Sore itu Iskandar menjemput Sriatun dari pasar. Setelah membereskan lapaknya, Sriatun naik bentor dengan muka masam. Iskandar bisa menebak, pasti dagangannya sepi pelanggan. Sepanjang perjalanan Sriatun diam, merenungi nasib jualannya yang semakin hari semakin kehilangan pelanggan.
Sampai di rumah, sudah ada tamu yang menunggu. Pak Ahmad-pemilik rumah kontrakan yang datang menagih tunggakan kontrakan. Sudah dua bulan Sriatun belum membayar kontrakan rumah. Sriatun paham konsekuensi bagi yang menunggak sampai dua bulan, harus segera mengangkat barang-barang dan pindah.
“Maaf, Pak Ahmad. Besok saya akan lunasi kontrakan. Tolong beri waktu sampai besok,” Sriatun memohon kepada Pak Ahmad sambil menelungkupkan tangan di depan dadanya.
“Sampai besok, Bu Atun. Kalau besok belum bisa melunasi silahkan cari kontrakan yang lain!” tegas Pak Ahmad.
Sepulangnya Pak Ahmad, Sriatun berunding dengan Iskandar tentang nasib tempat tinggalnya dan ketiga anaknya. Iskandar ingin membantu, tetapi tidak sanggup karena penghasilannya sebagai pengemudi bentor sudah habis untuk membantu Sriatun dan anak-anaknya makan sehari-hari.
“Bang, bolehkah Atun tinggal di rumah Abang?” Iskandar terkejut dengan permintaan Sriatun.
“Bagaimana dengan Husna?” Iskandar khawatir Husna akan marah.
“Dia yang salah, Bang. Gara-gara postingan teman-temannya, pelangganku pada lari. Aku jadi kere sekarang.”
“Yang posting teman-temannya, bukan dia,”
“Selalu saja Abang membela dia, pasti dia yang meminta teman-temannya untuk memposting boikot daganganku!” Sriatun mulai emosi karena merasa Iskandar selalu membela Husna.
“Oke, nanti Abang bicarakan dulu dengan Husna,” Iskandar tidak mau berdebat lagi dengan Sriatun yang pemarah, akhirnya memberikan harapan kepadanya.
*****
Pulang dari toko bangunan, Husna heran dengan apa yang dikerjakan Iskandar di rumah. Dia membuat skat ruang tengah menggunakan triplek. Setelah Husna bertanya tujuan menyekat ruang tengah menjadi dua bagian, Iskandar menjelaskan kalau itu ruangan yang akan ditempati anak-anak Sriatun. Rumah mereka hanya ada tiga kamar, sehingga Iskandar membuat satu ruangan lagi untuk anak-anak Sriatun. Husna terkejut dengan kelakuan suaminya. Belum puaskah dia menyakitinya dengan diam-diam menikahi janda itu? Sekarang akan memboyong janda dan anak-anaknya ke rumah ini?
“Kenapa tidak bertanya dulu kepadaku?” protes Husna.
“Dia juga istriku, dia berhak tinggal di sini,”
Husna menahan air mata yang hampir jatuh mendengar jawaban Iskandar. Namun dia berusaha tegar, tak ingin menampakkan kerapuhan hatinya di depan Iskandar. Dia masuk ke kamar dan mengunci pintu. Sia-sia berdebat dengan Iskandar yang mengutamakan egonya tanpa mempertimbangkan perasaan seorang istri.
Air matanya tak terbendung lagi. Betapa sakit hati Husna, suami yang berusaha dia pertahankan tidak pernah menghargainya. Setelah dia diam-diam menikah tanpa sepengetahuannya, sekarang dia akan membawa istri sirinya tinggal serumah dengannya.
Sebenarnya Husna ingin menyerah. Apalagi Sriatun sering menerornya melalui telepon. Apalagi kalau tinggal serumah, entah apa yang akan dia lakukan. Husna tidak pernah menanggapi terornya, karena ingin menjaga kewarasan. Husna bisa membayangkan kehadiran Sriatun akan menjadikan rumahnya seperti neraka.
Sebenarnya tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari Iskandar sebagai suaminya. Sejak menikah lagi, Iskandar jarang sekali memberikan nafkah. Bahkan kebutuhan belanja rumah dan kebutuhan anak-anak Husna yang menanggungnya. Selama ini dia diam, bukan karena bisa menerima kelakuan suaminya. Dia memendam kecewa dan lukanya. Dia menahan rasa sakitnya demi menjaga perasaan anak-anaknya. Dia juga lelah berdebat. Lebih baik diam, upgrade diri dan membahagiakan diri sendiri.
Namun Iskandar mengira diamnya Husna karena pengertian dan bisa menerima pernikahan keduanya. Bahkan Iskandar semakin tidak memiliki perasaan. Semakin semena-mena menyakiti Husna dengan keinginannya membawa Sriatun tinggal di rumahnya.
‘Kalau Sriatun dan anak-anaknya tinggal di rumah, bagaimana dengan Sulung dan Ragil.’ Pikir Husna. Anak-anak Sriatun perempuan semuanya. Sedangkan kedua anaknya laki-laki. Tidak etis tinggal serumah. Apa pandangan kedua anaknya nanti terhadap ayahnya yang membawa perempuan dan anak-anaknya tinggal di rumahnya? Bagaimana pandangan tetangga nanti?
Husna menghubungi kedua anak lelakinya yang masih mengikuti latihan taekwondo. Dia memberikan arahan untuk kedua anaknya agar sepulangnya dari latihan langsung ke toko bangunan. Di belakang toko bangunan ada rumah yang sudah dibangun oleh Dita untuk tempat tinggal Husna dan keluarganya. Iskandar belum tahu dengan adanya rumah itu. Di rumah itu Husna bertemu dengan kedua anaknya.
Husna memberitahu kepada kedua anaknya tentang rencana Iskandar yang akan membawa Sriatun tinggal di rumah mereka. Bukan untuk menghasut, tetapi untuk mengantisipasi gejolak yang akan terjadi. Kedua anaknya sempat terkejut dengan kelakuan ayah mereka yang diam-diam menikah lagi. Namun Husna meminta kepada kedua anaknya untuk tetap menghormati ayah mereka.
Keesokan harinya, Iskandar memboyong Sriatun dan anak-anaknya untuk tinggal di rumahnya. Sriatun terkagum kagum dengan interior rumah Iskandar. Sofa dan perabot rumah tangga yang bagus. Meja makan dan kondisi dapur yang berkelas. Sriatun berpikir bahwa semua itu dibeli oleh Iskandar dengan uang yang dahulu sering dia berikan kepadanya. Tidak mungkin penghasilan Iskandar dan penghasilan Husna yang hanya honorer mampu membeli semua itu.
Ketika Sriatun melihat-lihat bagian belakang rumah, dia bertemu perempuan setengan baya yang diperkenalan oleh Iskandarr sebagai ART di rumahnya. Hal itu membuat Sriatun senang, karena ada pembantu di rumah Iskandar. Dia tidak perlu lagi repot-repot mengurus pekerjaan rumah tangga.
Sepulang sekolah, Sulung dan Ragil melihat perubahan suasana di rumah mereka. Dengan menahan gejolak perasaan, mereka tetap tenang dan bersalaman dengan Iskandar, sesuai pesan Husna untuk tetap menghormati Iskandar sebagai orang tuanya. Iskandar memperkenalkan Sriatun dan ketiga putrinya kepada kedua anaknya. Iskandar berharap mereka bisa hidup rukun dan damai.
Sulung dan Ragil menuju ruang makan untuk mengisi perut mereka yang sudah keroncongan. Namun mereka tidak menemukan makanan di sana, hanya piring-piring kotor yang berserakan di atas meja. Mereka sudah bisa membaca situasi. Pasti istri baru ayahnya dan anak-anaknya yang sudah menghabiskan makanan.
Mereka mencari bi Asih yang sedang menyetrika baju di ruang belakang.
“Bi, makanan sudah habis. Kami lapar,” keluh Ragil.
“Waduh, kok bisa. Tadi Bibi sudah masak,” Bi Asih mencabut colokan setrika dan berjalan menuju ruang makan.
Bi Asih geleng-geleng kepala melihat pemandangan di ruang makan. Sulung dan Ragil kasihan melihat Bi Asih yang masih sibuk dengan tumpukan baju yang harus diseterika dan membereskan ruang makan. Mereka memilih membeli makanan online.
“Bi Asih tidak usah repot-repot masak lagi, kami mau beli makanan online saja,” kata Ragil.
Bi Asih bersyukur memiliki majikan yang pengertian dan anak yang penuh perasaan. Tetapi dia sudah bisa membayangkan hari-hari berikutnya dengan adanya anggota baru di rumah majikannya. Pasti akan bertambah kerepotannya.
Setelah makan, Ragil membuka kulkas untuk mengambil jus alpukat yang semalam dia simpan didalamnya. Namun dia tidak menemukannya. Rasa kesal mulai menjalar dalam dadanya. Tadi dia masih sabar dengan makanan yang habis. Tetapi jus alpukat yang dia simpan di kulkas adalah jus alpukat yang dia pesan lewat temannya karena dari luar kota. Ada rasa khas yang berbeda dengan jus alpukat biasa.
Dia pun menanyakan kepada ayahnya. Untuk meredam keadaan, Iskandar berjanji akan menukarnya nanti.
“Cuma jus alpukat saja, pelit amat anakmu, Bang. Pakai minta ditukar1” Protes Sriatun.
“Maaf, Tante. Bukan masalah pelit, tapi itu jus tidak ada di kota sini,” Ragil membela diri. Sriatun tertawa mendengar pembelaan Ragil. Di sela-sela tawanya, Sriatun masih belum puas bersuara.
“Di pasar juga banyak orang jualan jus alpukat. Cuma jus alpukat saja jadi masalah.”
Ragil semakin geram, dia berjalan menuju kamar dan membanting keras pintu kamar untuk memperlihatkan kekesalannya.
“Istrimu itu tidak mengajarkan sopan santun pada anaknya,” Sriatun tersinggung dengan kelakuan Ragil dan protes kepada Iskandar.
Iskandar menyusul Ragil ke kamar untuk memarahinya.
“Yang sopan sama orang tua, ya!” Iskandar memberikan peringatan.
Ragil hanya diam, memandang ayahnya dengan tatapan tidak suka. Selama ini ayahnya tidak pernah membentaknya.
“Masalah sepele, hanya jus alpukat, tidak usah dibesar-besarkan!” tukas Iskandar masih dengan nada marah.
Setelah Iskandar keluar dari kamar, Ragil menggerutu karena tidak bisa menerima ayahnya yang menyalahkan dirinya untuk membela istri mudanya.
“Tuan rumah suruh sopan, tamunya tidak punya adab,”
Sulung yang mendengar, langsung memberikan isyarat untuk diam kepada Ragil, dengan jari telunjuk di depan bibir.
Kreator : Tri Uswatun Hasanah
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Bercanda Dengan Poligami (chapter 6)
Sorry, comment are closed for this post.