Namaku Dinda Azahra, aku bersekolah di SDN 2 Kendari. Aku memiliki dua adik yang juga bersekolah di SD ini. Pada suatu hari aku dan kedua adikku diajak oleh Bunda berbelanja di Lippo Plaza. Setibanya di sana, ku langkahkan kaki menuju ke beberapa rak barang. Kakiku terhenti pada rak makanan yang ada di Hypermart. Mataku tertuju pada tumpukan biskuit atau wafer yang tertata rapi. Ku ambil satu kaleng wafer ukuran kecil, lalu kumasukkan ke dalam troli yang sudah Bunda persiapkan. Kedua adikku juga tidak ketinggalan mengambil sesuatu yang menjadi keinginan mereka.
Aku berpindah ke rak yang tersusun berbagai macam minuman kemasan, kaleng, dan botol. Minuman tersebut di antaranya susu kotak, teh kotak dan beberapa jenis minuman soda. Pilihanku jatuh pada susu kotak, kuambil beberapa susu kotak kesukaanku.
“Apalagi ya? Hm, buah. Aku suka makan buah,” batinku dalam hati. Aku beranjak di bagian penjualan buah-buahan, jeruk dan apel menjadi penghuni troli-ku.
Selang beberapa lama, suara Bunda memanggilku, “Din, gimana? Sudah belum belanjanya?” teriak Bunda dari arah belakangku.
“Iya, sudah Bun,” jawabku seketika.
“Ayo, kita pulang. Di luar nampak mendung,” lanjut Bunda lagi. Aku dan dua adikku serempak menjawab, “Iya, Bun.”
***
Dalam perjalanan, di saat lampu merah, mobil kami berhenti. Mataku tertuju pada seorang anak laki-laki yang memegang sebuah ukulele sedang menyanyikan sebuah lagu yang aku sendiri tidak paham lagu apa yang dinyanyikannya, wajahnya kusam juga baju yang dikenakannya terlihat lusuh.
“Bun, boleh nggak aku ngasih duit buat dia?” kuarahkan pandanganku kepada anak tersebut.
“Siapa?” tanya Bunda sekali lagi.
“Itu loh, Bun, yang lagi main gitar dan nyanyi.”
“Iya, boleh.”
“Aku punya uang lima ribuan, boleh nggak aku kasih semuanya?” tanyaku lagi.
“ Iya, nggak apa ngasih aja, “ jawab Bunda. Ku ulurkan tanganku melalui jendela, dengan berjalan cepat anak tersebut meraih uang lima ribuan.
“ Terima kasih,” ucapnya.
“ Iya, “ jawabku.
Sepanjang perjalanan menuju rumah aku teringat dengan segala nasehat Bunda, mulai dari mengerjakan sholat, ngaji, bersedekah kepada mereka yang kurang mampu, bahkan saling menyayangi sesama teman. “ Alhamdulillah, nasehat Bunda tidak pernah kami lupa,” hatiku berkata.
***
Seperti biasa aku dan kedua adik-adikku berangkat bersama-sama ke sekolah karena memang kami satu sekolah yaitu SDN 2 Kendari. Hari ini aku bersemangat ke sekolah, perlengkapan alat tulis telah kupersiapkan dari malam hari dan PR telah kuselesaikan.“Mudah-mudahan hasil pekerjaanku tidak mengecewakan,” batinku dalam hati.
Seperti biasa, kelas pasti sudah nampak bersih dan rapi, bu guru selalu menghimbau kami yang bertugas piket pada hari esok untuk membersihkan kelas setelah pulang sekolah, agar kami tidak terlambat untuk mengikuti apel pagi.
Guru piket yang bertugas pada hari ini adalah Ibu Anita, wali kelas I-D. Penyampaian Ibu Anita yang bisa kutangkap tentang kedisiplinan, baik disiplin dalam mengikuti aturan sekolah juga disiplin dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Lanjut Bu Anita juga menyampaikan kepada kami semua tentang kebersihan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
“Jika keadaan kelas bersih, apakah kalian nyaman berada di dalam kelas?” tanya bu Anita.
“Nyaman, Bu Guru.” jawaban serempak dari kami.
“Apakah hanya kebersihan kelas saja yang harus kalian perhatikan?” lanjut Bu Anita bertanya.
“Tidak, Bu Guru.”
“Bagus, kebersihan bukan hanya di kelas, di halaman sekolah, tapi kebersihan diri kalian juga harus kalian perhatikan. Lihat kuku-kuku tangannya, rambutnya, kalau sudah beberapa hari tidak dicuci harus segera dicuci agar kutu-kutu rambut tidak menempel. Giginya diperhatikan, gosok gigi paling tidak tiga kali sehari. Pakaian yang kalian pakai hari ini kalau masih harus dipakai untuk esok hari, sebaiknya jangan bermain yang bisa menimbulkan baju kotor.”
Kami semua mendengar dengan seksama apa yang disampaikan oleh Ibu Anita. Selanjutnya kami dipersilahkan masuk di kelas masing-masing dengan tertib. Tak menunggu lama, Bu Guru masuk untuk memulai pelajaran kami hari ini. Alya, ketua kelas, memimpin kami untuk memberi salam dan berdoa. Hari ini muatan pelajaran IPA, pelajaran yang sangat aku suka.
Bu Guru selalu mengawali pelajaran dengan menanyakan apakah ada tugas di rumah yang sudah diberikan. Usai memeriksa pekerjaan kami, Ibu Guru memulai materi baru yang akan kami pelajari hari ini. Dengan seksama, kami mendengar penjelasan Bu Guru. Karena jika terlewat, kami lah yang akan rugi sebab pertanyaan pasti diberikan setelah penjelasan.
“Jadi penyerbukan adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari ke permukaan putik. Pada sebagian besar bunga, penyerbukan berarti peristiwa jatuhnya serbuk sari ke bagian kepala putik. Fungsi penyerbukan yaitu untuk memudahkan serbuk sari menempel pada kepala putik. Berdasarkan perantaranya, ada empat penyerbukan yaitu penyerbukan disebabkan oleh angin, penyerbukan disebabkan oleh hewan, penyerbukan disebabkan oleh air dan penyerbukan disebabkan oleh manusia,” jelas Bu Guru.
“Ada pertanyaan? “ tanya Bu Guru.
“Saya Bu,”
Ku lihat Salsabila mengangkat jari telunjuknya.
“Tumbuhan atau bunga jenis apa saja yang bisa melakukan penyerbukan sendiri?” tanya Salsabila.
“Iya, bagus pertanyaannya. Ada yang bisa menjawab pertanyaan Salsabila?”
“Saya, Bu. Kembang Sepatu,” Jawabku.
“Iya bagus, ada lagi?”
“Saya Bu, padi.” kulihat Tata yang duduk di sebelahku menjawab.
“Bagus. Masih ada lagi yang mau menjawab?”
Nampak tidak ada lagi yang mengacugkan jari telunjuknya dan kulihat bu guru yang akan menambah.
“Selain Kembang Sepatu seperti jawaban Dinda dan Padi seperti jawaban Tata, masih ada lagi seperti, Gandum, Kacang Panjang, Buncis, Tembakau dan Kacang Tanah.”
Selanjutnya, Bu Guru memberikan kami soal latihan sebanyak tiga nomor. Di sela-sela kami mengerjakan latihan tersebut, bel istirahat berbunyi. Bu Guru mempersilahkan kami untuk beristirahat, namun hanya beberapa dari mereka saja yang keluar selebihnya masih berada di dalam kelas. Beginilah kelas kami di saat pekerjaan kami belum tuntas, kami enggan keluar main meskipun bel waktu untuk beristirahat berbunyi.
Kuajak Tata untuk ke warung setelah pekerjaan kami selesai. Tapi, baru saja aku ingin keluar kelas, teringat wafer yang kubeli kemarin. Dengan segera ku ambil wafer tersebut dan mengajak beberapa teman untuk mengambilnya. Ku lirik Bu Guru, beliau masih sibuk dengan laptop yang ada di hadapannya. Ingin sekali aku menawari wafer yang kubawa, tapi aku malu juga takut jika Bu Guru tidak menyukainya.
“Ah, aku coba saja tawari siapa tahu, Ibu mau,”
Aku meminta jasa Tata untuk memberikannya ke ibu dan ternyata Bu Guru tidak menolak. Bu Guru menoleh ke arah bangku kami.
“Punya Dinda, Bu! “ kata Tata.
“Oh iya, terima kasih. Tahu yah kalau ibu juga lapar, “ tawa ibu diikuti kami yang berada di dalam kelas.
Kami menikmati wafer yang aku bawa, aku senang sudah bisa berbagi.
Usai pelajaran hari ini, seperti kebiasaan di hari-hari lain, Ibu Guru pasti memberikan kami tiket pulang. Siapa yang cepat menjawab dengan benar dialah yang boleh pulang lebih awal. Kami berebut ke meja Bu Guru guna memperlihatkan hasil pekerjaan kami. Ada beberapa yang di ceklis benar dan tak banyak pula yang disuruh memperbaiki. Begitulah seterusnya, hingga tersisa satu dua teman kami yang belum menyelesaikannya, namun Bu Guru dengan sabar menunggu hingga tuntas.
Aku lega, hari ini kegiatan berjalan dengan lancar, terima kasih ya Tuhan, Engkau mudahkan urusanku hari ini.
Albert Einstein
“ Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh.”
Kreator : Indarwati Suhariati Ningsi
Comment Closed: Bahagia Bisa Berbagi
Sorry, comment are closed for this post.