KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bercanda Dengan Poligami (chapter 9)

    Bercanda Dengan Poligami (chapter 9)

    BY 23 Okt 2024 Dilihat: 192 kali
    Bercanda Dengan Poligami (chapter 9)_alineaku

    Hari pertama Ragil dan Rio akan kembali ke sekolah setelah lebih dari dua pekan tidak masuk karena melaksanakan ibadah umrah. Ragil mencari laptopnya, karena hari ini jadwal pelajaran TIK. Ketika membuka lemarinya, laptopnya sudah tidak ada di tempat, di mana dia menyimpannya sebelum ia pergi ke Baitullah. Berbagai prasangka muncul karena kamarnya ditempati oleh keluarga kakak ipar dari Ayahnya. 

    Dia mencari Ayahnya yang kebetulan ada di depan rumah sedang membersihkan bentor.

    “Ayah lihat laptop Ragil?”

    “Oh ya tunggu, kemarin dipinjam Maryam karena ada tugas yang harus dikerjakan di laptop.”

    Ragil menahan geram karena dia tidak suka barangnya dipinjam tanpa minta izin terlebih dahulu. Dia menampakkan wajah cemberut agar Ayahnya tahu kalau dia sedang kesal. Iskandar yang paham perasaan anaknya, mencoba memberikan pengertian.

    “Kita ini satu keluarga, tidak boleh pelit. Maryam hanya pinjam.”

    “Kalau pinjam itu harus minta izin dulu, Ayah,” protes Ragil.

    Iskandar tidak menanggapi perkataan Ragil karena merasa bersalah meminjamkan barangnya tanpa minta izin. Dia menuju kamar Maryam untuk mengambil laptop. Namun laptop itu tidak ada di kamarnya. Iskandar menanyakan kepada Maryam.

    “Maaf laptopnya ada di rumah teman karena kemarin kerja kelompok. Saya pulang duluan dan teman saya yang menyelesaikan tugas itu,” Maryam menjelaskan.

    “Laptop itu mau saya pakai hari ini karena ada jadwal pelajaran TIK,” 

    “Pinjam dulu laptop Kak Rio,” Iskandar mencarikan solusi.

    “Tapi tugas TIK ada di laptop Ragil, Ayah!” Suara Ragil mulai emosi.

    Sriatun yang mendengar segera datang menimpali.

    “Pelit amat jadi orang, cuma dipinjam laptopnya kok marah-marah!”

    “Bukan pelit, Tante. Tapi tugas yang sudah saya buat ada di laptop itu,” 

    “Tinggal bilang sama guru pelajaran kalau laptopnya lagi dipinjam orang, gitu aja kok nggak bisa cari alasan!” Kata-kata Sriatun membuat Ragil semakin emosi.

    “Ragil tidak mau tahu, pokoknya sekarang juga laptop itu harus dikembalikan! Pinjam itu harus minta izin dulu! Ini mah asal ngambil nggak bilang-bilang!”

    Iskandar mencoba meredam suasana dengan menawarkan solusi, akan mengambilkan laptop itu ke rumah teman Maryam.

    Sementara Rio sedang mencari kunci motor karena akan dipakai ke sekolah. Iskandar yang sudah bersiap keluar, kembali ke dalam karena mendengar suara Rio yang mencari kunci motor.

    “Mungkin motormu dipinjam Om Asrul,” 

    “Kami mau ke sekolah bagaimana, Ayah?”

    “Ayah antar ya, sekalian ambil laptop di rumah teman Maryam,” solusi dari Iskandar untuk mendamaikan suasana pagi.

    Rio dan Ragil diantar Ayah mereka ke sekolah. Sepanjang perjalanan mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing. Tidak ada canda tawa seperti dahulu setiap mereka naik bentor Iskandar. Iskandar canggung dan merasa serba salah karena sudah membuat anak-anaknya kecewa. Ragil dan Rio diam menahan kesal dengan keadaan yang membuat mereka tidak nyaman lagi tinggal di rumah. Mereka merasa terganggu dengan kehadiran Sriatun, anak-anaknya, dan keluarga Asrul.

    Sepulang dari sekolah, Rio dan Ragil pergi menemui Mama Dita. Mereka ingin menyampaikan keluh kesah kepada tantenya. Mereka tidak tega mau mengeluh kepada Bunda Husna, karena mereka tahu Bunda sudah sangat tersakiti dengan pengkhianatan Ayah dan semakin terluka dengan kehadiran Sriatun di rumah. 

    Mendengar keluhan keponakan kesayangannya, Dita sangat marah. Dita menganggap Rio dan Ragil seperti anaknya sendiri. Dita sangat menyayangi mereka. Rio dan Ragil mengobati kesedihannya karena anak Dita sudah meninggal dunia.

    Dita adalah janda. Anaknya lahir prematur dan meninggal. Anaknya lahir sebelum waktunya karena saat itu Dita terlalu sibuk bekerja dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Ditambah lagi, kondisi mentalnya yang terganggu karena perlakuan suaminya yang tidak mempedulikan kehamilan Dita. Suaminya sibuk dengan kehidupannya dan membiarkan Dita kelelahan sendiri.

    Karena kasihan kepada keponakannya, Dita mengantarkan Rio dan Ragil pulang. Betapa terkejutnya Dita melihat kondisi rumah adiknya yang berantakan. Mainan anak-anak berserakan di mana-mana. Ketika Dita menuju kamar Rio dan Ragil, dia melihat ada dua anak  yang sedang menonton televisi ditemani seorang wanita dewasa. Dita mencari Rio dan Ragil yang tidak masuk ke kamarnya.

    “Rio … Ragil … !”

    Ragil keluar dari kamar Husna. 

    “Ada apa, Mama Dita?”

    “Siapa anak kecil yang di kamarmu?”

    “Itu anaknya Om Asrul, kakak iparnya Ayah,” Ragil menjelaskan.

    Dari arah ruang makan, seorang gadis berjalan menuju ruang depan membawa piring berisi makanan. Mata Dita mengikuti pergerakan gadis itu. Ragil yang paham bahasa matanya,  menjelaskan kalau gadis itu adalah anak dari Sriatun. Gemuruh dada Dita menahan marah dengan apa yang dia lihat. Iskandar sudah keterlaluan. Dia Tidak memiliki perasaan, sudah mengkhianati Husna, ditambah lagi membawa keluarga Sriatun tinggal di rumahnya.

    Dia langsung mencari nomor ponsel Iskandar dan memencetnya. Agak lama menunggu, Iskandar menjawab panggilannya.

    “Halo, assalamualaikum,”

    “Waalaikumsalam, Aku ada di rumahmu dan menunggu penjelasanmu.” Dita langsung memutuskan panggilan.

    Sedangkan Iskandar bergegas pulang dengan perasaan kacau. Dia tahu sifat Dita yang sangat protektif kepada Husna. Dia pulang tanpa Sriatun. Dia sudah bisa membayangkan kalau Dita dan Sriatun bertemu akan terjadi perang dunia. Untuk menghindari hal itu, Sriatun dia tinggal di pasar,

    Dita duduk di teras menunggu kedatangan Iskandar. Dita yakin kalau Iskandar pasti pulang untuk menemuinya. Dita sangat kecewa dengan Iskandar yang mengingkari janjinya untuk menjaga Husna dengan baik. Dia merasa bertanggung jawab dengan penderitaan Husna, karena dia yang memberikan jalan Iskandar untuk menikahi adiknya.

    Iskandar turun dari bentor, disambut dengan kemarahan Dita.

    “Mana janjimu, Kandar. Kau berjanji akan menjaga dan membahagiakan Husna!”

    “Dengar dulu penjelasanku, Dit. Aku tetap akan bertanggung jawab terhadap Husna dan anak-anak.” 

    “Aku tidak percaya lagi kepadamu, ceraikan saja adikku. Masih banyak laki-laki yang mau menikahinya!”

    “Husna saja diam, mau mengerti. Kenapa kamu yang marah-marah!”

    “Dia diam bukan karena mengerti, dia terlalu kecewa dan lelah menghadapimu?” Dita tersenyum mengejek.

    “Buktinya, Husna tidak pernah marah. Tidak pernah minta cerai. Itu tandanya dia masih mencintaiku!”

    “Jangan kepedean, Kandar! Dia diam karena tidak mau ribut. Tapi hatinya terluka dan jangan kaget kalau suatu saat dia akan meninggalkanmu!”

    “Jangan ngomporin dia, Dit. Perceraian itu dibenci Allah!”

    “Suami zalim juga dibenci Allah!”

    “Poligami itu diperbolehkan oleh agama. Lebih baik kau belajar lagi biar tahu agama!”

    Tiba-tiba muncul Sriatun yang turun dari bentor, dan marah-marah karena tidak dijemput oleh Iskandar.

    “Maaf, Atun. Aku masih ada tamu, tidak bisa jemput ke pasar,”

    Sriatun memandangi Dita dari atas sampai ke bawah. 

    “Ada perlu apa datang ke sini?” Tanya Sriatun dengan muka sadis menatap Dita.

    “Kamu masuk saja, Atun. Dia ada urusan denganku,” Iskandar mencoba menarik tangan Sriatun supaya masuk ke rumah. Melihat sikap Sriatun, Dita bisa menilai kalau istri siri Iskandar itu mulutnya pedas.

    “Oh, ini selingkuhanmu, Kandar?” pertanyaan Dita menyulut emosi Sriatun.

    “Tamu itu harus sopan, ya. Aku istrinya, bukan selingkuhannya!”

    “Pelakor ngaku istri!”

    Plak!

    Sriatun menampar Dita.

    “Ajarkan selingkuhanmu ini sopan santun, atau aku akan usir dia dari rumah ini!” Dita menunjuk wajah Sriatun.

    “Aku yang akan mengusirmu dari sini!” Suara Sriatun melengking sambil menunjuk muka Dita.

    “Ingat, Kandar. Rumah ini sudah kubeli dan kuhadiahkan untuk Husna. Jelaskan kepada perempuan yang tidak tahu diri ini!”

    Iskandar berusaha menarik Sriatun masuk ke dalam rumah, karena ada beberapa tetangga yang mulai datang melihat keributan di teras rumahnya.

    “Lanjutkan, Bu Dita,” Bu Rasmin memperlihatkan kepalan tangannya untuk memberikan dukungan kepada Dita.

    Sedangkan Sriatun yang mendengar dan melihat kepalan tangan Bu Rasmin langsung memberontak dari pegangan tangan Iskandar yang berusaha menariknya ke dalam rumah. Dia berlari ke arah Bu Rasmin, dan langsung menampar Bu Rasmin. Sedangkan Bu Rasmin langsung mencengkeram tangan Sriatun dan menamparnya balik.

    Plak!

    “Ini balasan untuk Dita!”

    Plak!

    “Ini balasan untuk pipiku yang kau tampar tadi!”

    Iskandar merasa malu dengan kelakuan Sriatun yang disaksikan para tetangga. Dia menarik paksa tangan Sriatun supaya segera masuk ke dalam rumah.

    “Sudah enak-enak adem ayem dengan Bu Husna yang cantik dan salehah, malah bawa mak lampir pulang!” Bu Rasmin berteriak, disambut tawa para tetangga.

    “Gara-gara Kau, Dita. Bikin ribut di sini, tetangga pada datang!” Iskandar menumpahkan kemarahannya kepada Dita. Dita pun tersulut emosi.

    “Jangan lupa diri, Kandar! Kau sudah ingkar janji. Aku kecewa kepadamu!”

    “Kau janji apa padanya, Bang?” Sriatun penasaran.

    “Dia berjanji akan bertanggung jawab dan membahagiakan adikku, tapi kau menjadi  pengganggu rumah tangganya!”

    “Eh, jangan asal bicara, ya. Syukur-syukur Husna tidak diceraikan,” Sriatun kembali meradang.

    “Lebih baik, ceraikan adikku. Husna berhak hidup tenang dan bahagia.” Mata Dita nyalang memandang Iskandar.

    “Aku tidak akan menceraikannya! Kami masih saling mencintai! Kami yang merasakan, kenapa Kau yang sewot!” Telunjuk Iskandar tepat di muka mata Dita.

    Sriatun kepanasan mendengar Iskandar mengatakan mereka masih saling mencintai. Dia terbakar cemburu karena Iskandar masih tegas mempertahankan cintanya kepada Husna. 

    “Ceraikan saja Husna, Bang! Bagaimana mau tenang keluarga Abang kalau kakaknya Husna ikut campur tangan masalah keluarga?” Provokasi Sriatun kepada Iskandar karena dia ingin menjadi ratu di rumah Iskandar. Mendengar perkataan Sriatun, Dita bertepuk tangan. 

    “Istri sirimu jadi  sponsor yang mendukung perceraianmu, Kandar. Lepaskan saja Husna. Toh, Kau masih punya serepnya,” tangan Husna menunjuk ke arah Sriatun.

    Karena keributan berkepanjangan, Pak RT datang bersama Babinsa. Pak RT meminta Iskandar untuk menjelaskan duduk perkaranya. Dia juga menanyakan identitas seluruh  anggota keluarga yang tinggal di rumah Iskandar. Iskandar pun melaporkan semuanya. Pak RT geleng-geleng kepala dengan kelakuan Iskandar. Sudah hidup tenang dengan Husna, malah cari istri lagi yang suka ribut.

    “Status rumah ini milik Bu Husna, kan?” Tanya Pak RT. 

    Dengan berat hati, Iskandar menganggukkan kepala. Dia masih ingat kalau Pak RT adalah saksi ketika terjadi transaksi jual beli rumah ini. Ayahnya Iskandar menjual rumah ke Dita, karena sedang terlilit hutang. Dita memberikan rumah itu kepada Husna untuk menjadi tempat tinggalnya dengan Iskandar.

    Diam-diam Husna menyaksikan keributan hingga kedatangan Pak RT dan Babinsa. Ketika dia pulang dari toko dia melihat banyak tetangga berkumpul di depan rumahnya. Dia menyelinap lewat samping rumah dan masuk lewat pintu belakang. Dia masuk kamar dan disambut dengan pelukan kedua anaknya. Sebenarnya Husna sudah lelah dan ingin mengakhiri semuanya, tetapi dia berusaha untuk kuat bertahan demi kedua anaknya.

     

     

    Kreator : Tri Uswatun Hasanah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bercanda Dengan Poligami (chapter 9)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021