KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bercanda Dengan Poligami (chapter 12)

    Bercanda Dengan Poligami (chapter 12)

    BY 23 Okt 2024 Dilihat: 144 kali
    Bercanda Dengan Poligami (chapter 12)_alineaku

    Iskandar menerima panggilan dari polisi terkait penganiayaan terhadap Pak Jaya. Dia takut dipenjara. Siang itu dia melajukan bentornya ke sebuah desa untuk menghindari panggilan polisi. Cuaca hujan dan berangin membuat bentornya berjalan pelan. Derasnya air hujan menyebabkan pandangan matanya terganggu. Ditambah lagi rasa panik yang mencekam, membuat Iskandar tidak fokus mengendarai bentor.

    Tiba-tiba dari arah berlawanan, ada mobil Innova yang melaju dan menyenggol badan bentor. Iskandar tidak bisa mengendalikan bentornya, sehingga oleng dan masuk ke persawahan milik warga. Pengendara Innova berhenti dan segera mengecek kondisi pengendara bentor, dia terlempar dalam rimbunnya pohon padi yang mulai menguning.

    Iskandar dibawa ke puskesmas terdekat. Lukanya tidak terlalu parah, tetapi dia perlu istirahat untuk memulihkan badannya yang terasa nyeri dan sakit akibat beberapa kali terguling di sawah ketika terlempar dari bentor. Beruntung, rumah pengendara Innova, Pak Karta berdekatan dengan Puskesmas. Sebagai rasa tanggung jawabnya, Pak Karta membawa Iskandar ke rumahnya untuk menjalani pemulihan.

    Beberapa jam tinggal di rumah Pak Karta, Iskandar mulai mengenal keluarganya. Pak Karta adalah pengusaha konveksi yang memiliki dua istri. Iskandar ingin belajar kepada Pak Karta bagaimana caranya menciptakan suasana yang harmonis dengan kedua istrinya. Dia berharap Husna dan Sriatun akan meneladani kedua istri Pak Karta.

    Dia merindukan Husna yang semakin cantik, dan teringat nasib Sriatun yang jadi tahanan sementara di Polsek. Entah akhirnya ditahan lama atau dibebaskan, tergantung hasil persidangan nanti. Iskandar mengkhawatirkan nasib anak-anak Sriatun. Memang ada Asrul yang bisa memperhatikan mereka, tetapi kondisi ekonomi Asrul tidak cukup untuk menanggung hidup anak-anak Sriatun. Iskandar ingin menghubungi Asrul atau anak-anak Sriatun, tetapi dia khawatir polisi akan mencium tempat persembunyiannya.

    Iskandar meratapi hidupnya yang semakin hari semakin kacau. Kesialan demi kesialan silih berganti menderanya. Penumpang bentornya yang semakin sepi, seakan mempersempit rezekinya, sementara di rumahnya banyak yang berharap nafkah darinya. Dia menyadari telah abai terhadap kewajibannya menafkahi Husna dan kedua anaknya. Dia sudah menelantarkan nafkah dan mengecewakan mereka. Mungkin, sempitnya rezeki karena dia tidak amanah terhadap rezeki yang telah Allah limpahkan kepadanya. 

    Iskandar menahan sesak ketika terbayang suasana rumahnya yang setiap hari panas karena dipenuhi dengan pertengkaran dan adu mulut yang melelahkan. Tidak ada lagi kenyamanan dan kedamaian. Dia merindukan ketenangan dengan Husna dan kedua anaknya. Dia mengingat ancaman Sriatun yang membahayakan keselamatan Husna, dan terbukti dia menyerang Husna sampai playing victim dengan membuat laporan polisi. Dan sekarang, Iskandar semakin meratapi nasibnya karena merasakan sekujur tubuhnya yang sakit dan jadi buronan polisi, dia merasa ngeri membayangkan tinggal dipenjara.

    Penyesalan semakin menyesakkan dada. Karena kesalahannya menikahi Sriatun, keselamatan Husna terancam. Beruntung Allah masih menyelamatkan Husna, dan sekarang Sriatun yang ditahan Polisi, atas tuduhan laporan palsu dan penyerangan terhadap Husna. Iskandar berharap Husna bisa memaafkannya. Meski pun ada rasa minder karena Husna sekarang semakin cantik dan banyak uang, tidak selevel dengannya yang hanya tukang bentor. Namun Iskandar memiliki alasan kuat untuk mempertahankan Husna, karena Rio dan Ragil yang memerlukan kehadiran kedua orang tuanya.

    “Maaf, Pak Iskandar. Apa ada keluarga dekat yang bisa kami hubungi untuk mengabarkan kondisi Bapak?” Tanya Pak Karta.

    “Untuk sementara, biarlah mereka tidak tahu. Saya khawatir mereka akan risau kalau tahu saya mengalami kecelakaan,” Alasan Iskandar untuk menghindar dari keluarganya, karena takut polisi akan menemukan tempat persembunyiannya.

    “Mereka akan lebih risau kalau tidak tahu keberadaan Pak Iskandar.”

    “Maaf, Pak, saya tidak hafal nomor keluarga saya, ponsel saya rusak karena terlempar di sawah.”

    “Mungkin Pak Iskandar bisa kasih alamat rumah, biar nanti kami langsung ke rumah Pak Iskandar.”

    Iskandar kebingungan karena kehabisan alasan. Tiba-tiba ada suara yang tidak asing datang ke kamarnya.

    “Terima kasih, keluarga Bu Karta sudah menolong suami saya.”

     Istri pertama Pak Karta mengantarkan Husna ke kamar.

    “Husna?” Iskandar terkejut Husna sudah ada dihadapannya.

    Husna menceritakan kronologi sampai dia bisa mengetahui tempat Iskandar berada. Husna melihat siaran langsung di Facebook tentang kecelakaan yang terjadi antara bentor dan mobil Innova. Ketika melihat bentor yang rusak teronggok di pinggir sawah, Husna hafal kalau itu adalah bentor Iskandar. Dia pun mencari informasi melalui pengunggah postingan siaran langsung tersebut.

    Pak Karta dan istrinya meninggalkan Husna dengan Iskandar.

    “Mengapa melarikan diri dari panggilan Polisi?”

    Iskandar tercekat dengan pertanyaan Husna. Awalnya, dia mengira kedatangan Husna karena masih ada rasa kepedulian kepadanya, Husna mengkhawatirkan keadaannya karena kecelakaan. Namun, ternyata Husna hanya mencari tahu keberadaannya karena melarikan diri dari panggilan polisi.

    “Aku takut di penjara, Dik.”

    “Belajarlah jadi orang yang bertanggung jawab, penuhilah panggilan polisi.”

    “Kau berharap aku masuk penjara, Dik?!” keluar sifat Iskandar yang pemarah dan cepat berprasangka buruk.

    “Bukan begitu, datanglah dulu ke kantor polisi. Tunjukkan tanggung jawabmu.”

    “Aku tidak mau. Kau yang menyebabkan aku menyerang Pak Jaya. Sekarang Kau berharap aku masuk penjara?” Iskandar masih mengutamakan egonya selalu menyalahkan Husna.

    ”Aku lagi yang disalahkan?” Husna melotot sambil menunjuk dadanya dengan jari  telunjuk.

    “Gara-gara adik terlalu genit sama Pak Jaya, aku tidak bisa mengontrol emosiku.”

    Husna mencoba bersabar, menarik napas, dan beristighfar untuk menahan geramnya.

    “Sebenarnya aku tidak ingin Kau masuk penjara, aku kasihan kepada Rio dan Ragil kalau mempunyai Ayah seorang narapidana. Tentunya akan berpengaruh kepada mental mereka,” Husna menjeda kata-katanya dan melihat reaksi Iskandar. Nampak wajah sendu Iskandar,  mungkin menyesali ucapannya menyalahkan Husna.

    “Aku juga sudah menyiapkan pengacara untuk membelamu, Bahkan aku sudah bernegosiasi ke Pak Jaya untuk mencabut laporannya. Tapi … ,” Husna menjeda  ucapannya lagi.

    “Aku kecewa, kau tetap mempertahankan egomu dan menyalahkan aku!” Husna menunjukkan kemarahannya dengan meninggikan suara sambil menunjuk muka Iskandar.

    Iskandar terkejut melihat kemarahan Husna. Istrinya yang pendiam, kini menampakkan kemarahannya. Iskandar menyadari kesalahan ucapannya, takut Husna tidak jadi menolongnya agar bebas dari jeratan hukum. Dia berusaha bangun, tetapi badannya terasa sakit dan susah untuk bangkit.

    “Aku mau pulang!” Husna membalikkan badannya dan berjalan keluar kamar. Dia kecewa, maksud kedatangannya untuk membantu Iskandar agar tidak masuk penjara, tetapi Iskandar masih tetap teguh dengan egonya yang selalu marah-marah dan menyalahkan dirinya.

    “Dik, tunggu, Dik, Auuuuu! Aduh!” Iskandar mengaduh kesakitan.

    Husna tidak peduli, membuka pintu kamar. Dan …

    Bruuuk!

    Iskandar terjatuh dari tempat tidur. Husna menoleh ke arah sumber suara. Dia bimbang, antara mengikuti perasaannya yang kesal dan kecewa, ingin segera pergi jauh tidak ingin melihat Iskandar lagi. Tetapi, hati kecilnya menahan langkahnya. Dia merasa berdosa meninggalkan suami yang sedang kesakitan.

    “Astaghfirullah,” Husna bergumam kemudian membalikkan badan untuk menolong suaminya bangun.

    Sementara Pak Karta dan kedua istrinya berlari ke arah kamar setelah mendengar suara Iskandar yang terjatuh. Mereka membantu Iskandar untuk kembali berbaring di tempat tidur.

    “Bapak belum sehat dan perlu istirahat, jangan bangun dulu.” Pak Karta memberikan nasehat.

    “Iya, Pak. Terima kasih.”

    Keadaan hening sejenak. Tiba-tiba Iskandar buka suara untuk menanyakan kepada Pak Karta tips mendamaikan dua istri.

    “Pak, bagaimana cara Pak Karta bisa harmonis dengan kedua istri bapak?”

    “Gampang, Pak Iskandar. Yang penting mereka sama-sama ikhlas.”

    “Tuh, Dik. Ikhlas itu kunci kedamaian.” Iskandar melirik Husna.

    Husna ingin bersuara, tetapi dia tahan karena akan membuka aib keluarganya. 

    ‘Selama ini yang membuat ribut Sriatun, bukan dirinya. Kenapa suaminya malah seakan-akan menyalahkan dirinya?’ Suara itu tercekat di kerongkongan. Kalau bukan karena kewajiban menghormati dan  patuh kepada suami, Husna ingin segera meninggalkan tempat itu.

    “Bagaimana cara mengatur nafkahnya biar adil, Pak?” Tanya Husna.

    “Mereka saya buatkan rumah masing-masing, dan saya beri pegangan ATM masing-masing,” Pak Karta menjelaskan lagi,

    “Saya menikah lagi atas izin istri pertama, karena istri pertama saya tidak bisa memberikan keturunan kepada saya,”

    “Oh, begitu ya, Pak” Husna mengangguk-anggukkan kepalanya.

    “Pak Iskandar juga punya istri dua?” pertanyaan Pak Karta membuat Iskandar terdiam karena malu telah salah cara menduakan Husna.

    “Iya, Pak. Saya istri pertamanya.” Husna yang menjawab.

    “Luar biasa Pak Iskandar, punya istri cantik begini, masih nambah lagi. Tentu modalnya ratusan juta sampai milyaran.” Seloroh Pak Karta.

    “Iya, Pak. Mobilnya Bu Husna juga bagus,” istri kedua Pak Karta menimpali, karena dia melihat mobil yang dikendarai Husna terparkir di depan rumahnya.

    Husna tersenyum tipis sambil menatap mata Iskandar. Sedangkan Iskandar menutup kedua matanya, tidak sanggup membalas tatapan Husna. Dia merasa malu karena egonya telah memaksa Husna menerima pernikahan sirinya dengan Sriatun, tanpa mempertimbangkan kewajibannya sebagai suami. Dia belum mampu mencukupi nafkah keluarga dan belum mampu memberikan ketenangan batin Husna karena sering marah-marah kepadanya.

    Sebenarnya, Husna ingin pamit pulang dan membiarkan Iskandar di rumah Pak Karta. Tetapi hati kecilnya memberontak, seakan mengingatkan Husna akan jasa-jasa Iskandar kepadanya. Ketika awal menikah, Iskandar lah yang mengajarnya mengenal huruf Al-Quran sampai dia lancar membacanya. Iskandar juga yang menyadarkan Husna untuk rajin salat dan menutup aurat.

    Husna beristighfar, mengingatkan dirinya untuk membersihkan hati, menjauhkan rasa dendam dan memaafkan kelakuan suaminya. Dia hanya berharap rida Allah.  Dia pun membawa Iskandar pulang ke rumah dan akan merawatnya. 

    Sebelum pulang, Pak Karta mengingatkan Iskandar, bahwa poligami itu berat tanggung jawabnya. Poligami tidak bisa dianggap main-main, bukan lelucon atau candaan. Harus dijalani dengan serius dan penuh rasa tanggung jawab. Yang lebih penting lagi, suami harus bisa berbuat adil, agar tidak ada istri yang merasa terzalimi.

     

     

    Kreator : Tri uswatun khasanah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bercanda Dengan Poligami (chapter 12)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021