KATEGORI
  • ! Без рубрики
  • 1betcasino.de
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • betonredofficial.com
  • billybets.ch
  • Bisnis
  • boomerangcasino.ch
  • Branding
  • Caspero Ελλάδα
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • ggbetofficial.de
  • gullybetofficial.com
  • Hiburan
  • hitnspinofficial.ch
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • montecryptoscasinos.com
  • Moralitas
  • Motivasi
  • mrpachocasino.ch
  • Novel
  • novos-casinos
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • okrogslovenije
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Pablic
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Pin-Up oyunu
  • Pin-UP VCH
  • Pin-Up yukle
  • Politik
  • Post
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Public
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • zotabetcasino.ch
  • Beranda » Artikel » BAB 8 – PENOLAKAN

    BAB 8 – PENOLAKAN

    BY 05 Nov 2025 Dilihat: 23 kali
    BAB 8 – PENOLAKAN_alineaku

    Setelah seminggu berlalu, akhirnya Bapak dan Bu’e pergi ke rumah Bu Sum dengan jawaban dan kesiapannya. Bu’e dan Bapak sudah siap dengan apapun yang kan terjadi nantinya, dengan yakin untuk menolak lamaran itu. Suli juga mengatakan kepada Bapak bahwa dia ingin fokus sekolah dulu. Apalagi, Suli yakin Budi bukan laki-laki yang baik untuk menjadi suaminya. Perilaku dan sifat Budi juga membuat orang tua Suli  tidak suka dengannya. Keluarga Bu Sum sangat suka memanfaatkan bantuannya terhadap orang lain agar mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dari orang yang mereka bantu.

    “Malam, Bu. Maaf saya mengganggu malam-malam ke rumah Ibu dan Bapak.”

    “Iya, Pak Kasmen. Nggak papa. Saya juga sudah menanti-nanti kehadiran Bapak dan Ibu soal kabar baiknya.”

    “Maaf sebelumnya ya, Bu Sum. Saya sangat senang dan berterima kasih atas niat baik Ibu dan keluarga melamar putri saya. Tapi, mohon maaf sekali, Suli masih ingin sekolah. Dia belum mau menikah, belum berani katanya.”

    “Oh, soal itu nggak usah khawatir, Pak. Kan juga nggak langsung besok, toh. Bisa tahun depan juga nggak papa. Kalau soal sekolah, tenang saja. Suli tetap akan sekolah sampai lulus SMA agar dia juga berpendidikan yang layak. Kan nggak pantes juga jika nanti Budi sarjana, masa istrinya nggak sekolah. Itu nggak usah dikhawatirkan ya, Pak.” Ucap Bu Sum yang tetap bersikeras.

    “Bu Sum, sekali lagi saya mohon maaf. Suli belum berani menikah walau sampai tahun depan, Bu. Dan, kami sudah berembuk dengan anak kami kalau kami tidak bisa menerima lamaran Ibu. Mohon maaf ya, Bu.”

     Kali ini ucapan Bapak jauh lebih tegas dan sedikit ada penekanan di setiap ucapannya, berharap Bu Sum mengerti akan maksudnya.

    “Oh, jadi lamaran saya ditolak ya, Pak? Bapak yakin menolak lamaran saya? Bapak sudah berpikir matang menolak lamaran keluarga terhormat ini, Pak? Keluarga saya ini terpandang loh! Kalian bukannya bersyukur keluarga saya mau besanan sama keluarga Bapak, tapi Bapak kok percaya diri sekali menolak lamaran saya. Nggak mikir sek toh?!” Ucap Bu Sum kesal.

    “Wis, Pak. Silahkan anda pulang. Saya wis dengar apa sing bapak mau sampaikan. Jadi, silahkan pulang ya.”

    Raut wajah Bu Sum berubah merah menahan amarah saat mengusir Bapak dan Ibu dari rumahnya. Bapak terdiam sejenak, setelah itu mengajak Ibu untuk pulang. Mereka pamit dengan Bu Sum yang sudah menutup pintunya dengan cukup keras.

    Dengan kaget dan sedikit gemetar, tangan Ibu meraih lengan Bapak yang juga terlihat menahan amarahnya. Hati Ibu dan Bapak terasa sangat lega walau tidak dipungkiri ada sedikit rasa khawatir dan juga takut.

    Apa boleh buat semua sudah bapak pikirkan dengan baik dan yakin, karena kami tidak ingin terus-terusan direndahkan, dihina dan dimanfaatkan seperti ini. Jika masalah hutang, akan kami pastikan untuk membayarnya sesuai perjanjian yang sudah disepakati bersama. Saat meminjam uang kepada Bu Sum, Bapak berjanji akan mengembalikan uang Bu Sum saat ladang kecil Bapak laku terjual, karena harta Bapak cuma ladang satu-satunya itu. Dan, waktu itu Bu Sum setuju atas perjanjian itu yang disaksikan oleh Bu Sum, suaminya, Bapak dan Kang Tarjo. Bapak sudah berusaha semampunya untuk menjual ladang itu, hanya saja belum laku untuk membayar hutang itu. Bapak tetap terus berusaha mencari tambahan kerja dan menyisihkan uang hasil jualan untuk bisa mencicil hutang tersebut.

    Saat di jalan menuju pulang, Ibu meneteskan air mata sedih atas semua yang diucapkan oleh Bu Sum.

    “Bu’ne, wis jangan nangis. Ingat, Bu. Nggak boleh banyak mikir dan banyak sedih. Biar sakitnya nggak kambuh.” ucap Bapak menenangkan.

    “Tolong jaga kesehatan. Bu’ne tahu kan kita wis nggak punya uang, apalagi untuk berobat. Jalan satu-satunya ya wis biarkan saja, lupakan dan terima dengan sabar, nggak usah dipikirin ya.”

    Mendengar ucapan Bapak itu, Bu’e segera mengusap air mata yang jatuh dan menghela nafas panjang untuk menyadarkan diri bahwa semua ujian pasti sulit, tapi tetap ada jalan keluar walau terasa pahit dan sedih.

    “Pak, maaf yo. Gara-gara aku jadi punya hutang gini. Yo wis lah aku mau berusaha, mau lillah tak loss ke aja. Ben kersane Gusti, saya nurut, semoga Gusti kasih kita banyak-banyak sabar dan tawakal ya, Pak.”

    Bapak dan Bu’e masih terus mengobrol ringan sambil berjalan menuju rumah. Mereka saling menguatkan satu sama lain. Cobaan kali ini sungguh sangat menguras air mata. Semoga Allah senantiasa menuntun kami di jalan yang benar dan tetap istiqomah menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya walau terasa berat dan sedih penuh dengan kerikil dan cemoohan.

    Ada perkatan Bapak ke Ibu yang membuat Bu’e tersenyum lagi.

    “Inget surah Al-Insyirah ayat 5 & 6 nggak, Bu’e?” tanya Bapak. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan dan karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” ucap Bapak. “Tidak mungkin setelah susah terus, susah lagi. Pasti nanti ada senengnya. Yang penting sabar, Bu.”

    Bapak tersenyum kepada Ibu yang kemudian dibalas dengan senyuman manis yang terlihat dari lesung pipinya.

    “Segala kekurangan kita tidak boleh menjadikan kita sebagai orang yang lemah. Kita memang miskin tapi bukan berarti kita boleh meminta-minta atau memohon pertolongan orang lain. Selagi kita masih punya doa dan keyakinan kepada takdir Allah, pasti kita akan baik-baik saja karena Allah tidak akan memberikan kita ujian di luar batas kemampuan kita, Bu.”

    “Kita sekeluarga lagi diberi ujian oleh Allah untuk membuat kita makin kuat beribadah, bukan membuat kita makin lemah. Lihat saja sekarang, di saat kita kurang uang, anak-anak malah makin rajin membantu kita, makin rajin sekolahnya, dan selalu nurut kepada kita. Bukankah ini juga termasuk rezeki?”

    “Bu’e harus tahu dan yakin rezeki itu tidak melulu tentang uang. Ada juga sehat sebagai rezeki, keluarga yang rukun juga termasuk rezeki, dan kita bisa pulang jalan kaki sambil gandengan tangan seperti ini juga termasuk rezeki, alhamdullilah kan.” 

           “Lupakan sebentar bahwa tadi kita menangis, sakit hati, ingin marah dan hmm…”

    Kata itu terhenti saat Bapak melihat bulan purnama yang indah di langit yang begitu cerah diiringi awan yang masih terlihat walau sudah larut malam. Angin menyisir jalan yang sunyi dengan sesekali sepeda melewati serta terdengar suara motor dari kejauhan. Sejuk tapi tidak begitu dingin, cukup membuat siapa saja yang merasakan angin malam ini ingin sekali berpelukan dengan orang yang mereka sayangi dan rindukan. Itulah perasaan rindu orang tua kepada anak pertamanya yang pergi merantau di luar Jawa. Rindu ini cukup mengalihkan hati yang tadi sedih dan marah.

    Bapak dan Ibu sampai di rumah sambil bergandeng tangan dan sesekali tertawa kecil. Melihat pemandangan itu, Suli sangat bersyukur.

    “Hidupku tidaklah mudah, tapi melihat orang tua bergandengan tangan seperti itu, aku sangat bahagia sampai aku lupa kalau hidupku sedang susah.” batinnya, bahagia.  

     

     

    Kreator : Siti Purwaningsih (Nengshuwartii)

    Bagikan ke

    Comment Closed: BAB 8 – PENOLAKAN

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]

      Okt 21, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021