POV Iskandar
Dengan perasaan geram Iskandar meninggalkan rumah kontrakan Sriatun, melaju dengan bentornya menuju rumah. Dia marah dengan kelakuan Husna yang mengumbar hubungannya dengan Sriatun. Sekarang mereka sah dan halal sebagai suami istri, jadi tidak rela dikatakan selingkuh. Kalau Husna menghargainya sebagai suami, dia akan menutup aib suaminya. Iskandar tidak menyangka dengan keberanian Husna menyebar pernikahan sirinya dengan Sriatun. Selama ini Husna pendiam dan menerima apa pun kelakuan Iskandar. Bahkan Iskandar pernah memukulnya, dia diam dan menyimpan kelakuan suaminya.
Iskandar ingat sekali ketika beberapa bulan lalu Husna pernah lebam badannya karena pukulannya. Ketika itu Iskandar melihat Husna terlambat pulang ke rumah dan turun dari mobil Umar, tetangganya. Berbagai prasangka muncul, apalagi waktu itu hujan deras. Tanpa pikir panjang, Iskandar langsung memukul Husna beberapa kali.
“Pulang lambat, diantar laki-laki lagi!” suara keras Iskandar sambil memberikan pukulan ke badan Husna. Husna berusaha membela diri karena tidak merasa bersalah.
“Maaf, Bang. Tadi lama menunggu hujan reda.”
“Mengapa Umar yang mengantar pulang?” Iskandar tidak puas dengan alasan yang diberikan Husna.
“Cuma numpang, Bang. Karena searah, dan tadi adik kirim chat minta jemput Abang, tidak ada jawaban, padahal Abang sudah baca chat yang adik kirim,” Husna menjelaskan.
Iskandar berhenti memukul Husna, merasa bersalah karena tidak menjawab chat yang dikirim Husna. Dia sedang mengantar Sriatun belanja tadi ketika chat dari Husna masuk di aplikasi hijaunya. Dia lupa membalasnya.
“Tapi tetap salah karena diantar laki-laki!” Iskandar gengsi mengakui kesalahannya, tetap menyalahkan Husna.
“Dalam mobil juga ada istrinya Mas Umar.” Suara Husna lirih menahan tangis.
Iskandar diam, karena dia telah salah sangka. Namun ego membuat dirinya tidak mau mengakui kesalahannya. Beberapa hari kemudian ketika Dita, kakak Husna berkunjung, Iskandar curiga kalau Husna mengadukan kelakuannya. Namun ternyata kakaknya hanya mengantarkan oleh-oleh dari liburannya ke Bali. Iskandar lega karena Husna tidak mengadukan kelakuannya. Dia pun bersyukur memiliki istri seperti Husna yang pendiam, pemaaf, dan tidak suka mengadu.
Karena sifat Husna yang pendiam dan pemaaf itulah Iskandar percaya diri dan penuh keberanian untuk mengkhianatinya. ‘Pasti nanti Husna akan memaafkannya’, pikirnya. Dia menikah siri dengan Sriatun dengan harapan Husna akan memaafkan dan mengerti dengan kelakuannya sebagaimana biasanya.
Antara rasa kasihan dan rasa senang dengan perlakuan Sriatun kepadanya, membuat Iskandar mulai merasa jatuh cinta. Sriatun sering curhat dengan keadaannya yang sendirian membesarkan anak-anaknya sambil bekerja keras untuk mencari nafkah. Karena rasa iba, Iskandar selalu membantu dan siap menjadi tempat curhat Sriatun. Sriatun pun memperlakukannya dengan istimewa. Sering membelikan makanan yang enak-enak, memberinya pakaian dan sepatu yang bagus. Bahkan kadang memberinya uang.
Walau pun janda, kondisi ekonomi Sriatun tergolong lebih dari cukup. Karena kepintarannya berdagang, sehingga banyak pelanggan. Kualitas pakaian yang dijual Sriatun termasuk bagus, dengan harga yang terjangkau sehingga pelanggannya puas. Kondisi keuangan yang baik, membuat Sriatun sering memberikan uang yang lebih dari ongkos sewa bentornya kepada Iskandar.
Iskandar berpikir, akan menyenangkan jika menjadi suami Sriatun karena dia tidak akan kekurangan uang. Menambah istri dan menambah rezeki. Begitu harapannya. Sriatun juga langsung setuju untuk menikah siri dengannya. Iskandar hanya membayangkan kesenangannya beristri dua. Tanpa memikirkan resikonya.
Dalam waktu lima belas menit, Iskandar sampai rumah. Dia melihat Honda Brio milik Dita, terparkir di halaman rumah. Berbagai prasangka hadir dalam benaknya. Jangan-jangan Husna mengadukan pengkhianatannya kepada Dita, sehingga kakaknya datang ke rumah. Iskandar segan dengan Dita karena Dita yang membantunya untuk mendapatkan cinta Husna sampai menikahinya. Iskandar dan Dita teman kuliah. Dita juga sering membantu perekonomian keluarganya. Bahkan ketika orang tua Iskandar sakit, Husna yang membantu biaya berobatnya.
Setelah lulus kuliah, Dita merintis usaha toko bangunan. Sedangkan Iskandar menjadi tukang bentor karena gagal menjadi pegawai negeri.
Iskandar memarkirkan bentornya kemudian masuk ke rumah. Dia heran melihat Husna dan anak-anaknya yang sudah berdandan rapi.
“Ayah, ayo ikut ke mall, mama Dita mau traktir makan,” ajak Rio, anak sulungnya.
“Ayo Is, kita makan di luar dulu, sekalian ajak anak-anak jalan,” Dita juga mengajaknya. Melihat keramahan Dita, Iskandar menahan hawa marahnya. Dia pun bergegas ganti pakaian dan ikut ke mall. Iskandar khawatir kalau dia menolak, Dita akan curiga dengan kelakuannya terhadap Husna.
Setelah makan, mereka berjalan keliling mall. Iskandar menggandeng Ragil, anak bungsunya ke toko mainan untuk membeli mobil remote. Meskipun sudah beranjak remaja, Ragil masih ingin main mobil remote. Mama Dita yang memberikannya. Dia sering melihat teman-teman di komplek rumahnya berlomba adu ketangkasan memainkan mobil remote. Dari toko mainan, mereka bermain basket di arena game lantai atas mall.
Sementara Husna lebih banyak mengabadikan momen dengan kamera handphonenya dan siaran langsung melalui Facebook. Iskandar menyadari sikap Husna yang lebih banyak diam, sehingga dia berusaha menutupinya dengan bermain bersama anak-anaknya. Dia khawatir Dita akan curiga karena Dita hanya duduk-duduk sambil mengamati mereka bermain.
Malamnya, anak-anak cepat tidur karena kelelahan bermain di mall. Husna juga cepat tidur, sehingga Iskandar tidak sempat melampiaskan kemarahannya. Bahkan memandangi wajah istrinya yang kelelahan, kemarahannya benar-benar hilang. Rasa bersalah menghantuinya karena telah mengkhianati Husna. Pengorbanan Husna untuk keluarga, kebaikan Dita kepadanya dia balas dengan pengkhianatan. Entah apa yang akan dilakukan Dita kalau tahu dia telah mengkhianati Husna. Dita sangat sayang kepada adiknya, karena tinggal Husna keluarga yang Dita miliki. Kedua orang tuanya sudah meninggal.
Kreator : Tri Uswatun Hasanah
Comment Closed: Bercanda Dengan Poligami (chapter 3)
Sorry, comment are closed for this post.