Hari itu pagi menjelang siang. Sudah saatnya pembelajaran di kelas Kelompok Bermain di tempatku mengajar diakhiri. Tampak jarum jam telah menunjukkan pukul 09.15.
Agar sepeninggal bocil-bocil nanti kelas lumayan rapi dan juga melatih para bocil itu untuk rajin dan bertanggung jawab, maka aku mengajak mereka bersama-sama memasukkan kembali mainan yang berserakan di lantai. Membiasakan mereka memasukkan kembali mainan yang selesai dipakai ke dalam wadahnya.
Dan menata kembali media mainan ke tempat semula. Membiasakan hal demikian perlu kesabaran dan ketelatenan. Serta pelu trik-trik jitu supaya cil bocil masa kini itu mau melaksanakan dengan senang hati.
Karena tidak heran jaman sekarang jarang kita sering menemukan cil bocil yang selalu menggantungkan orang lain untuk melayani dirinya sendiri. Tercermin dari kebiasaan di rumah selalu dilayani dan tidak terlatih untuk belajar melayani diri sendiri. Tidak terlatih mengatasi permasalahan dirinya sendiri.
Maka disini senyampang mereka masih dini ditanamkan kebiasaan baik dan kebiasaan mandiri. Melayani kebutuhan dirinya sendiri, tidak selalu menyuruh atau meminta tolong orang lain. Misalnya sekedar mengambil tas miliknya, si bocil dilatih untuk mengambil sendiri. Dan dilatih pula untuk membuka tas atau resleting sendiri. Karena walaupun hanya sekedar membuka resleting tas, jika tidak dilatih, tidak diajari, dan tidak dibiasakan bocil tidak akan bisa mengerjakannya dengan baik pada usia dini.
Begitu pula melatih anak merapikan kembali mainan yang habis dipakai perlu diajarkan sejak dini. Sehingga bocil akan tertanam rasa tanggung jawab. Akan tertanam rasa mencintai kebersihan, kerapian, dan rasa bangga telah berkarya melakukan sebuah pekerjaan menciptakan suasana lingkungan sekitar menjadi bersih dan rapi.
Jika hal yang demikian ditanamkan sejak dini sesuai fakta banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa bocil akan terbiasa melakukan pekerjaan baik, akan berpikir baik, dan akan tercipta jiwa tanggung jawab, rajin, dan disiplin.
Beberapa upaya yang aku lakukan untuk itu adalah dengan mengajak mereka para bocil untuk memasukkan kembali mainannya sebelum berdoa penutup untuk pulang. Mengajak mereka dengan menyanyikan lagu membuat mereka tertarik melakukannya dengan senang. Seolah-olah tetap bermain walaupun beres-beres.
Dengan lirik lagu,
“Beres-beres yuk kita beres-beres, Mbak Ina beres-beres, Mbak Zizi beres-beres, Mbak Hani beres-beres, Mas Juna beres-beres, Mas Rafif beres-beres, semuanya ikut beres-beres.”
Dalam kalimat atau syair lagu ajakan itu disebut nama anaknya, maka mereka akan semakin bersemangat. Dan seolah-olah mereka sedang berlomba-lomba.
Sambil membereskan mainan tampak si bocil Zizi melongok keluar lewat jendela. Tampaknya dia melihat orang tuanya yang sudah kelihatan menjenguknya.
“Bu guru, ayo pulang. Aku sudah dijemput Mama.” Ucap Zizi kepadaku sambil menyerahkan mainan yang sudah berada dalam wadahnya.
“Iya, Mbak Zizi. Sekarang waktunya berdoa pulang. Ayo kita semua duduk melingkar yuk, kita bersama-sama berdoa pulang.” Jawabku kepada Zizi, sekalian mengajak bocil-bocil yang lain untuk segera duduk manis.
Masih belum bersegera untuk duduk manis, ternyata para bocil ini perlu diajak dengan nyanyian lagi. maka segera aku menyanyikan lagu yang isi syairnya menjaka nak kanak bocil untuk duduk.
Ternyata tak cukup dengan lagu saja mengajak mereka duduk manis segera digubris. Sambil mulut bernyanyi, tangan harus melambai-lambai. Mengajak mereka yang masih lari-lari ke sana kemari. Untuk mau berhenti dan duduk manis. Bahkan tangan ini harus sigap menangkap anak yang lari berseliweran di depanku untuk aku dudukkan semanis teman-teman sesama bocil yang sudah mau duduk manis.
Setelah upaya keras mengkondisikan mereka duduk manis, kini mereka sudah duduk melingkar dan siap mengikuti kegiatan akhir yaitu berdoa penutup.
Sebagaimana yang telah disepakati di lembaga sini, doa apa saja dan bagaimana urutan doanya sudah ditentukan dan dilaksanakan sejak dahulu.
“Anak-anak yang sholih sholihah, ayo kita berdoa kepada Allah dengan tertib dan sungguh-sungguh ya.” Ajakku kepada mereka.
“Semuanya kaki dilipat, tangan dilipat, lihat mulutnya bu guru, dengarkan ucapan bu guru, dan ikuti ya. Sebisanya anak-anak buka mulut dan mengikuti menirukan doa yang diucapkan bu guru.” Aku kasih instruksi demikian kepada bocil-bocil yang memperhatikan dengan seksama itu.
Kuajak mereka bersama-sama membaca surat Al ‘Ashr, lanjut doa kafaratul majelis, doa bepergian, doa naik kendaraan darat, doa masuk rumah.
Tak terduga olehku, si bocil Zizi menyeletuk komentar kepadaku. “Buu kok banyak sekali doa-nya? Jadinya gak cepet pulang.” sambil memandang ke arahku.
Dengan senyum manis menutupi rasa kaget, aku respon ucapannya dengan tenang sekalian memberi pengertian kepada bocil-bocil yang lain.
“Iya Mbak Zizi, doa nya ini tadi banyaknya. Mbak Zizi mau doa-nya sedikit saja? Sambil kupandang wajah polosnya yang mungil.
“Anak-anak, bu guru minta maaf ya kalau kelamaan berdoa. Tapi gak papa, ini nanti kalau sudah terbiasa anak-anak akan merasa sebentar, tidak terasa lama. Dan akan terasa sedikit, tidak banyak. Nanti kita baca setiap hari anak-anak akan cepat hafal dan merasakan semakin enak. Oke?” Aku mengakhirinya dengan sedikit review dan apresiasi pada nak kanak serta dengan ucapan salam.
Kreator : Endah Suryani
Comment Closed: BANYAK SEKALI DOANYA
Sorry, comment are closed for this post.