Pada suatu masa, aku menyimak obrolan di grup WhatsApp alumni SMA angkatanku. Obrolan kali ini terasa berbeda dari biasanya, yang pada akhirnya tercetus sebuah ide mengadakan reuni perak 25 tahun setelah lulus SMA. Sebagai anggota grup yang pasif, kala itu aku berpikir tidak akan hadir di acara tersebut. Mengapa? Karena yang biasanya aku ketahui dari berbagai sumber, reuni itu tak lepas dari hanya sebuah pertemuan yang menceritakan pencapaian karir, jodoh, anak, dan seputar pencapaian lainnya. Sehingga setiap kali ada kegiatan reuni besar, aku memutuskan untuk tidak menghadirinya. Alasan lainnya adalah, banyak teman yang sudah aku lupa namanya namun ingat wajahnya, atau sebaliknya, ingat wajahnya tetapi lupa siapa namanya. Saat SMA temanku hanya sedikit, aku pun termasuk siswa yang “tidak populer”. Buat apa aku ada di sana? Dari ratusan siswa satu angkatan, teman yang masih sering berkomunikasi secara pribadi hingga saat ini bisa dihitung dengan jari, itupun sudah tidak sesering dulu dan hanya melalui jalur virtual. Jadi, tidak ada alasan kuat yang mendorongku untuk mengikutinya.
Hingga suatu hari aku mengirim pesan kepada beberapa temanku, iseng bertanya apakah mereka berniat menghadiri reuni tersebut? Singkat cerita tiga orang temanku akan hadir di sana, itu pun karena kita masing-masing memiliki pemikiran, paling tidak di sana nanti akan ada orang yang kita “kenal dengan baik”.
Akhirnya, kami janjian untuk mendaftar dan memastikan masing-masing sudah melakukannya. Sampai sebegitunya kami kala itu. Sebelumnya, tak lupa aku meminta izin kepada suami dan menginformasikan kepada anak-anak tentang rencana tersebut. Di hari sebelumnya, aku dan anak-anak berangkat ke rumah orang tuaku. Sehingga selama aku di tempat reuni, anak-anak akan bersama nenek dan kakek mereka di rumah. Kebetulan sekali, keponakan-keponakanku juga berlibur di sana. Artinya, anak-anakku juga menghabiskan hari itu di rumah bersama mereka.
Pada tanggal 23 November 2024, hari acara reuni pun tiba. Di pagi yang sejuk itu, aku diantar oleh Ayah menggunakan sepeda motor, setelah sekian lama aku tidak merasakannya. Ah, serasa kembali ke masa-masa dulu. Dengan tubuhnya yang semakin menua, meski laju motor terasa sangat perlahan, sebuah pengalaman penuh haru aku rasakan saat itu. Ayahku memastikan aku sudah berada di lokasi tujuan yang benar untuk kemudian ia kembali pulang ke rumah. Di usiaku saat ini, orang tuaku sepertinya masih menganggapku anak kecil bagi mereka. Namun, tak apa. Aku bersyukur atas hal itu. Dan, hal yang mengejutkan berikutnya, Ayahku mengirim pesan seraya bertanya apakah aku sudah bertemu dengan teman-temanku? Hal ini menjadi salah satu bagian penting untukku saat akan menghadiri reuni di hari itu, seakan “bertemu kembali” antara aku dan ayahku mengulang masa-masa antar jemput dahulu. Terima kasih sudah menjadi Ayah terbaik untukku.
Pagi itu, setelah akhirnya aku bertemu dengan dua orang temanku di depan pintu gerbang gedung tempat acara reuni, kami saling melepas rindu kemudian memasuki bagian dalam gedung. Sebuah kehangatan aku rasakan saat bertemu dengan teman-teman yang lain. Kami bertegur sapa diselingi senyum, tawa hingga sesekali permintaan maaf. Tertawa karena gembira bertemu lagi, tersenyum malu karena ragu untuk menyapa, meminta maaf karena lupa dengan nama teman yang disapa. Kondisi ini pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat dimaklumi, karena ternyata tidak hanya aku yang mengalami hal serupa. Kesan pertama begitu menyenangkan.
Acara reuni dimulai. Selang beberapa waktu, kami menyambut para wali kelas saat di kelas 3 SMA. Mereka masih terlihat sehat. Ada yang sudah pensiun ada juga yang masih aktif mengajar. Bagian berikutnya yang kemudian membuatku belum ingin meninggalkan acara adalah, pesan dan nasihat dari salah satu wali kelas kami. Beliau berkata, reuni adalah saatnya kita bersilaturahmi bukan menjelaskan siapa diri kita saat ini, maka lepaskan apa yang “melekat” dalam diri kita. Ia menambahkan, kesuksesan kita adalah berkat doa kedua orang tua. Maka hormatilah keduanya. Makna yang tersirat adalah, reuni bukanlah ajang kita menunjukkan pencapaian kita, karena boleh jadi apa yang kita peroleh saat ini bukan hanya berkat diri kita saja namun ada doa orang tua yang menyertai.
Sore hari menjelang, aku belum juga beranjak dari tempat acara, hingga seluruh rangkaian acara selesai dilaksanakan. Semua yang hadir tampak berbahagia. Seolah tangki energi sudah kembali penuh sebelum kami menjalankan rutinitas seperti sedia kala. Semua hal negatif yang aku ketahui tentang acara reuni besar, tidak aku temukan. Terima kasih untuk semua panitia dan teman-teman. Acara reuni perak kala itu berkesan buatku. Semoga kelak bisa bertemu kembali.
Kreator : Tina Sugiharti
Comment Closed: Bertemu Kembali
Sorry, comment are closed for this post.