Memang benar adanya ungkapan yang menyatakan bahwa anak Perempuan tertua harus sekuat baja dan karang yang berada di lautan lepas. Ditempa, dibakar, dipukul berkali-kali hingga menjadi kuat tak lekang oleh waktu. Diterpa badai dan ombak tetap berdiri kokoh, pendiriannya kuat tak pernah goyah oleh apapun.
Sebut dia Retno, lengkapnya Retno Wulandari. Nama yang sungguh indah disematkan untuknya. Nama yang bermakna “Mata Perempuan seindah bulan purnama”. Arti dari namanya memang kuat cocok disematkan untuknya, karena matanya tajam namun lembut seperti sinar rembulan.
Retno adalah perempuan yang dilahirkan sebagai anak ketiga dari sembilan bersaudara. Kenapa ia disebut anak Perempuan tertua? Karena dua kakaknya dan tiga adik berjenis kelamin laki – laki, baru kemudian lahirlah dua adik yang berjenis kelamin sama dengannya yaitu perempuan. Sedangkan si bungsu lahir berjenis kelamin laki-laki.
Di keluarga kami memang didominasi oleh laki-laki. namun, dengan banyaknya anak laki-laki tidak menjadikan Retno manja, suka merengek dan bermalas-malasan. Bahkan dibandingkan saudaranya yang laki-laki, tanggung jawabnya justru melebihi laki-laki.
Dia lahir di tengah krisis keluarga, orang tuanya masih merintis dari nol. Bisa dikatakan mereka hidup prihatin. Makan hanya berlaukkan garam atau ikan asin sudah menjadi hal biasa, jika sedang beruntung, dia akan makan dengan lauk telur dadar, itu pun di perolehnya kalau ayam-ayam yang dipelihara orang tuanya bertelur. Dia jarang sekali makan daging atau ayam. Hal itu menjadi hidangan mewah yang hanya bisa ia peroleh pada saat hari raya saja.
Untuk mengurangi rasa laparnya di malam hari, dia dan kedua kakaknya mencari mangga yang sudah terjatuh di tempat orang-orang dimakamkan alias kuburan. Ternyata rasa lapar bisa mengalahkan rasa takut.
Sebagai anak Perempuan tertua, seringkali dia diberi tanggung jawab melebihi anak seusianya. Terutama tanggung jawab menjaga adik-adiknya yang masih kecil. Menggendongnya kesana kemari, hingga bahunya sering sakit. Apa dia mengeluh? Tidak? Percuma mengeluh disaat ibunya juga merasakan kelelahan yang sama mengurus pekerjaan rumah tangga yang tiada habis-habisnya. Semua rasa sakit dan lelahnya hanya bisa dia simpan sendiri.
Kehidupan pahit sejak kecil menjadikan seorang Retno, Perempuan kuat dan tangguh. Namun, Nasib baik belum banyak berpihak kepadanya. Walaupun sudah lulus kuliah dia harus mencari kerja untuk membantu mencukupi kebutuhannya pribadi dan adik-adiknya yang masih membutuhkan biaya sekolah. Alih-alih bekerja di perusahaan besar, dia malah menjadi honorer di Dinas Kesehatan Kabupaten yang digaji hanya 50 ribu per bulan. Ukuran gaji yang sangat minim di era tahun 90-an.
Suasana kerja yang tidak sehat menjadikannya tidak nyaman, sebagai honorer dia sering sekali diberikan beban kerja yang banyak, bahkan Retno seringkali menjalankan pekerjaan di luar tanggung jawabnya. Kalau diberi gaji yang sepadan tidak masalah, tapi yang dia dapatkan hanya rasa lelah dan nol penghargaan.
Setelah lima tahun menjadi honorer dan dirasa tidak ada peningkatan karir, Retno memutuskan merantau ke luar jawa. Tempat yang dia pilih sebagai destinasi hijrahnya adalah Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ada alasan yang kuat kenapa dia memutuskan hijrah ke Lombok. Berdasarkan informasi dari teman kuliahnya, ada salah satu klinik yang membutuhkan seorang analis kesehatan disana.
Berbekal uang saku seadanya yang dia tabung dari pekerjaannya selama mengabdi di DKK, pergilah ia merantau ke Pulau Lombok. Biaya pesawat dan kapal laut terlalu mahal sehingga ia memutuskan untuk naik bus ke Mataram.
Hijrah ke Pulau Lombok menjadi titik balik Retno menuju gerbang kesuksesan. Berawal dari bekerja di Klinik seorang dokter disana, kemudian dia tidak sengaja bertemu seseorang yang bekerja di pertambangan mineral di sumbawa. Dari orang tersebut, Retno mendapatkan informasi lowongan kerja di tambang tempat Bapak tersebut bekerja.
Dengan tekad yang kuat dia pun melamar pekerjaan di perusahaan tambang itu. Memang rencana Allah sangat luar biasa, walaupun minim pengalaman di perusahaan tambang, Retno diterima bekerja disana. Pada saat menerima gaji pertamanya di perusahaan tersebut, matanya membelalak, karena gaji yang ia terima beratus-ratus kali lipat dari yang ia terima pada saat ia menjadi honorer di DKK.
Kesuksesannya bekerja di tambang, tidak lantas membuatnya lupa akan keluarganya. Setiap bulan ia sisihkan gajinya untuk dikirim ke orang tua di kampung. Dari gajinya itu dia bisa membantu perekonomian keluarga, menaikkan derajat orang tua dan adik-adiknya. Satu demi satu hajat yang dia inginkan tercapai. Bisa membeli rumah, mobil dan sawah yang luas.
Semua tetes keringat perjuangan dan pengorbanan Retno untuk keluarganya telah dibalas Allah dengan berkali-kali lipat. Allah tidak akan pernah tidur, Dia akan membalas segala yang dilakukan di dunia sesuai amal perbuatan yang dikerjakan oleh hamba-Nya.
Kreator : Roro Nawang Wulan
Comment Closed: Bahu Anak Perempuan Tertua Harus Sekuat Baja
Sorry, comment are closed for this post.