Suatu hari, aku menerima undangan pernikahan dari seorang teman lama. Tempat pernikahan itu, meskipun namanya familiar, terasa asing di benakku. Aku tahu nama jalan dan daerahnya, tetapi peta mental yang kubentuk masih buram. Namun, aku tetap berangkat, meniti jalan yang tak pernah kulewati sebelumnya, dengan harapan sederhana: menemukan tempat itu tepat waktu.
Di zaman sekarang, mungkin aku hanya perlu membuka aplikasi peta di ponselku. Semua bisa diselesaikan dengan beberapa ketukan jari—setiap belokan, setiap jalan kecil, dan bahkan estimasi waktu tiba bisa diketahui dengan presisi. Tetapi saat itu, teknologi belum menjadi bagian dari hidup sehari-hari seperti sekarang. Saat rambu-rambu mulai tampak asing, ketika belokan demi belokan tidak sesuai dengan harapan, aku mulai merasakan keraguan. Di sinilah aku dihadapkan pada pilihan yang lebih sederhana, tetapi juga lebih mendasar: bertanya.
Mengingat perjalanan itu sekarang, aku sadar betapa bertanya adalah sebuah tindakan yang sesungguhnya sederhana, namun seringkali diabaikan. Pada saat itu, setelah merasa semakin tersesat, aku menepi di depan sebuah warung kecil. Di sana duduk seorang pria tua dengan wajah tenang, tampak menikmati waktu yang berlalu begitu saja. Dengan sedikit ragu, aku menghampirinya dan bertanya tentang arah yang benar. Sangat sederhana—aku bertanya, dan ia menjawab dengan penuh kesabaran, menjelaskan arah yang harus kutempuh.
Namun, meski jawaban yang diberikan cukup jelas, aku masih merasa tak sepenuhnya yakin. Aku melanjutkan perjalanan, tetapi tak jauh dari sana, aku bertanya lagi kepada seorang perempuan yang sedang menuntun anak kecil di tepi jalan. Jawaban yang kudapat serupa, namun setiap kali aku bertanya, peta di kepalaku terasa semakin lengkap. Hingga akhirnya, setelah beberapa kali bertanya, aku tiba di tempat tujuan, dan perasaan lega perlahan menggantikan kecemasan yang sempat menggelayut di awal perjalanan.
Bertanya, dalam bentuk yang paling sederhana, adalah mengakui bahwa kita tidak tahu sesuatu. Tapi ironisnya, banyak orang merasa malu atau takut untuk bertanya. Mereka merasa bahwa dengan bertanya, mereka memperlihatkan kelemahan atau ketidaktahuan mereka, seolah-olah tidak tahu adalah sebuah cacat. Akibatnya, banyak dari kita yang memilih diam, terus melangkah dalam keraguan, daripada merendahkan diri untuk sekedar bertanya.
Namun, bertanya adalah seni. Ada cara bertanya yang bisa mengarahkan kita pada jawaban yang benar, dan ada cara bertanya yang justru menambah kebingungan. Dalam setiap pertanyaan yang kita ajukan, ada keharusan untuk jujur pada diri sendiri—mengakui bahwa kita butuh bantuan untuk menemukan jawaban. Ini bukan sekadar meminta informasi, tetapi juga membuka diri terhadap kemungkinan baru, perspektif baru, yang mungkin belum pernah kita pertimbangkan sebelumnya.
Aku ingat betul bagaimana perasaan malu itu sempat menyelinap ketika aku hendak bertanya pada pria tua di warung. Sebuah suara kecil di dalam kepalaku berkata, “Mengapa tidak coba mencari sendiri? Bukankah ini hanya perkara kecil?” Tetapi, di saat yang sama, ada kesadaran bahwa terus berjalan tanpa arah yang pasti hanya akan membuatku semakin tersesat. Dalam hidup, kita sering dihadapkan pada dilema semacam ini—antara bertanya dan mencari bantuan, atau mencoba menyelesaikan semuanya sendiri meski kita tahu ada batasan dalam pengetahuan kita.
Di sinilah aku mulai menyadari bahwa bertanya adalah langkah awal dari proses belajar yang sesungguhnya. Kita lahir ke dunia ini tanpa tahu apa-apa, dan seiring waktu, kita belajar melalui interaksi dengan dunia sekitar kita. Setiap pertanyaan yang kita ajukan, setiap jawaban yang kita terima, adalah bagian dari perjalanan panjang menuju pemahaman yang lebih dalam.
Namun, tidak semua orang memahami ini. Ada yang merasa bahwa bertanya adalah tanda kelemahan, seolah-olah mengakui bahwa mereka tidak tahu sesuatu adalah pengakuan atas ketidakmampuan mereka. Mereka lebih memilih untuk berpura-pura tahu, atau bahkan tidak peduli, daripada harus mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Aku pernah bertemu dengan orang-orang semacam itu—mereka yang berbicara dengan penuh keyakinan tentang segala hal, seolah-olah dunia ini hanya permainan yang sudah mereka kuasai sepenuhnya. Tetapi pada kenyataannya, tidak ada satu pun dari kita yang benar-benar tahu segalanya. Dunia ini terlalu luas, terlalu kompleks, dan terlalu penuh dengan misteri untuk dipahami sepenuhnya oleh satu orang saja.
Bertanya, di sisi lain, adalah tanda bahwa kita masih hidup dalam proses belajar. Bahwa kita tidak pernah puas dengan pengetahuan yang kita miliki saat ini, dan selalu ada dorongan untuk mencari lebih banyak. Orang-orang yang kita tanyai, pada akhirnya, menjadi semacam jembatan yang menghubungkan kita dengan pengetahuan yang lebih luas. Setiap kali kita bertanya, kita membuka diri untuk memahami dunia dari sudut pandang orang lain. Dan seringkali, mereka yang kita tanyai senang untuk membantu. Ada kepuasan tersendiri dalam berbagi pengetahuan, dalam memberikan petunjuk kepada seseorang yang tersesat.
Seiring berjalannya waktu, aku semakin menyadari bahwa bertanya adalah bagian dari perjalanan batin kita, bukan hanya fisik. Setiap pertanyaan yang kita ajukan, setiap jawaban yang kita terima, membantu kita menyusun potongan-potongan puzzle yang membentuk pemahaman kita tentang dunia. Seperti aliran sungai yang mengikis batu, pengetahuan yang kita kumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan kita perlahan-lahan membentuk lanskap pemikiran kita. Setiap pertanyaan adalah upaya untuk mengurai misteri yang ada di sekitar kita, dan setiap jawaban adalah langkah kecil menuju pemahaman yang lebih besar.
Ketika aku akhirnya tiba di tempat tujuan, perasaan lega dan syukur meliputi diriku. Aku menyadari bahwa perjalanan ini, yang awalnya penuh dengan kebingungan dan keraguan, telah mengajarkanku sesuatu yang lebih dari sekadar menemukan jalan ke sebuah pernikahan. Ini adalah pelajaran tentang pentingnya bertanya, tentang membuka diri terhadap ketidaktahuan, dan tentang keberanian untuk mencari tahu.
Dalam hidup, jangan takut untuk bertanya. Setiap pertanyaan adalah tanda bahwa kita ingin tahu, tanda bahwa kita masih belajar, dan tanda bahwa kita terus maju. Dengan bertanya, kita memperkaya intelegensia kita, memperdalam pemahaman kita, dan membangun jembatan yang menghubungkan kita dengan dunia di sekitar kita. Ajukan pertanyaan dengan tulus, dengarkan jawaban dengan penuh perhatian, dan biarkan setiap langkah dalam pencarian ini membawa kita lebih dekat pada pemahaman yang kita cari.
Karena pada akhirnya, bertanya bukan hanya tentang menemukan jawaban, tetapi juga tentang memahami diri sendiri dalam perjalanan panjang yang disebut kehidupan.
Kreator : Wista
Comment Closed: Bertanya: Sebuah Pencarian dalam Perjalanan
Sorry, comment are closed for this post.