KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bocah Penjual Tisu

    Bocah Penjual Tisu

    BY 03 Mei 2025 Dilihat: 394 kali
    Bocah Penjual Tisu_alineaku

    Jam baru menunjukkan pukul 19.00. Belum terlalu malam untuk pergi ke toko buku. Aku berencana untuk mencari beberapa buku baru untuk kubaca. Aku suka sekali mengoleksi dan membaca buku. Toko buku penuh sesak, karena ada diskon besar-besaran. Tidak hanya buku yang mendapat potongan harga, tetapi ada alat tulis, tas, bahkan mainan.

    Aku berjubel di antara banyak pembeli yang sangat antusias dengan adanya diskon itu. Berusaha memilih buku menarik sesuai jenis yang disukai diantara bertumpuk-tumpuk buku yang jumlahnya sangat banyak. Aku menemukan beberapa buku dan langsung membayar.

    Aku keluar toko buku itu dan menuju halamannya yang juga sudah banyak orang berkerumun melihat-lihat alat tulis, mainan, tas dan benda diskon lainnya. Diantara kerumunan itu aku melihat seorang anak laki-laki kecil. Anak itu sedang melihat-lihat mainan yang bertumpuk. Melihat-lihat saja…dengan wajahnya yang ceria. Anak berbaju sederhana dan bersandal jepit tipis itu juga menggendong keranjang di depannya. Rupanya anak itu juga sedang berkeliling menjajakan tisu dan karena melihat kerumunan, dia pun ikut asyik melihat-lihat. 

    Ke toko buku itu aku tidak sendiri, tetapi ditemani suami dan tiga orang anakku yang masih kecil. Jadi bisa dibayangkan bagaimana repotnya memilih buku dan barang lainnya sambil memastikan anak-anak masih berada di sekitar kita. 

    Memilih mainan di antara tumpukan, dan belum tahu berapa harganya. Aku menemukan sebuah mobil merah kecil yang lucu. Lantas aku menyuruh anak kedua yang agak besar untuk bertanya ke petugas. Tiba-tiba bocah penjual tisu mendatangiku untuk menawarkan diri menanyakan harga mainan itu.

    Dia mengambil mobil-mobilan dari tanganku dan berlari ke petugas. Selang beberapa waktu, dia mendatangiku lagi dan mengatakan, “Harganya 49.000, Tante.

    Oh, terima kasih.” kataku.

    Tertarik  dengan mobil lucu itu, aku mau langsung membeli dan membayarnya ke petugas. Sayangnya, anak bungsuku tidak menyukai mainan itu. Dia menginginkan mainan yang lebih besar. Dan aku pun kembali memilih mainan, tapi masih belum menemukan yang pas. 

    Di sela-sela memilih mainan, bocah penjual tisu itu mendatangiku lagi dan menawarkan tisunya untuk kubeli. 

    Tante… Beli tisu saya, Tante.” tawarnya.

    Berapa harganya?” tanyaku.

    Tujuh ribu, Tante.” begitu katanya.

    Kubuka tas untuk mengambil dompet hitamku mencari uang sejumlah yang disebutkan bocah itu. Lama kucari, dan ternyata di dompetku tidak ada uang tunai. Selama ini aku terbiasa menggunakan kartu debit atau membayar dengan cara memindai barcode menggunakan ponselku. Sangat jarang membawa uang tunai.

    Dengan menyesal aku mengatakan ke bocah itu bahwa tidak bisa membeli tisunya karena tidak punya uang tunai. Dan anehnya ekspresi bocah itu tidak marah. Yang kulihat hanya raut wajah ikhlas.

    Merasa bersalah karena tidak bisa membeli tisunya. Dalam hati aku berniat membelikannya salah satu mainan yang sedari tadi diliriknya. Sebuah mobil mainan kecil yang lucu, tapi tidak diinginkan anakku. Mainan itu dipandang dengan seksama, dilihat dari berbagai sudut. Kemudian setelah puas melihat, diletakkannya lagi di tempat semula.

    Aku memilih beberapa. Anak bungsuku tiba-tiba menangis dan merengek karena tidak menemukan mainan yang menarik baginya. Semakin lama semakin keras rengekannya. Sampai akhirnya, suamiku mengajak kami untuk pulang saja. Dengan keadaan demikian, aku meletakkan mainan-mainan yang sudah kupilih, yang tadinya rencananya akan kuberikan beberapa ke bocah penjual tisu. Aku lupa akan rencana itu. 

    Masih diiringi rengekan anak bungsuku, kami berjalan kembali ke arah parkir untuk kembali pulang ke rumah diikuti anak-anakku yang lain.

    Kembali lagi muncul bayangan bocah kecil penjual tisu itu. Bocah yang ikut melihat-lihat mainan diskon sambil menjajakan tisunya kepada siapa saja yang bersedia membelinya. Bocah yang hanya melihat-lihat dan juga menginginkan mainan, tetapi tidak punya cukup uang untuk membeli.

    Sambil menggandeng tangan anak bungsuku yang masih merengek, aku berkata kepadanya.

    “Ingat kakak yang jualan tisu tadi? Dia juga ingin punya mainan, tetapi tidak bisa beli. Dia bantu mamanya jualan tisu. Dia anak yang pintar. Tidak marah ketika orang tidak jadi membeli barang dagangannya. Dia juga tidak merengek untuk mainan yang diinginkannya.”

    Anak bungsu terdiam dan memasuki mobil dengan murung khas anak-anak yang tidak jadi membeli mainan.

    Sepanjang malam itu, bocah penjual tisu selalu terbayang-bayang di benakku. Bocah ceria dengan segala keterbatasannya. Bocah yang kuat dan tabah dengan keadaannya. Semoga dia selalu sehat dan tumbuh menjadi anak yang hebat. Semoga suatu hari aku bisa bertemu dengan bocah penjual tisu untuk membeli beberapa tisunya, membelikannya mainan atau sekedar es krim.

     

     

    Kreator : Fatrisia Yulianie

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bocah Penjual Tisu

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021