KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Badai Telah Berlalu

    Badai Telah Berlalu

    BY 28 Des 2022 Dilihat: 144 kali

    Oleh : Nurkaisah Moka

    Subhanallah. Hari ini ada 2 orang yang minta dipinjami uang. Yang satu sebesar 2 juta, satunya lagi sebesar 3,5 juta. Padahal aku saat ini sedang galau memikirkan dagangan cemilanku yang sepertinya sudah ada beberapa ball yang kadaluarsa. Itu artinya kerugian sudah ada di depan mata. Tinggal dihitung. Mungkin jumlahnya bisa mencapai jutaan rupiah.
    Aku merenung. Beberapa tahun yang lalu aku juga sering mengalami kondisi dimana aku “nabrak sana nabrak sini” untuk mencari pinjaman. Aku faham betul, bagaimana rasanya bila pengajuan pinjaman kita ditolak. Malu, sedih dan bingung menjadi satu.
    Di masa itu, aku merasa menjadi tua dengan cepat. Rambutku tau-tau memutih dibagian atas dahiku. Wajahku nampak lebih tua sepuluh tahun dari umur sebenarnya. Sehingga ada yang menyangka aku sedang menggendong cucu pada saat aku menggendong anakku yang ke lima. Ya, anak yang ke lima. Bagaimana lagi ketika aku menggendong anak bungsuku delapan tahun kemudian? Hampir semua orang baru yang bertemu denganku menyangka aku sedang menggendong cucu. Itu adalah lelucon yang tidak lucu bagiku.
    Aku tak mau bercerita, kenapa aku menjadi single fighter padahal aku masih bersuami. Itu kedengarannya tabu bila aku beberkan. Jadi sudahlah. Tak elok bila aku membahasnya.
    Hampir setiap hari ketika bangun tidur, otakku sibuk berpikir bagaimana cara agar bisa keluar dari kungkungan utang yang makin lama makin menggunung. Aku tak tau bagaimana cara membayarnya. Tetapi disamping itu aku sering mengalami tidak mempunyai uang sepeserpun  termasuk untuk membeli makan buat kami sekeluarga.
    Aku berjuang sedemikian rupa agar anak-anakku tetap bisa bersekolah. Urusan perut menjadi prioritas yang ke sekian.
    Saat harus membayar uang sekolah, baik buat semesteran atau kenaikan kelas itulah waktu yang paling menyiksa bagiku. Sebab aku sama sekali tidak mempunyai dana tabungan untuk membayar semuanya. Jalan satu-satunya adalah berhutang. Aku bersyukur masih mempunyai sahabat yang senantiasa mau memberi pinjaman tetapi ada saat di mana aku tidak memperoleh dana di hari terakhir anak- anak harus membayar uang sekolah tersebut.
    Kalau ingin digambarkan bagaimana kalutnya aku saat itu, rasanya aku ingin mati saja untuk “lari” dari   menanggung beban yang  terasa amat berat  dipunggungku. Tetapi diluar masalah keuangan sebenarnya masalah lain yang paling berat adalah aku menanggungnya seorang diri tanpa tau harus mengadu kemana. Jika aku sudah menemui jalan buntu, barulah Allah “meraihku”, menyadarkan diriku bahwa Dialah penolong yang paling patut dicurhati.
    Yaaa, aku masih mempunyai saudara di seberang lautan yang selalu siap membantu kami tanpa pamrih. Pertolongan  Allah datang lewat tangan mereka. Meskipun demikian pertolongan saudara tak boleh terus diandalkan. Aku masih terus mencari jalan bagaimana agar kehidupan kami bisa berjalan dengan nyaman tanpa adanya  tanggungan utang.
    Aku harus melakukan tindakan ekstrim. Apa itu? Aku akan menjual rumah yang sudah kami tempati selama kurang lebih tiga puluh tahun itu dan menukarkan dengan dua rumah di daerah pinggiran. Satu unit akan kami tempati dan satunya lagi akan dijual untuk memulai usaha property. Ini ide brillian menurutku. Dan karena “ide gila” itu aku tidak bisa tidur nyenyak selama berbulan-bulan.
    Orang yang pertama kukabarkan tentang ideku itu tentu saja adalah suamiku. Seperti yang sudah kuduga sebelumnya dia menentang keras ideku. Saking tak sukanya doi dengan rencanaku itu, kami sering diam-diaman setelah aku menerangkan ide cemerlangku. Aku ditentang habis-habisan. Tetapi aku tetap keukeh dengan gagasanku. Aku bekerja dengan diam. Termasuk mengiklankan rumah kami lewat Facebook, Marketplace, menitipkan kepada para Brooker dan menuliskan langsung di depan kaca jendela kata “Dijual. Hubungi xxxx.
    Butuh waktu setahun lebih dua bulan sampai seorang calon pembeli menghubungiku lewat telepon. Kami hanya menghabiskan waktu tiga kali telpon-telponan sampai akhirnya rumah kami deal diangka enam ratus sembilan puluh juta rupiah. Aku riang tak terkira sesudah kesepakatan harga itu sementara suamiku cemberut tak berkata-kata selama dua hari. Aku didiemin layaknya aku telah melakukan kesalahan besar. Meskipun demikian tidak menyurutkan asaku merancang rencana untuk memulai usaha property idamanku.
    Dikala kami sedang duduk berdua, pelan-pelan kujelaskan kepada suami rencana usaha property itu. Aku membujuknya agar dia mau merestui usaha tersebut. Bagaimanapun restu suami adalah hal yang sangat penting. Aku berharap dengan restunya, rencanaku bisa berjalan lebih lancar dan tentu saja penuh berkah.
    Di suatu hari di bulan Agustus yang panas, kami menerima tagihan utang yang harus segera dibayarkan. Suamiku mendengar ketika aku ditagih dan mungkin karena itulah dia bertanya, ” Siapa yang  menawar rumah kita, Bu? Kalau dia memang serius, mintalah tanda jadi sebagai bukti dia tidak main-main.”
    Pertanyaan suamiku itu seolah membuka jalan kusut di kepalaku menjadi lapang dan terbentang luas. Alhamdulillah.
    Lihatlah, betapa mudahnya Allah memberi kami solusi atas masalah berat yang menghimpit kami selama ini.
    Kami lalu membagi tugas. Sebagai mantan pegawai Notaris , suamikulah yang bertugas mengurus surat-surat rumah dan sebagai broker aku bertugas mencari lahan yang ideal untuk mewujudkan impian kami.
    Di bulan Maret tahun dua ribu dua, di saat Covid-19 mulai meraja lela di Indonesia termasuk di Jogja, tempat dimana kami tinggal, kami boyongan ke rumah kami yang baru. Rumah dengan nuansa putih abu-abu yang berada di pinggiran Kota Sleman. Itulah rumah idamanku yang juga disambut baik oleh suami dan anak-anak. Luasannya sama seperti rumah yang sudah terjual yaitu seratus dua puluh meter persegi tetapi typenya lebih kecil dengan hanya memiliki dua kamar tidur dan dua kamar mandi.
    Satu perbedaan yang mencolok adalah halaman yang berbentuk L yang mengitari rumah yang didisain modern minimalis.
    Rumah yang terjual berada di kompleks perumahan yang dibangun full bangunan. Tidak memiliki halaman. Hanya ada teras dan carport yang hanya muat buat city car. Sedang rumah kami yang baru berada di tengah perkampungan penduduk yang masih asri. .
    Di sana hampir setiap rumah memiliki pohon buah-buahan seperti pohon kelengkeng, sirsat, jambu atau pohon pepaya.
    Disebelah rumah kami masih ada lahan kosong seluas seratus tigapuluh meter persegi. Di situ dibangun rumah dengan type yang lebih besar dengan tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Itulah rumah dagangan kami.
    Alhamdulillah, belum lagi rumah itu selesai dibangun, pembelinya sudah datang meminangnya. Laku terjual dengan harga cukup tinggi yaitu, enam ratus juta rupiah.
    Dengan terjualnya rumah itu, rencana selanjutnya kami membeli lahan yang di atasnya bisa dibangun 2 unit rumah. Tetapi karena dananya masih terlalu kecil maka kami hanya bisa membangun 1 unit rumah saja. Sedang rumah ke dua akan dibangun ketika rumah itu laku terjual. Begitu seterusnya.
    Itulah usaha property kami yang kami rintis. Sedang untuk kebutuhan sehari-hari kami membuka kios cemilan yang saat ini masih tertatih-tatih.
    Oya, dari enam anak kami, empat diantaranya sudah berkeluarga dan tinggal di rumah mereka masing-masing. Yang tinggal bersama dengan kami hanya putri yang ke lima, sedang si bungsu kami tempatkan di pesantren sekaligus bersekolah boarding school di sana.
    Alhamdulillah meski terseok-seok masa-masa sulit akhirnya berbuah manis. 

    Bagikan ke

    Comment Closed: Badai Telah Berlalu

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021