KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bagan Siapi-Api

    Bagan Siapi-Api

    BY 14 Mei 2025 Dilihat: 66 kali
    Bagan Siapi-Api_alineaku

    Kicauan burung walet menyapa pagiku untuk bergegas melaksanakan aktivitas. Dengan perlahan menarik napas, aku merentangkan tangan, meluruskan jari-jemari serta membiarkan tubuh ini meregang lega. Kelopak mata perih seperti teriris oleh tajamnya belati namun aku tak bisa mengelak dari rutinitas yang sudah menjadi kewajibanku. Dari ruangan belakang terdengar berisik, aku menoleh ke arah Akong yang masih tertidur pulas. Ya, dia sudah kuanggap seperti bapak sendiri. Meskipun Akong usianya terbilang sudah lapuk, namun ketampanannya masih memukau. Entah seperti apa rupanya waktu masih lajang. 

    Kemudian, aku beranjak dari pembaringan yang menyenyakkan malamku. dengan hati-hati pintu kamar dibuka. 

    “Pagi, Ama.” 

    Aku menyapa wanita paruh baya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

    “Pagi juga, Sus. Bagaimana Akong semalam?” 

    “Baik, Ama. Hanya sedikit rewel. Dia tak nyaman mengenakan pampers lalu dia menyuruhku untuk membukanya, namun tidak ku turuti.”

    “Hayoo. Susah lah Akong-mu itu, Sus.” balas Ama

    Lalu, aku dengan gesit membersihkan setiap ruangan di rumah itu, pakaian, dan diriku sendiri sebelum Akong bangun.

    Akong mengidap penyakit stroke yang membuatnya hanya terbaring di atas ranjang, tubuhnya yang berisi kadang membuatku tak mampu mengangkatnya seorang diri. Sesekali Akong dipindahkan ke roda empat untuk menghirup udara pagi pada kota yang masih nampak asri, sehingga bantuan pun datang dari koko atau pun cece.

    Aku terperangah oleh tatapan tajam yang mengisyaratkan untuk bergegas menengoknya. 

    “Selamat pagi. Sudah bangun ya, Kong?? Hm .. Sebentar ya, Sus ambil air hangat dulu.” 

     

    Tanpa bersuara, Akong hanya mengangguk. Pakaian dan pampers yang membungkus tubuh rentanya ditanggalkan dan aku mengganti dengan yang lain.

    “Semuanya telah siap. Ahh, gantengnya.” godaku.

    “Saatnya Akong makan, ya.”

    “Mana Ama, Sus? Panggil Ama lah, tolong! Akong mau Ama yang menyuapi.” rengek Akong padaku.

    Keluhan terkadang muncul sebab tingkah Akong yang seperti anak bayi menguji naluri kesabaranku. Ucapan yang dilontarkan juga harus dijaga, memastikan agar dia tidak merasa tersinggung. 

    “Ama.. Ama..”

    “Iya, Sus?” 

    lâi ma, Akong maunya disuapin oleh Ama.” kataku pada Ama. 

     

    Lalu, Ama dengan penuh cinta memberikan suapan kepada belahan jiwanya itu. Kemudian, aku menegur Ama dengan ramah untuk menuju meja makan mengisi perut. Biarkan momen kemesraan antara suami dan istri itu kembali merekah.

     

    Aku terperangkap dalam balutan luka dan kasih sayang. Diriku sudah menyatu dengannya dan keluarganya. Perlakuan tulus mereka mengantarkanku menjalankan tugas untuk menjaga dan merawat Akong. Kami sudah sangat dekat seperti bapak dan anak.

    “Jujur, aku menyayangi dia.” 

    Kehangatan di rumah papan itu membuat aku betah karena anak, menantu, dan cucu – cucunya menghargai kehadiranku.

    Tuhan telah mempertemukan aku dengan keluarga yang sangat baik. Walaupun begitu, tetap ada batasan untuk menjaga kepercayaan mereka. Bisikan yang terngiang di telinga sebagai penutup darinya.

    “Sus, xièxiè.”

    Sambil menggenggamkan tanganku, mata Akong berkaca-kaca. Asing memang mendengar kata itu sebab bahasa yang digunakan adalah Bahasa Hokkien. Aku dan Ama saling membuang pandangan keheranan dengan ucapan Akong. Dia tidak biasanya bersikap lembut karena yang aku tahu bahwa Akong mempunyai sifat emosional yang tidak stabil. Yah, mungkin dia bersikap demikian lantaran penyakit yang diderita, tentu hal ini dapat dimaklumi.

    “Sus, Akong mengucapkan xièxiè yang artinya terima kasih. Hati ini senang, Sus.” jelas Ama padaku. “Seharusnya Akong tidak mengutarakan kata itu ma. Ini sudah menjadi bagian dari pekerjaanku.”

     

    Dua tahun lamanya aku mengurus Akong, hati ini merasa hambar ketika Sang Penguasa mengambil kembali ciptaan-Nya. Tenda duka dipenuhi dengan jubah putih yang dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, terutama penganut agama Buddha, melambangkan kemurnian dan penghormatan bagi orang yang telah meninggal. 

    Asap tongkang membubung tinggi dekat jenazah Akong, aku menyaksikan api melahap kayu-kayu itu yang membawa doa terakhir untuk keabadiannya. 

    “Sedih! Tak ada yang meneriaki aku lagi.” batinku sambil termenung dalam kesedihan. 

    Tempat tidur itu tidak lagi ditempati, sementara kursi roda yang pernah mengiringi langkahnya menjadi besi tua tak bertuan.

    “Selamat jalan, Akong. dirimu akan selalu terekam di dalam memoriku.”

     

    Akong telah mengajarkan aku bagaimana menjadi seorang pekerja yang telaten, bertanggung jawab, dan jujur. Setelah itu, aku memeluk Ama dengan berderai air mata. 

    “Akong sudah bersama dewa, jiwanya kini telah menyatu dengan dewa.” kata Ama menenangkanku.

    Selesai Akong dimakamkan, aku mengundurkan diri dari tempat tersebut. Koper yang sudah berisi baju itu siap berpindah ke persinggahan baru. Ciuman perpisahan kepada Ama, cece dan koko menjadi momen haru antara kami. Aku tidak pernah menyangka, kepulangan berharga ini diiringi untaian amplop yang mengisi kantongku.

     

    “Aku terperangkap dalam balutan luka dan kasih sayang. Diriku sudah menyatu dengannya dan keluarganya. Perlakuan tulus mereka mengantarkanku menjalankan tugas untuk menjaga dan merawat Akong.”

    SEKIAN

    Kreator : Leny Fios

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bagan Siapi-Api

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021