KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bu, Apakah Cantik yang Utama? (Chapter 27)

    Bu, Apakah Cantik yang Utama? (Chapter 27)

    BY 17 Feb 2025 Dilihat: 79 kali
    Bu, Apakah Cantik yang Utama (Chapter 27)_alineaku

    Mimpi yang Terus Dikejar

    Langit sore yang keemasan membentang luas di atas kota kecil tempat Ananta tinggal. Suara kendaraan yang lalu lalang di jalan utama bercampur dengan kicauan burung yang kembali ke sarangnya. Ananta berdiri di depan jendela kamarnya, menatap mentari yang perlahan tenggelam di balik bukit. Di tangannya, ia menggenggam sertifikat kelulusan yang baru ia terima. Bukan penghargaan khusus, hanya bukti bahwa ia telah menyelesaikan pendidikannya.

     

    Hatinya penuh dengan campuran emosi. Ada rasa lega karena akhirnya ia berhasil melalui semua rintangan, tetapi juga ada rasa kecewa yang terus membayang. Meskipun ia tahu bahwa pengakuan dari Bu Inrani bukanlah segalanya, sulit baginya untuk melupakan bagaimana usahanya selama tiga tahun terakhir seolah diabaikan.

     

    Ananta menarik napas panjang, menenangkan pikirannya. Ia meletakkan sertifikat itu di atas meja belajarnya, di antara buku-buku yang menjadi saksi bisu perjuangannya. “Aku tidak akan berhenti di sini,” gumamnya pada dirinya sendiri. “Aku akan membuktikan bahwa aku bisa. Bukan untuk mereka, tapi untuk diriku sendiri.”

     

     

    Keesokan paginya, Ananta duduk di ruang tamu bersama orang tuanya. Di meja kecil di depannya, tergeletak brosur dari universitas-universitas yang telah ia pertimbangkan untuk melanjutkan pendidikannya. Ibu menatapnya dengan penuh kasih.

     

    “Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Nak?” tanya Ibu sambil menyodorkan secangkir teh hangat.

     

    Ananta tersenyum tipis. “Aku ingin kuliah, Bu. Aku ingin mengambil jurusan teknik informatika. Aku ingin membuat sesuatu yang berarti, sesuatu yang bisa berguna untuk banyak orang.”

     

    Ayah yang duduk di kursi seberang mengangguk dengan bangga. “Itu cita-cita yang bagus, Ananta. Tapi apakah kamu sudah yakin dengan pilihanmu? Perjalanan ini tidak akan mudah.”

     

    Ananta menatap Ayah dengan mata yang penuh tekad. “Aku tahu, Ayah. Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Aku tahu akan ada rintangan, tapi aku siap menghadapinya. Selama ini, aku selalu merasa harus membuktikan diriku kepada orang lain. Tapi sekarang, aku ingin membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku mampu.”

     

    Ibu menggenggam tangan Ananta dengan lembut. “Kami mendukungmu sepenuhnya, Nak. Apapun yang kamu pilih, kami akan selalu ada di sini untukmu.”

     

    Kata-kata itu memberi Ananta kekuatan baru. Ia merasa bahwa meskipun ia tidak mendapatkan pengakuan dari Bu Inrani, ia masih memiliki dukungan yang jauh lebih penting—keluarganya.

     

     

    Hari-hari berikutnya, Ananta sibuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk mendaftar ke universitas. Ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk menulis esai motivasi, melengkapi formulir pendaftaran, dan mempersiapkan dokumen-dokumen lain. Di sela-sela kesibukannya, ia sering kali merenungkan masa lalunya di sekolah.

     

    Ada saat-saat di mana ia merasa lelah, di mana bayangan kata-kata Bu Inrani yang dingin kembali menghantuinya. Ia teringat bagaimana gurunya itu pernah berkata bahwa nilai Ananta mungkin tidak akan sebaik yang ia harapkan karena “kekurangannya dalam menonjolkan diri.” Kata-kata itu menyakitkan, tetapi kini ia mencoba melihatnya sebagai bahan bakar untuk terus maju.

     

    Suatu malam, ketika ia sedang duduk di mejanya, Ananta membuka kembali buku catatan lamanya. Di halaman terakhir, ia membaca tulisan yang pernah ia buat setelah upacara kelulusan.

     

    > “Hari ini aku belajar bahwa pengakuan dari orang lain bukanlah segalanya. Yang terpenting adalah bagaimana aku melihat diriku sendiri.”

     

    Ia tersenyum kecil, mengingat betapa beratnya hari itu. Namun, ia juga merasa bangga karena dirinya mampu melewati masa sulit tersebut.

     

     

    Beberapa bulan kemudian, Ananta menerima kabar yang ia tunggu-tunggu. Surat penerimaan dari salah satu universitas impiannya tiba di rumah. Ia membuka amplop itu dengan tangan yang bergetar, lalu membaca isi suratnya dengan penuh harap.

     

    “Selamat, Anda telah diterima di program studi Teknik Informatika,” demikian bunyi salah satu kalimat di surat itu.

     

    Hatinya melompat kegirangan. Ia segera berlari ke ruang tamu untuk memberi tahu orang tuanya. Ibu memeluknya erat, sementara Ayah menepuk bahunya dengan bangga.

     

    “Kami tahu kamu bisa melakukannya, Nak.” kata Ayah.

     

    Kebahagiaan itu tak tergambarkan. Bagi Ananta, surat penerimaan itu bukan hanya bukti bahwa ia berhasil masuk ke universitas impiannya, tetapi juga simbol bahwa kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia.

     

     

    Pada hari pertama kuliah, Ananta melangkah masuk ke gedung fakultas dengan perasaan campur aduk. Ia merasa gugup, tetapi juga penuh semangat untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Di aula besar tempat orientasi mahasiswa baru berlangsung, ia duduk di antara ratusan mahasiswa lainnya, mendengarkan pidato dari dekan fakultas.

     

    Ketika dekan berbicara tentang pentingnya kerja keras dan dedikasi dalam mencapai kesuksesan, Ananta merasa bahwa kata-kata itu ditujukan untuknya. Ia tersenyum, mengingat semua perjuangan yang telah ia lalui untuk sampai ke titik ini.

     

    Di penghujung acara, Ananta melihat ke sekelilingnya. Wajah-wajah baru yang penuh harapan menyambutnya di setiap sudut ruangan. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi ia juga tahu bahwa ia siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

     

    Dalam hati, ia berjanji kepada dirinya sendiri. “Aku akan terus berjuang. Aku akan membuktikan bahwa mimpiku tidak berhenti di sini. Aku akan membuat sesuatu yang berarti, bukan untuk orang lain, tetapi untuk diriku sendiri dan dunia di sekitarku.”

     

    Langkah Ananta semakin mantap ketika ia meninggalkan aula. Di luar, matahari bersinar cerah, seolah-olah memberikan restu untuk perjalanan barunya. Baginya, ini bukan sekadar awal dari kehidupan sebagai mahasiswa. Ini adalah awal dari perjalanan untuk mengejar mimpi yang lebih besar, mimpi yang tidak akan pernah ia lepaskan.

     

     

    Kreator : JESINTA DEWI SRIKANDI

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bu, Apakah Cantik yang Utama? (Chapter 27)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021