KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bercanda Dengan Poligami (chapter 8)

    Bercanda Dengan Poligami (chapter 8)

    BY 08 Okt 2024 Dilihat: 405 kali
    Bercanda Dengan Poligami (chapter 8)_alineaku

    Sudah seminggu Husna meninggalkan Iskandar untuk pergi umrah dengan Dita dan kedua anaknya. Iskandar memberikan izin kepada Husna dengan harapan Husna bisa menenangkan diri di tanah suci. Iskandar juga berharap sepulangnya dari umrah, Husna akan bisa menerima dengan lapang dada kehadiran Sriatun.

    “Bang, bahan makanan sudah habis,” Sriatun menghampiri Iskandar yang sedang duduk santai sambil ngopi di ruang tamu.

    “Pulang dari pasar nanti kita mampir belanja,” jawab Iskandar.

    “Ditambah uang belanjanya, Bang. Kan ada keluarga kak Asrul di rumah ini,” pinta Sriatun.

    “Sabar, Atun. Abang mau narik bentor dulu. Semoga banyak penumpang hari ini.”

    Pagi ini Iskandar belum ada uang untuk belanja, karena keuangannya sekarang semakin seret. Sedangkan yang harus ditanggung lebih banyak, karena Sriatun dengan tiga anak, Asrul dengan istri dan dua anaknya. Ketika bersama Husna, dia tidak pernah merasa pusing. Karena berapapun uang belanja yang Iskandar berikan akan cukup. Husna pintar mengelola keuangan.

    Berbeda dengan Sriatun yang selalu protes karena kekurangan uang belanja. Apalagi ketika beras habis, atau gas habis, selalu mengomel. Sedangkan Husna lebih banyak diam. Tidak pernah menuntut dan semua kebutuhan rumah tangga tercukupi.

    Iskandar dan Sriatun terkejut ketika tiba-tiba terdengar suara barang yang pecah. Mereka segera menghampiri sumber suara. Ternyata televisi di ruang tengah yang layarnya pecah. Sedangkan anak bungsu Sriatun dan anak bungsu Asrul sedang berkelahi rebutan remote televisi. 

    “Siapa yang memecahkan TV?” dengan mata melotot Iskandar menyambar remote yang sedang mereka perebutkan. 

    “Kia … Kia lempar dengan asbak,” suara anak Asrul takut-takut melihat mata Iskandar.

    “Rizki nakal, tidak mau kasih remot. Kia lempar asbak biar kapok. Kia suka nonton kartun,” Kia membela diri. Ternyata asbak itu dilempar ke Rizki, tetapi nyasar kena televisi.

    “Rizki suka nonton yang nyanyi-nyanyi,”

    Mereka mulai berkelahi lagi. Rizki menjambak rambut Kia. Mereka tidak merasa bersalah, dan tidak mengerti kalau televisinya sudah rusak karena screennya pecah.

    “Sudah! Sudah! Diam semua!” Suara Iskandar penuh emosi. 

    Kepalanya semakin pusing. Ketika dengan Husna dan anaknya, suasana rumah tenang. Sekarang setiap saat selalu ribut. Sriatun sering membantah dan adu mulut dengannya. Ditambah lagi dengan anak-anak Sriatun dan anak-anak Asrul sering berkelahi.

    “Atun, bereskan semua pecahan kaca TV, sekalian sapu dan pel ruangan!” perintah Iskandar.

    “Tugas Bi Asih bersih-bersih rumah,” protes Sriatun.

    “Sudah seminggu Bi Asih tidak masuk, rumah kotor dan berantakan. Kamu tidak peka, Atun!”

    “Liciknya Husna, pasti dia yang menyuruh Bi Asih tidak datang bekerja,” omel Sriatun.

    “Jangan menyalahkan Husna, Atun. Kerjakan saja. Bersih-bersih rumah itu tugas istri,”

    “Abang bela lagi dia. Dia memang bersalah. Mentang-mentang dia tidak ada, Bi Asih dia suruh libur.”

    Sriatun tidak terima dengan pembelaan Iskandar terhadap Husna, dia ke kamar dan membanting pintu kamar. Iskandar menahan gejolak amarah. Dia keluar untuk menarik bentor. Hari ini Sriatun tidak jualan ke pasar karena dia merasa kesal dan jualannya juga sepi pelanggan.

    Iskandar menuju depan pasar, tempatnya biasa mangkal. Sambil menunggu penumpang yang membutuhkan bentor, Iskandar membuka aplikasi pinjaman online. Dia kehabisan uang. Di rumah ada banyak orang yang mengharapkan nafkah makan darinya. Dia mencoba mencari pinjaman online, tetapi tidak berhasil. Iskandar mulai merasakan beratnya hidup tanpa Husna. Dia tidak pernah merasa pusing dengan keuangan ketika bersama Husna. Husna selalu bisa mencukupkan nafkah yang dia berikan. 

    Setelah mendapatkan uang dari beberapa penumpang, Iskandar membeli bahan makanan di pasar. Kemudian pulang dan menyuruh Sriatun untuk memasak. Namun, ketika sampai rumah dia melihat Sriatun sedang adu mulut dengan Ratna,istrinya Asrul. Mereka saling menyalahkan anak-anak yang telah merusakkan televisi.

    “Bukan Rizki yang salah, anakmu yang tidak mau kasih remot!”

    “Kenapa harus lempar asbak? Kau yang tidak mengajarkan adab sama anak, setiap marah anakmu lempar-lempar barang!”

    “Stop!” Iskandar melerai mereka.

    “Dari pada ribut-ribut, masak dulu!” perintah Iskandar.

    Karena segan dengan Iskandar, Ratna segera ke dapur untuk memasak. Sriatun bergegas ke belakang untuk mencuci pakaian. Dia ngomel-ngomel karena kesal dengan Bi Asih yang tidak datang, sehingga harus mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk. Sedangkan Ratna yang mendengar omelannya, merasa terganggu karena jarak dapur dan tempat mencuci hanya terhalang dinding. Dia mengira Sriatun marah-marah kepadanya.

    Sambil memotong sayuran, Ratna berseru, “Kalau bekerja tidak usah marah-marah, pantas anaknya tukang marah, ketularan dari ibunya.”

    “Diam Kau, ya! Aku kesal karena pembantu tidak datang. Capek banyak kerjaan di rumah!”

    “Kerjaan rumah tangga itu memang tugas istri, nggak usah marah-marah,”

    Karena tidak terima dengan perkataan Ratna, Sriatun melempar gayung ke pintu dapur sehingga menimbulkan suara yang membuat Iskandar segera berlari ke dapur. Ratna menjelaskan kejadian yang terjadi, Sriatun melempar gayung karena marah kepadanya. Iskandar ke belakang melihat Sriatun yang sedang mencuci sambil mengomel. Iskandar menegur kelakuan Sriatun.

    “Nggak usah lapor-lapor kau, Ratna!” Sriatun tidak terima ditegur oleh Iskandar.

    Ratna tidak menanggapi. Beberapa hari tinggal di rumah Iskandar, dia mulai tahu sifat adik iparnya itu. Ketika awal datang ia menyambut dengan ramah dan melayani dengan baik. Tetapi lama kelamaan berubah sikap dan keluar sifat aslinya.

    Malam itu Iskandar keluar untuk menjemput penumpang di area pertokoan. Setelah mengantar penumpang, dia duduk di warung kopi. Kepalanya pusing memikirkan keadaannya sekarang. Diam-diam dia banyak hutang karena harus menanggung nafkah keluarga yang sekarang tinggal di rumahnya. Sriatun dan anak-anaknya, ditambah keluarga kakak iparnya. Dulu dia tidak pernah memiliki hutang. Walaupun pendapatannya pas-pasan, Husna akan membantu dengan gajinya sebagai honorer. Terkadang juga Dita akan membantu perekonomian keluarganya. 

    Yang membuat Iskandar semakin pusing, tiga hari lagi Husna dan anak-anaknya akan pulang dari umrah. Sedangkan kamar anak-anaknya ditempati Asrul sekeluarga. Awalnya Iskandar berharap, setelah Asrul mendapatkan pekerjaan, dia akan mengajak keluarganya untuk mengontrak rumah. Tetapi, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda Asrul akan mengajak keluarganya pindah dari rumahnya walaupun dia sudah ada pekerjaan sebagai pengemudi bentor.

    Iskandar ingin berbagi keresahan dengan Sriatun, tetapi biasanya bukan solusi yang didapat, malah berakhir dengan pertengkaran karena Sriatun selalu marah-marah. Apalagi menyangkut kakak iparnya, Iskandar khawatir akan menyinggung perasaan Sriatun. Yah, Sriatun memang berbeda dengan Husna. Kalau Husna akan selalu membantu memberikan solusi ketika Iskandar mendapatkan masalah.

    Iskandar merindukan kehidupan yang tenang dengan Husna. Lelah rasanya setiap hari ribut terus di rumahnya. Ada rasa bersalah yang menghantuinya. Ada penyesalan, tetapi tidak tahu jalan keluarnya. Karena dia merasa bertanggung jawab terhadap Sriatun yang sekarang sudah menjadi istrinya. Walaupun cuma istri siri, tetapi diikat dengan ijab qabul yang wajib dijaga amanahnya.

    Setelah lelah dari perjalanan panjang menunaikan ibadah umrah, Husna dan anak-anaknya ingin istirahat dengan tenang. Namun, betapa terkejutnya Rio dan Ragil melihat banyak barang di kamarnya dan ada anak-anak kecil yang sedang menonton televisi. Mereka menemui Husna di kamarnya dan menceritakan kondisi kamarnya. Sementara Iskandar yang sebenarnya ingin menjemput Husna di bandara, dia pergi ke pasar mengantarkan Sriatun. Dia terpaksa menghindar karena tidak tahu harus bagaimana menghadapi anak-anaknya yang kamarnya ditempati Asrul dan keluarganya.

    Husna paham apa yang terjadi, karena Bi Asih diam-diam memantau keadaan rumah dan memberitahukan kepadanya melalui WhatsApp.

    “Ragil dan Kak Rio tidur di kamar bunda dulu ya,” Husna mencoba menenangkan gejolak perasaan anak-anaknya.

    “Ini ujian pertama dari Allah setelah umrah. Allah ingin melihat kesungguhan kalian dalam memperbaiki diri. Kalau kalian sabar, insyaa Allah ke depannya kalian akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” Husna memberikan pencerahan kepada kedua anaknya.

    Badriah dan teman-teman Husna datang ke rumah pada malam hari. Suasana ramai karena mereka bersuka cita menyambut Husna yang baru selesai melaksanakan umrah. Apalagi ketika Husna bagi-bagi oleh-oleh, mereka berebut sambil bercanda melepas rindu setelah lama tidak ketemu dengan Husna.

    Sementara Sriatun di kamar merasa tersinggung dengan canda tawa mereka. Dia mengira mereka tertawa sambil membicarakan dirinya. Sepulangnya Badriah dan teman-temannya, Sriatun keluar kamar langsung menemui Husna.

    “Begitu kelakuanmu ya, pulang umrah bukan memperbanyak ibadah, malah ngomongin orang sambil bercanda tawa. Mengejek saya? Atau menyindir saya?” 

    Sriatun memberondong Husna dengan tuduhan yang membuat Husna bingung karena dia dan teman-temannya tidak membicarakannya. Iskandar yang mendengar suara Sriatun marah, segera datang.

    “Kalau ada apa-apa bicarakan baik-baik, jangan adu mulut. Bikin malu kalau sampai kedengaran tetangga,” Iskandar menengahi mereka berdua.

    “Abang dengar tadi, Husna dan teman-temannya menertawakan saya?” Adu Sriatun.

    Mata Iskandar menatap Husna, memohon penjelasan atas apa yang dikatakan Sriatun.

    “Maaf, saya tidak mengerti apa yang dia maksudkan. Saya mau ke kamar istirahat. Saya tidak suka ribut-ribut,” Husna beranjak menuju kamar.

    Tiba-tiba Sriatun mencekal tangan Husna. “Jangan menghindar ya, Kau takut menghadapi saya?” Sriatun menarik jilbab Husna.

    “Biarlah saya dikatakan penakut, yang penting saya tidak seperti yang kau tuduhkan. Saya tidak suka ribut-ribut!” Husna menegaskan.

    “Tidak mengaku lagi!” Sriatun masih mengejarnya dengan tuduhan.

    “Sudah … sudah!” teriak Iskandar.

    “Dik, minta maaf saja sama Atun, biar tidak ada ribut-ribut lagi,” mohon Iskandar kepada Husna. Ada rasa sakit yang menghujam perasaan Husna. Dia menahan air mata yang hampir tertumpah. Namun, dia menguatkan hati untuk tegar dan sabar. Iskandar menatap wajah Husna, ada gurat kekecewaan di sana. Dia merasa bersalah, ada rasa yang menyesakkan dada karena menyuruh Husna minta maaf, walaupun dia tahu Husna tidak bersalah. Dia mengerti sifat Husna yang tidak banyak protes, karena itu dia berharap Husna yang mengalah minta maaf agar permasalahan tidak berkepanjangan.

    Sedangkan Sriatun yang melihat Iskandar menatap Husna, merasa cemburu. Dia bisa menangkap tatapan Iskandar yang penuh perasaan terhadap Husna. Dadanya bergemuruh.

    “Abang!” teriak Sriatun.

    Husna yang menyadari situasi, segera melangkah menuju kamar. Dia membiarkan Iskandar dan Sriatun adu mulut karena Sriatun cemburu. Keadaan itu menguntungkan Husna untuk segera menyelamatkan diri dari serangan tuduhan Sriatun.

    Dari balik pintu kamar Rio dan Ragil menyaksikan apa yang di alami bundanya. Mereka langsung memeluk Husna ketika sampai di kamar. Mereka ingin protes kepada Iskandar, tetapi dilarang oleh Husna. 

    “Serahkan semua kepada Allah, Allah yang akan membalas setiap perbuatan manusia dengan adil.”

    Mereka semakin erat berpelukan, saling menguatkan.

     

     

    Kreator : Tri Uswatun Hasanah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bercanda Dengan Poligami (chapter 8)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021