Pagi itu kegiatan rutin seperti biasa. Bu Eni membersamai anak-anak usia dini pada kelompok usia paling bawah. Yaitu usia 3-4 tahun yang pada saat itu masih berada di semester ganjil, yaitu belum genap 6 bulan anak-anak ini mengenal sekolah. Anak usia 3-4 tahun ini digolongkan dalam Rombongan Belajar (Rombel) Kelompok Bermain. Dalam dunia pendidikan anak usia dini tingkat paling dasar ini ada yang menamakan Kelompok Bermain (KB) dan ada yang menamakan Play Group (PG).
Kelompok Bermain ini pun dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas nol kecil atau KB usia 2-3 tahun dan ada yang dimasukkan dalam kelas nol besar atau KB usia 3-4 tahun. Setelah selesai menempuh bermain sambil belajar di KB selanjutnya baru masuk ke kelas Taman Kanak-Kanak (TK). Sudah diketahui secara umum kalau tingkat TK juga dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu kelas TK A untuk anak usia 4-5 tahun dan kelas TK B untuk anak usia 5-6 tahun. Inilah yang dinamakan (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini yaitu terdiri dari Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak.
Bu Eni sudah lebih dari 15 tahun berkecimpung dengan anak-anak usia dini. Banyak pengalaman dan banyak cerita yang dialaminya. Dari masa ke masa merasakan perbandingan perbedaan perkembangan dan kecerdasan anak. Masing-masing zaman memiliki ciri khas sendiri-sendiri.
Kecerdasan anak, celoteh anak, kemampuan anak, keaktifan anak, dan bahkan karakter orang tuanya pun dari masa ke masa berbeda dan memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Bu Eni merasakan bagaimana karakter mama-mama yang masih muda dan bagaimana mama-mama yang sudah berusia setengah baya. Dalam aksi dan responnya terhadap perhatian dan perkembangan anak mereka berbeda-beda.
Salah satu peristiwa yang begitu melekat dalam ingatan bu Eni adalah ketika pagi itu bu Eni sedang melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari yaitu circle time di halaman yang dilanjutkan dengan kegiatan di dalam kelas. Sudah menjadi pembiasaan yang diterapkan di sekolahnya bu Eni bahwa setiap hari masuk kelas harus melepas sepatu dan menata sepatunya di rak sepatu.
Bu Eni dan Bu guru seluruhnya sudah otomatis memperhatikan dan mengingatkan pada anak-anak. Setiap melepas sepatu mendahulukan kaki kiri dan jika memakai sepatu mendahulukan kaki kanan.
Usai melepas sepatu dan menata di rak sepatu kemudian cuci tangan di wastafel yang dilengkapi dengan sabun cuci tangan dan tisu. Setelah itu masuk kelas dan memberi kesempatan atau menawari kepada anak-anak siapa yang mau BAB atau BAK dipersilahkan terlebih dahulu.
Kemudian duduk melingkar di lantai dan berdoa bersama-sama. Usai berdoa dilanjutkan dengan menghafalkan Rukun Islam, Rukun Iman, dan Pancasila. Kemudian menghafalkan surat-surat pendek dan Asmaul Husna.
Ketika bu Eni berkata, “Anak-anak yang sholih sholihah, selanjutnya kita menghafalkan Asmaul Husna yukk. Siapa yang di rumah setiap hari melafalkan Asmaul Husna?” tanya Bu Eni sambil mengangkat tangannya menunjukkan supaya diantara murid-muridnya yang tiap hari melafalkan tunjuk jari.
Dengan cepat si Fardhan anak ganteng yang cerdas ini berkata, “Bu, Bu Guru.. maaf saya mau tanya.”
Bukannya menjawab pertanyaan bu guru malah dia balik bertanya.
“Iya mas Fardhan, silahkan. Mau tanya apa?” Jawab Bu Eni datar.
“Nama Allah itu ada berapa, Bu?” tanyanya sambil kepalanya mendongak ke depan wajah Bu Guru.
Bu Eni yang tidak mau berlama-lama mengembalikan pertanyaan tersebut langsung memberi jawabannya.
“Nama Allah itu banyak. Ada 99 nama-Nya yang bagus, nama-nama Allah yang indah, yang biasanya kita hafalkan, judulnya namanya Asmaul Husna.”
Belum berhenti Bu Guru bicara memberi jawaban kepada Si Fardhan, tiba-tiba Si Nafil dengan antusias menyela Bu Guru.
Sambil tangannya menarik-narik kerudung bu guru, dia berkata, “Bu, Bu, tapi kalau Allah nya ada berapa, Bu? Alloh-nya ada berapa Bu?” tanya Nafil berulang-ulang meminta perhatian guru yang sedang berbicara.
Bu Eni yang masih sedang dalam keadaan berbicara mendengar suara Nafil dan menoleh ke arahnya. Langsung saja Bu Eni menjawab pertanyaan Nafil sambil menjawab pertanyaannya.
“Ya satu. Allah itu hanya satu. Allah itu satu, yang banyak itu nama-Nya. Misalnya Ar Rohman, itu namanya Allah. Terus Ar Rahim itu juga namanya Allah. Al Malik itu juga namanya Allah. Gitu ya. Jadi Allah ada berapa anak-anak?” tanya bu Eni.
Spontan semua anak menjawab: “Satuuuu” serempak kompak, tak ketinggalan si Nafil juga menjawab dengan suara yang paling keras.
“Subhanallah Allahuakbar. Bocil-bocil ini cerdas hebat luar biasa, anak sekecil ini sudah mampu memahami ilmu tauhid. Alhamdulillah terimakasih ya Allah, anak-anak usia sekecil ini telah Engkau beri pemahaman dan kemampuan tentang ke-Esa-an-Mu.” Gumam Bu Eni dalam hati sambil tersenyum lebar memuji dan mengapresiasi Fardhan dan Nafil. Diusapnya kepala anak-anak itu lalu dipeluknya tanda kasih sayang seperti memeluk dan menyayangi anak kandungnya sendiri.
Luapan gembira Nafil, Fardhan, dan teman-temannya membuat suasana kelas menjadi hiruk pikuk hangat penuh tawa dan bahagia. Teman-teman lain pun tak kalah hebohnya. Suasana tersebut sebagai kesempatan bagi mereka untuk bergerak, bergeser, dan pindah tempat. Sehingga duduk mereka yang melingkar sudah buyar lepas tak membentuk melingkar lagi.
Refleksi:
- Tanamkan tauhid pada anak sedini mungkin. Tauhid yang diikuti dengan pembiasaan mengamalkan amalan sunnah Nabi sebagai pembentukan karakter atau akhlak mulia.
- Sayangi dan didiklah anak-anak generasi penerus bangsa karena di pundakmu lah amanah itu ditumpukan.
- Berilah apresiasi kepada anak-anak.
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: BOCIL CERDAS
Sorry, comment are closed for this post.