang dicintai dan dihormati di seluruh istana. Dengan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Ilta tumbuh menjadi anak yang cerdas, kuat, dan penuh empati, siap untuk menjalani takdir besar yang menantinya sebagai pewaris keluarga Stříbrný.
Kreator : Ry Intco
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Bab 2 – Dicintai
Sorry, comment are closed for this post.