KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bercanda Dengan Poligami (chapter 5)

    Bercanda Dengan Poligami (chapter 5)

    BY 16 Jul 2024 Dilihat: 52 kali
    Bercanda Dengan Poligami (chapter 4)_alineaku

    Sriatun Pulang Kampung Karena Ibunya Sakit

    Sriatun pulang dari pasar dengan perasan sedih. Lapaknya semakin hari semakin sepi. Pelanggan semakin berkurang. Dia sudah mencoba mengatasinya dengan mengadakan diskon dan melayani pembelian melalui pembayaran kredit. Tetapi hasilnya tidak memuaskan. Sedangkan dia harus menghidupi anak-anaknya, bayar kontrakan rumah dan mengirim uang untuk ibunya di kampung.

    Sepanjang jalan dia tidak banyak bicara. Iskandar yang mengemudikan bentor juga fokus dengan keadaan jalan yang padat. Biasanya mereka bercanda sepanjang perjalanan. Namun Sriatun membisu karena banyak beban pikiran. Iskandar pun hanya diam karena biasanya dia hanya menanggapi candaan Sriatun.  Ada notifikasi masuk di handphone Sriatun. Dia membukanya, kakaknya mengirim pesan supaya Sriatun pulang karena ibunya sakit. 

    Sriatun semakin galau. Dia tidak punya uang yang cukup untuk ke kampung. Ibunya sakit, pasti memerlukan biaya untuk pengobatan. Kakaknya-Asrul tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga selalu meminta bantuan Sriatun untuk masalah keuangan dan keperluan ibunya. Apalagi kakaknya juga sudah berkeluarga, sehingga tidak mampu menafkahi ibunya dengan pendapatan yang pas-pasan dari kerja serabutan.

    Sampai di rumah Sriatun menumpahkan semua beban pikirannya. Iskandar yang jadi pelampiasan.

    “Gara-gara Husna, lapakku jadi sepi, Bang. Pendapatanku semakin hari semakin menurun,” Sriatun mulai meluahkan perasaannya.

    “Rezeki itu Allah yang atur, bukan karena Husna rezekimu berkurang,” Jawaban Iskandar membuat Sriatun naik darah karena merasa tidak dibela oleh Iskandar. Dia cemburu karena Iskandar membela Husna.

    “Apakah Abang lupa? Karena postingan teman-teman Husna itu pelangganku pada lari!” Suara Sriatun mulai meninggi. Dia kesal karena Iskandar tidak marah kepada Husna atas kelakuan teman-teman Husna.

    “Sedangkan Abang tidak pernah memberi pelajaran pada istri kurang ajar itu. Abang sebagai suami harus bisa mendidiknya!”

    “Dia istri yang baik, Atun. Dia mengurus semua urusan rumah tangga dengan baik, melayaniku dengan baik, mengurus anak-anakku. Bahkan tidak pernah meninggikan suara kepadaku.” Pembelaan Iskandar kepada Husna membuat Sriatun semakin meradang.

    “Kalau istri yang baik, dia tidak akan zalim kepada kita, Bang. Dia anggap aku pelakor. Aku istrimu, Bang. Bukan pelakor!” 

    Sriatun duduk mendekat di samping Iskandar. Dia berharap Iskandar akan mendengarkan curahan perasaannya.

    “Kalau dia istri yang baik, dia akan diam dan taat kepada suami, tidak akan menyebar aib suami.”

    “Yang posting itu kan teman-temannya, bukan Husna,” Iskandar masih membela Husna karena Sriatun selalu mempermasalahkan postingan teman-teman Husna.

    “Dia sudah menghancurkan namamu, Bang. Tidak bisa menjaga nama baik suami. Tetapi Abang masih membelanya?” 

    “Aku yang tidak bisa menjaga nama baikku, Atun. Aku telah mengkhianati kebaikan dan kepercayaan yang dia berikan kepadaku,” ada nada penyesalan Iskandar yang membuat Sriatun teriris hatinya.

    “Abang menyesal menikah denganku?” bulir bening keluar dari kedua mata Sriatun.

    “Bukan menyesal menikah denganmu, Atun. Cara kita yang salah.” Ada rasa sesak di dada Iskandar. 

    Handphone milik Sriatun berdering. Tertera nama kakaknya di layar benda pipih tersebut. 

    “Assalamualaikum,” Sriatun membuka percakapan.

    “Waalaikumsalam,” jawaban dari kakaknya.

    “Cepat pulang, Atun. Ibu tambah parah dan harus segera dibawa ke rumah sakit,” lanjut kakaknya.

    “Iya, Kak. Aku akan segera pulang,” 

    Panggilan berakhir, Sriatun segera bersiap-siap. Iskandar memanggil anak-anak Sriatun agar bersiap-siap ikut pulang. Dengan ragu-ragu Iskandar memberikan informasi melalui chat ke Husna, kalau dia akan mengantarkan Sriatun pulang karena ibunya sakit. Husna hanya membacanya tanpa memberikan jawaban. Iskandar memaklumi sikap Husna yang dingin dan cuek. 

    Bentor Iskandar melaju menuju kampung halaman Sriatun. Untuk kedua kalinya, Iskandar membawa bentornya ke kampung Sriatun. Yang pertama waktu akan menikah dengan Sriatun. Saat itu dia berbohong kepada Husna, tidak mengakui kalau pernikahan sirinya memang sudah direncanakan. Ada rasa sesal dalam hati Iskandar dengan pernikahan sirinya. Sifat Husna dan Sriatun sangat berbeda. Husna istri penurut, sedangkan Sriatun banyak menuntut. Husna lemah lembut, Sriatun pemarah dan kasar.

    Sebelum menikah siri dengan Sriatun Iskandar membayangkan enaknya mempunyai dua istri. Namun kenyataannya, justru membuat pusing kepala. Di rumah istri pertama, sekarang Husna cuek dan dingin, jarang bicara. Suasana rumah tidak sehangat dulu. Di rumah istri kedua sering bertengkar karena Sriatun pemarah dan tidak mau mengalah. Bahkan kebutuhan biologis Iskandar jarang terpenuhi karena Husna lebih banyak tidur di kamar anaknya, dan Sriatun beralasan kelelahan karena sibuk jualan di pasar.

    Sampai di rumah mertuanya, Iskandar memarkirkan bentornya, Sriatun dan anak-anaknya bergegas masuk ke rumah. Sampai di kamar ibunya, Sriatun langsung memeluk tubuh lemas ibunya yang sudah tua. Ibunya memalingkan wajahnya, Sriatun merasa heran. 

    “Dari kemarin ibu diare, tidak mau makan,” Asrul, kakak Sriatun menjelaskan.

    “Harus segera ke rumah sakit untuk diinfus, takut kehabisan cairan,” lanjutnya.

    Husna duduk di tepi ranjang. Ke rumah sakit butuh biaya, sedangkan dia tidak punya uang yang cukup untuk biaya pengobatan rumah sakit. Husna mengusulkan kepada kakaknya untuk merawat ibunya di rumah dengan bantuan perawat yang ada di polindes. Dengan berat hati kakaknya menyetujui, kemudian memanggil perawat dari polindes.

    Perawat datang, memeriksa kondisi ibunya Sriatun, kemudian memasang infus dan memberikan obat. 

    “Kalau infusnya hampir habis hubungi saya,” pesan perawat sebelum pulang.

    Malam harinya, Asrul memanggil Sriatun dan Iskandar. Mereka duduk di ruang tengah. Asrul memperlihatkan postingan teman-teman Husna tentang ajakan boikot dagangan Sriatun. Apa yang dikhawatirkan Sriatun terjadi. Keluarganya sudah  tahu kebohongannya.

    “Ibu syok karena ini, tidak mau makan akhirnya sakit.”

    Iskandar dan Sriatun diam menunduk merasa bersalah. Sriatun pun menjadi paham penyebab  ibunya memalingkan mukanya ketika dia datang. 

    “Tolong berikan penjelasan!” Suara besar Asrul membuat Iskandar dan Husna merasa takut.

    “Ma … Maaf,” tersendat Iskandar membuka suara.

    “Saya merasa kasihan dengan nasib Sriatun, sibuk bekerja dan mengurus anak sendirian, jadi saya ingin membantu meringankan bebannya dengan menjadikannya istri saya,” pembelaan diri Iskandar yang merasa dihakimi oleh kakak iparnya.

    “Saya paham tujuanmu demi adikku, tetapi caramu berbohong mengaku tidak punya istri, itu berakibat fatal.”

    “Kalau mengaku punya istri, pasti kakak tidak mau menerima dia jadi suamiku,” Sriatun membela Iskandar.

    “Atun!” Asrul semakin marah mendengar pembelaan Sriatun.

    “Kalian Cuma mementingkan nafsu sesaat, tidak memikirkan akibatnya!”

    Asrul berdiri, meninggalkan Iskandar dan Sriatun yang masih duduk di ruang tengah. Dia menuju kamar ibunya. Dia melihat napas ibunya yang tersengal, kemudian memanggil Sriatun dan Iskandar. 

    Sriatun histeris melihat ibunya yang semakin susah bernapas, kemudian memegang jemari ibunya dan terisak.

    “Ibu, maafkan Atun, Bu … maafkan Atun.”

    Asrul menghubungi perawat untuk meminta bantuan, sementara Iskandar terpaku tidak tahu mau berbuat apa.

    “Abang, tolong bacakan doa untuk ibu,” pinta Sriatun membuat Iskandar terkejut.

    Iskandar segera mendekati sisi ranjang, membuka Surat Al Baqarah di handphonenya, dan mulai membacanya. Sementara Asrul mondar mandir menunggu perawat dari polindes datang. Karena perawat belum datang juga, Asrul berencana akan menjemputnya. Namun ketika melihat kondisi ibunya, dia tidak tega untuk meninggalkannya. 

    Iskandar menutup bacaan surat al Baqarah, kemudian menuntun mertuanya untuk bersyahadat dan beristighfar. Diam-diam Asrul mengagumi sisi religius Iskandar, sehingga mengurangi amarahnya. Dia tidak bisa membaca Al Quran, tidak tahu menuntun doa dan bacaan orang yang sedang sakit parah. ‘Beruntung ada Iskandar,’ batin Asrul.

    Perawat datang terlambat. Malaikat Isroil terlebih dahulu mencabut nyawa ibunya Sriatun. Tangis Sriatun penuh penyesalan, merasa bersalah telah menyebabkan ibunya sakit.

    “Sabar, Atun. Ikhlaskan ibu,” Asrul menenangkan adiknya.

    “Ibu meninggal karena aku, Aku anak durhaka.” Tangis Sriatun semakin menjadi.

    “Sudah takdir dari Allah, beruntung ada Iskandar yang menuntun ibu melafazkan syahadat. Semoga ibu husnul khatimah.”

    Sriatun mencoba menghapus air matanya. Dia merasa kakaknya mulai bisa menerima Iskandar. Bahkan merasa beruntung karena adanya Iskandar yang menemani saat ibunya akan menghembuskan nafas terakhirnya.

     

    Kreator : Tri Uswatun Hasanah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bercanda Dengan Poligami (chapter 5)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021