KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » BAB 9 jinjang

    BAB 9 jinjang

    BY 01 Sep 2024 Dilihat: 98 kali
    Jinjang1_alineaku

    Ata memandang pelataran rumahnya dengan perasaan was was.

    Ia enggan melangkahkan kakinya menghampiri pemuda empat tahun lebih tua darinya.

    Perasaannya mulai kalut kala mendapati suasana lain dari biasanya. Apalagi saat matanya menangkap sebuah bendera kuning tertancap di pohon jambu tempat biasa menghabiskan waktu untuk belajar di bawahnya, membuatnya kian makin waswas. Rasa penasaran yang besar membuat Ata melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa menghampiri sang pemuda. “Mas Heru?”

     

    Senyuman pahit yang tergambar di wajah sang kakak adalah sesuatu yang membuat Ata tak pernah nyaman. Biasa wajah tersenyum kakaknya adalah sesuatu yang membuatnya ikut tersenyum, tapi untuk kali ini Ata hanya membalasnya dengan wajah muram dan bibir sedikit bergetar.

     

    Heru segera membawa sang adik ke dalam rengkuhannya. Ia tak mau memperlihatkan wajah menyedihkannya pada adik yang sangat Ia sayangi. “Ata … maaf.”

     

    “Mas Heru, ada apa? Jangan membuatku takut seperti ini.”

     

    “Ayah dan Bunda sudah tidak bisa bersama kita lagi. Mereka pergi meninggalkan kita.”

     

    Ata berusaha melepaskan rengkuhan Heru untuk melihat wajah sang kakak saat mengatakan hal buruk. Ia ingin memastikan kebenarannya saja, namun Heru semakin mengeratkan rengkuhannya. Ia tak mau jika adiknya melihat wajahnya yang kacau.

     

    “Maksud Mas apa?”Ata hanya pasrah dengan perlakuan sang kakak.

     

    “Kau tau benar apa maksudku ini. Jangan membuatku mengatakan hal yang lebih menyakitkan dari perkataanku.”

     

    Keheningan melanda untuk beberapa saat hingga Ata tak lagi dapat menahan berat tubuhnya.

    Jika Heru tak memeluknya mungkin gadis itu sudah jatuh terkulai di tanah. “Ata!” Heru segera membopong adiknya dan berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam rumah.

     

    Wira yang berdiri tak jauh dari tempat kakak beradik tersebut pun terkejut melihat keadaan Ata.

    Dan dengan langkah lebar Wira mengikuti sepupunya masuk ke dalam rumah.

    Ia berharap tak ada sesuatu yang buruk menimpa Ata.

     

    ***

     

    Ruang tamu berukuran 5 X 5 meter di rumah duka begitu hening. Masing-masing anggota kerabat terdiam dengan pemikiran mereka masing-masing. 

     

    “Aku berharap Ata baik-baik saja.” Wanita paruh baya berusia 45 tahun, berambut hitam tergelung rapi mulai memecah keheningan yang terasa kurang nyaman itu. 

     

    Semua mata memandang ke arah wanita satu-satunya di ruangan tersebut. Pemakaman kedua orang tua Ata telah selesai sejam yang lalu. Mereka enggan beranjak dari tempat tersebut karena masih khawatir dengan keadaan Ata.

     

    Ayah Wira yang melihat istrinya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja segera menggenggam tangan wanita pendamping hidupnya. Ia berharap dengan melakukan hal tersebut dapat meringankan beban sang istri.

     

    “Kita akan membawa Ata ke rumah kita, untuk menghindari hal hal yang tak diinginkan. Sepertinya kasus lima belas tahun lalu muncul kembali ke permukaan.”

     

    Semua orang terdiam mendengar perkataan sang Kepala Desa.

    Mereka mengingat kembali bagaimana kejadian yang sama terjadi.

    Demi mendalami ilmu hitam, seseorang telah mengacau di desa yang mereka tinggali.

    Beruntung belum banyak korban yang berjatuhan sang pelaku telah lebih dulu meregang nyawa karena dibakar  hidup-hidup oleh warga. Warga percaya jika ingin memusnahkan orang yang sedang mendalami ilmu hitam adalah dengan membakar sang pelaku.

     

    Saat itu ayah WiraーNanditama Pambudi biasa dipanggil Tamaーmasihlah pegawai kelurahan. Ia berusaha berbicara dengan warga agar menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwajib.

    Namun apa mau dikata, banyak warga yang sudah geram dengan perbuatan sang pelaku hingga membuat mereka tak lagi berpikir jernih, hingga aksi anarkis tersebut berlangsung ia hanya bisa terdiam dalam amarahnya. Dia marah pada dirinya sendiri kenapa ia tak sanggup berbuat banyak saat melihat kejadian tersebut di depan matanya. Mulai dari saat itu dirinya bertekad suatu saat  ia akan menjadi Kepala Desa dan berusaha menyelamatkan nyawa setiap warganya. Meski seseorang telah melakukan kesalahan, namun ia tak setuju jika penyelesaiannya seperti itu. Selalu ada jalan lain untuk mengubah seseorang bukan?

     

    ***

     

    Malam telah larut, namun itu tak membuat seorang Ata mampu memejamkan mata. Gadis itu mencengkram erat selimutnya. Biasanya ia akan tertidur dengan keadaan lampu kamar mati, namun kali ini enggan melakukannya. Ia enggan beranjak dari tempat tidur dan semua berawal ketika ia sedang menangis, tiba-tiba perasaannya berubah takut. Entah apa yang membuatnya takut, namun sedari tadi jantungnya berdebar kencang.

     

    Ini adalah malam pertama di mana ia tak lagi menempati kamar tercintanya.

    Mulai tadi sore ia sudah pindah ke rumah pak dhenya. Ia ingin menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, namun saat mencobanya, nafasnya sedikit tersendat karena terlalu banyak menangis. Dan kini posisinya berbaring miring membelakangi jendela kamar yang ditempatinya.

     

    GEDEBUM!

     

    Ata semakin mengeratkan genggamannya kala suara benda yang sangat besar terjatuh di belakang tubuhnya. Ia berusaha menenangkan degup jantungnya yang semakin menggila.

    Ia berharap apapun yang jatuh di belakangnya bukanlah sesuatu yang buruk.

     

    Sesaat kemudian setelah suara benda berat jatuh di belakang tubuhnya, aroma busuk menyengat menyapa indera penciumannya. Semakin lama aroma tersebut makin membuatnya tak nyaman. Dengan sedikit keberanian Ata mencoba berbalik untuk melihat benda tersebut.

    Namun saat berbalik, ia tak ada sesuatu apa pun yang terlihat oleh pandangannya.

    Perlahan ia mendudukkan diri dan mengamati keadaan sekitarnya. Saat pandangannya menangkap benda yang kemungkinan terjatuh tadi, ia sedikit terkejut.

    Benda yang terjatuh kemungkinan sangat besar, bahkan ia dapat merasakan pergerakan angin yang tercipta oleh benda tersebut.

     

    Perlahan tangannya terulur mengambil benda tersebut, namun pergerakannya terhenti bersamaan dengan tubuhnya yang jatuh terkulai.

     

    “Dasar jin sialan!” Maesa mengambil benda yang berada di samping Ata. “Menjijikan,” kemudian bergumam sambil memandangi benda yang berada dalam apitan dua jari tangannya. Benda tersebut berbentuk seperti  ular. Tidak terlalu besar karena hanya seukuran pensil kayu biasa.

    Ular tersebut adalah perwujudan jin yang bertarung dengannya.

     

    Plak!

     

    “Berhenti memukul kepalaku Rewanda! Kamu membuatku semakin bodoh!”

     

    Rewanda terkikik geli mendengar ocehan sahabatnya. “Akhirnya kamu mengakuinya.”

     

    “Mengakui apa?” Maesa memandang Rewanda dengan kening berkerut.

     

    “Mengakui kebodohanmu.”

     

    “Sialan!”

     

    Cklek!

     

    Suara pintu kamar yang terbuka membuat kedua makhluk tersebut terdiam. Mereka melihat Tuan mereka sedang menghampiri keduanya.

     

    “Bisakah kalian diam. Aku lelah.”

     

    “Maaf atas kecerobohan saya Tuan. Saya menyebabkan jin yang saya musnahkan terjatuh di sini dan membuat adik Tuan ketakutan.” Maesa menjelaskan sebab keributan antara dirinya dan sahabatnya.

     

    Wira menghela nafas sejenak, kemudian menghampiri Ata. Perlahan ia membenarkan posisi tidur Ata dan menyelimutinya. “Berjagalah kembali, aku lelah ingin beristirahat.”

     

    “Baik, Tuan.” Rewanda dan Maesa segera meninggalkan ruangan tersebut.

     

    Sedangkan Wira beranjak pergi menuju ke kamarnya. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia sangat lelah menghadapi hari ini. Namun demi Ata, ia akan berusaha untuk tetap kuat dan bersikap seolah-olah tak terjadi apapun meski hatinya sangat sakit. Dirinya  tak mengira dalam hidupnya akan mengalami kehilangan sesuatu yang berharga dengan cara yang sangat mengenaskan.

    Ia berjanji akan segera mencari dalang dibalik kematian sang paman dan bibinya.

    TBC.

     

     

    Kreator : Lastri

    Bagikan ke

    Comment Closed: BAB 9 jinjang

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021