Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat
(Cerita termasuk kategori Legenda)
Pada zaman dahulu kala, di daerah Padamara dekat Sungai Sawing, Nusa Tenggara Barat, hiduplah sepasang suami-istri yang miskin. Si istri bernama Inaq lembain, sedangkan suaminya bernama Amaq lembain.
Setiap hari mereka pergi ke rumah-rumah penduduk untuk mencari pekerjaan. Jika di desanya sudah tidak ada lagi penduduk yang memakai tenaganya mereka pergi dari satu desa ke desa lainnya sambil membawa kedua anak mereka.
Pada suatu hari, mereka tiba di sebuah rumah penduduk yang tampak sibuk menumbuk padi. Inaq lembain menghampirinya. “Bu…bolehkah saya ikut bekerja membantu menumbuk padi….?”
“Boleh, kebetulan yang kami tumbuk cukup banyak, kamu bisa membantu kami.”
“Terima kasih Bu…” kata Inaq lembain dengan senang hati.
Ketika menumbuk padi, kedua anak Inaq lembain diletakkan di sebuah batu ceper yang tidak jauh dari tempat ia menumbuk padi. Baru itu bernama batu golog.
“Kalian tunggu di sini, jangan nakal! Ibu sedang bekerja agar nanti kita dapat upah untuk makan,” pesan Inaq lembain kepada kedua anaknya.
Kemudian, Inaq Lembain bekerja menumbuk padi. Tidak berapa lama, kedua anaknya berteriak-teriak memanggil Inaq Lembain.
“Ibu….ibu……!” Teriak kedua anak Inaq Lembain. Si ibu menganggap anak-anaknya hanya iseng memanggilnya. Tanpa menoleh ia meneruskan pekerjaannya.
“Ibu…..ibu…!”
“Tunggulah kalian disitu sebentar! Ibu sedang bekerja,” ucap Inaq lembain tanpa menghiraukan teriakan kedua anaknya.
Sebenarnya anak-anak itu tidak sedang merajuk. Batu yang mereka duduki itu tiba-tiba bergerak naik ke atas. Kedua anak itu ketakutan sehingga memanggil-manggil ibunya.
Karena dipikirnya sang anak sedang bercanda, Inaq lembain tidak melihat batu semakin lama semakin tinggi. Tingginya melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu berteriak-teriak ketakutan.
“Ibu…ibu…tolong!” Jerit anaknya dari ketinggian.
“Tunggu, ibu sedang bekerja,” ucap Inaq lembain.
Tanpa disadari, teriakan anak-anaknya terdengar semakin sayup. Sekali lagi ia tidak menggubris teriakan sang anak. Semakin lama, ia tidak mendengar suara teriakan anak-anaknya. Inaq Lembain berpikir sang anak pasti sudah lelap tertidur.
Sementara batu Golog itu semakin lama semakin tinggi. Kedua anak Inaq Lembain sudah terbawa oleh batu golog sampai menembus ke awan. Betapa terkejutnya Inaq lembain melihat kedua anaknya sudah tidak terlihat lagi di tempat ia terakhir menaruhnya.
Inaq Lembain sangat bingung untuk menyelamatkan kedua anaknya. Ia menangis dan memohon kepada Dewata untuk bisa mengambil anaknya yang berada di atas awan. Do’a Inaq Lembain pun terkabul. Ia diberi kekuatan gaib oleh Dewata. Dengan sabuknya, ia dapat memenggal batu golog cukup sekali tebasan saja. Batu golog itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian yang pertama jatuh di suatu tempat sehingga menyebabkan tanah bergetar. Tempat jatuhnya batu itu menjadi sebuah desa yang kemudian bernama Desa Gembong. Bagian yang kedua jatuh di suatu tempat yang kemudian tempat itu diberi nama Dasan Batu. Nama ini diberikan karena ada seseorang yang melihat batu tersebut jatuh. Sedangkan, bagian ketiga batu golog jatuh di suatu tempat dan diberi nama Montong Teker. Nama ini diberikan karena bagian terakhir dari batu golog yang terjatuh ini menimbulkan suara gemuruh.
Batu golog memang sudah terpecah menjadi tiga bagian. Akan tetapi, Inaq Lembain tidak bisa mendapatkan anaknya kembali. Anak Inaq Lembain sudah berubah menjadi dua ekor burung. Sang kakak berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan sang adik telah berubah menjadi burung Kelik.
Pesan dan pelajaran dari kisah ini adalah penyesalan memang selalu datang di akhir. Sekian, semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini.
Kreator : Nadya Putri
Comment Closed: Batu Golog
Sorry, comment are closed for this post.