KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Berani Mati atau Berani Hidup? Sebuah Perjalanan Tubuh dan Asa

    Berani Mati atau Berani Hidup? Sebuah Perjalanan Tubuh dan Asa

    BY 30 Sep 2025 Dilihat: 3 kali
    Berani Mati atau Berani Hidup_alineaku

    Kenyataan pahit akan kepergian mama kembali kepada sang Pencipta, rasanya seperti menindih dan menghimpitku dari berbagai arah. Membuatku merasa sulit bernapas bahkan tak mampu berpikir jernih. Penyebab kematian mama membuatku merasa makin terpukul karena tidak pernah menyangka, ternyata mama selama beberapa tahun terakhir, tengah mengidap penyakit serius sampai merenggut nyawanya, dan aku tak tahu!

    Betapa pintar dan sabarnya mama menahan dan menyembunyikan rasa sakitnya mulai dari awal gejalanya masih ringan, sampai pada fase akhir pun ketika ia sudah dirawat inapkan masih saja berusaha meyakinkanku bahwa dirinya hanya kelelahan saja. Kepergian mama yang secepat itu memberiku banyak pelajaran untuk di petik. Karena berjuang untuk hidup berkecukupan saja itu tidak cukup. 

    Rutinitas hidupku sehari-hari sebagai seorang ibu yang menginginkan semua  yang terbaik untuk keluarga kecil ini, sebenarnya tujuannya tidak muluk-muluk. Namun, cara mencapai taraf hidup yang menjadi standarku, kadang terlalu menyita waktu dan perhatian sampai melupakan aspek kesehatan tubuh dan kesehatan mentalku sendiri. 

    Sebagai ibu yang bekerja dengan jam kerja tak menentu dalam 24 jam sehari, di tempat yang tak lazim dimana situasi dan kondisi dikatakan ‘aman’ jika dalam seminggu tidak terdengar suara peluru berdesing, tanpa ada pembantu rumah tangga, dengan 2 orang anak beda usia yang karena situasi dan kondisi yang tak lazim di pedalaman ini, jadinya melakoni #HybridSchoolingLife, sambil memastikan rumah dalam keadaan bersih, pakaian dan selimut seluruh anggota keluarga tercukupi untuk melawan dingin yang menusuk tatkala suhu mencapai 0*C dan hujan es melanda, menjamin meja makan tersaji makanan sehat yang mengenyangkan dengan persediaan bahan makanan yang serba terbatas dan seadanya, membuatku tak sempat mengingat bahwa tubuhku ini bukan robot yang tak akan pernah rusak. 

    Semenjak melahirkan anak pertama, tubuhku mulai menampakkan kenaikan berat badan walaupun masih dalam batas atas untuk dikatakan normal yang membuatku cuek saja tak memikirkan bentuk tubuhku karena aku bukan seorang model yang harus selalu tampil prima dengan kecantikan dan kemolekan, itu pikirku. 

    Melahirkan anak kedua di tengah Pandemi Covid-19, dan berlanjut dengan masa lockdown dan isolasi membuatku tak mengontrol asupan makanan yang masuk melalui mulut ini. Kondisi ibu menyusui yang menderita Covid, yang tidak merasakan citarasa makanan dan tak dapat mencium aroma masakan, membuatku memaksakan makan agar tubuh tetap Fit untuk menyusui. Belum lagi berbagai macam dan jenis vitamin yang diberikan dari Rumah Sakit untuk dikonsumsi selain anti Virus, karena memang Covid belum ada obat spesifiknya. Rentetan kecuekan ini membuat tubuhku mengembang layaknya tepung diberi ragi menjadi adonan roti. Dalam sekejap, berat badanku menjadi hampir dua kali lipat dibanding sebelum melahirkan anak pertama dulu, jauh dari kata ideal. 

    Kematian mama seakan menemplakku dengan kenyataan bahwa orang yang terlihat sehat tak selamanya tubuhnya benar-benar sehat, meskipun aku tahu mamaku sedari dulu sangat menjaga asupan makanannya setiap hari. Pola makan clean food, tanpa daging, tanpa minyak, tanpa penyedap rasa dan tepung putih adalah makanan mama selama hidupnya. Selain itu, mama bergerak aktif dalam kesehariannya sebagai dosen yang kampusnya ditempuh dalam 2 jam perjalanan dari rumah dan hobinya bercocok tanam segala jenis buah-buahan yang menuntutnya terus bergerak. Tapi, itu semua tidaklah cukup. Asupan makanan sehat dan gerak tubuh yang aktif tidak menjamin menjadikan tubuh sehat. 

    Beberapa waktu setelah mama meninggal, barulah aku mengetahui ada beberapa kejadian pahit yang mama sembunyikan dan mama hadapi sendiri tanpa mau di bagikan ke siapapun sampai akhir hidupnya. Kesehatan tubuhnya merosot drastis karena stres yang dideritanya. Penyebab stres yang aku sendiri pun pastinya tak dapat memikulnya seorang diri. Tapi, itu lah mama, tanpa mau membebaniku dan siapapun disekitarnya, semua derita itu ditelannya sendiri dan akhirnya menjadi penyebab kemerosotan kesehatannya dan merenggut nyawanya dalam waktu yang relatif singkat. 

    Peristiwa ini memaksaku kembali mereview akan kesehatan tubuh dan mentalku sendiri. Banyak orang tua Berani Mati untuk menyelamatkan hidup anak-anaknya dari bahaya maut. Tapi, apakah aku Berani Hidup dan sehat tubuh dan mental untuk mendampingi pertumbuhan anak-anakku hingga mereka dewasa dan siap hidup mandiri nanti? Tak mudah mengembalikan berat badan ke timbangan ideal lagi karena faktor umur dan kesibukan sehari-hari. Tapi, jika hal itu penting untukku, pastilah akan ku temukan dan ku usahakan berbagai cara untuk mencapainya. 

    Semangat diriku… Gapai kesehatan tubuh yang ideal sambil tetap menjaga kesehatan mental sebagai ibu bekerja dan istri yang menopang suami tercinta. Fight…!!!

     

     

    Kreator : Vidya D’CharV (dr. Olvina ML.L. Pangemanan, M.K.M.)

    Bagikan ke

    Comment Closed: Berani Mati atau Berani Hidup? Sebuah Perjalanan Tubuh dan Asa

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021