KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bukan Jodoh Selamanya

    Bukan Jodoh Selamanya

    BY 22 Des 2022 Dilihat: 169 kali

    Oleh: Tri Lestari

    Bab 2


    Ingin Punya Istri Dua


     “Ya, sudah kalau nggak mau berhenti kerja. Aku mau nikah lagi aja sama wanita yang tidak bekerja. Jadi, kan, nanti enak punya istri dua. Yang satu bekerja cari nafkah, satunya di rumah ngurus rumah dan melayaniku,” ucapnya enteng. 


    Entah dia serius atau bercanda bicara seperti  itu. Aku semakin heran dengan jalan pikirannya. Maunya ingin enak saja. Lagian, kalau mau nikah lagi, apa ada perempuan yang mau sama dia, seorang pengangguran? 


    “Umi jangan menganggap nggak ada yang mau sama aku, ya? Walau aku pengangguran, banyak cewek yang mau sama aku, kalau aku mau,” ucapnya lagi seakan tahu apa yang kupikirkan. 


    “Ya udah sana nikah!” jawabku kesal. 


    “Lagian pabrik tempat kerja Umi itu, nggak kira-kira mempekerjakan karyawannya. Masuk jam tujuh pagi pulang jam tujuh malam. Mereka itu apa nggak mikir kalau banyak karyawannya itu punya suami, punya anak yang harus diperhatikan? Lama-lama aku bakar juga itu pabrik! ” ucapnya dengan nada kesal. 


    Aku semakin pusing dengan jalan pikirannya itu. Bukankah seharusnya dia itu bersyukur istrinya bekerja, bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari? Namanya perusahaan, kalau memang sedang banyak pesanan, ya, harus menyuruh karyawannya lembur sampai jam berapa pun karyawan harus mau. Kalau tidak mau nanti dipecat. 


    “Ya udah, gini aja, Bi. Aku berhenti kerja, tapi nanti kalau sudah punya mesin obras. Nanti aku buka jahitan di rumah, jadi kita punya usaha,” jawabku memberi solusi. Walau sebenarnya hatiku berat seandainya harus berhenti kerja lagi. 


    Hampir dua tahun aku bekerja lagi di perusahaan itu setelah dulu pernah berhenti. Beberapa bulan lalu saat lebaran, mendapat uang THR, aku gunakan untuk membeli mesin jahit. Aku yang sejak lama sudah ‘hobby’ menjahit, ingin mengembangkannya walau di tengah kesibukan bekerja.


    A’ Asep pun setuju dengan ideku itu. 


    “Ya udah. Aku mau tidur,  ya,” ucapku kemudian bangkit dari duduk dan masuk kamar.  


    A’ Asep pun ikut bangkit dari duduk kemudian mematikan televisi dan mengikuti masuk kamar. Seperti biasa ia meminta jatah malamnya. Dengan malas, karena capai, aku melayaninya. Setelah itu ia tertidur pulas. Tinggal aku yang susah tidur lagi. 


    Namun, akhirnya aku pun terlelap. 


    Aku bangun saat azan Subuh berkumandang. Segera ke kamar mandi untuk mandi. Setelah itu salat Subuh. Usai salat aku membaca Al-Qur’an sebentar. 


    Usai mengaji kubangunkan A’ Asep yang masih tidur pulas. Akan tetapi ia susah sekali dibangunkan. Biasanya ia akan bangun saat aku sudah selesai memasak dan ia langsung makan. 


    Rasanya aku capai mengingatkan ia untuk salat lima waktu. Jangankan salat subuh, salat yang lain saja ia jarang sekali menjalankan. Aku hanya bisa mendoakan semoga Allah memberinya hidayah agar ia senantiasa mau tunduk terhadap perintah-perintah-Nya. 


    Ketika aku sedang sibuk memasak, putri kecilku yang berusia empat tahun bangun, menyusul ke dapur. Aku membuatkan susu untuknya. Ia pun meminumnya. Setelah itu ia menonton acara televisi di kamar tengah. 


    Tak berapa lama Kakek pun bangun. Disusul dengan Nenek . 


    Seperti biasa begitu bangun tidur, Kakek langsung mandi. Biasanya setelah mandi ia membuat kopi sendiri. Sambil menunggu jam 06.30 untuk berangkat kerja, ia menemani Fitri nonton film kartun di televisi. 


    Sementara Nenek, setelah ke kamar mandi langsung menyapu halaman. 


    Selesai memasak aku mencuci baju. Kemudian memandikan Fitri, putri kecilku lalu memakaikan baju dan membedakinya. Setelah itu sarapan sambil menyuapi Fitri. Tadi aku masak sayur sup kesukaan Fitri. 


    Setelah selesai sarapan, aku segera mengganti baju gamis dengan seragam kerja. Kemeja warna putih dengan list warna merah di ujung lengan dan kerah. 


    Kupadukan dengan rok warna ‘maroon’ dan kerudung bergo warna putih membuatku tampak seperti anak SD. Teman-teman sering meledek begitu. Jika aku memakai rok warna hitam dan kerudung hitam, teman-teman meledekku seperti anak MI. Begitu pun jika memakai rok warna biru dongker, atau abu-abu, mereka meledekku anak SMP atau SMA. 


    Kata teman-teman, aku sebenarnya masih pantas jadi anak sekolah, karena wajahku yang masih ‘unyu’. Bahkan terkadang teman lain bagian yang belum begitu mengenalku, mereka mengira aku belum punya suami. Mereka terkejut saat mengetahui ternyata aku malah sudah punya anak. 


    Dulu memang aku menikah muda di usia 17 tahun. Sementara A’ Asep usianya setahun di atasku. Ya, berdua masih sangat muda. Sekarang usiaku sudah 23 tahun, tapi tidak banyak perubahan pada bentuk tubuhku. 


    Jam di dinding sudah menunjuk angka 06.45. Jam masuk kerja tepat jam 07.00. Kutuang ‘baby powder’ ke tangan lalu mengusapkan ke wajah. Bedak yang sama untuk Fitri. Itu saja sudah cukup membuat wajah lebih tampak cerah. Aku tak pernah dandan macam-macam karena tidak bisa dan tidak biasa. Apalagi memakai scincare, tidak pernah, karena memang tidak punya. Lebih tepatnnya tidak ada uang untuk membelinya. 


    Memakai lipstik saja jarang-jarang. Paling kalau hendak pergi kondangan saja sedikit memoles bibir dengan lipstik murahan. 


    “Bi, aku berangkat, ya. Nanti tolong jemurin baju. Aku udah nggak sempet,” pamitku pada A’ Asep yang baru bangun tidur. Ia masih mengucek matanya dengan kedua tangan. Kalau hanya sekedar menjemur pakaian dia mau melakukan. 


    “Hemm,” jawabnya. Lalu aku mencium punggung tangannya. 


    “Umi berangkat kerja, ya, sayang. Jangan nakal,” pamitku pada Fitri yang lagi asik nonton acara kartun di televisi. 


    Kusodorkan tanganku lalu ia mencium punggung tanganku. “Iya, Mi,” jawabnya. 


    “Mak, aku berangkat, ya.” Tak lupa aku pamit kepada Nenek yang sedang duduk di kursi teras sambil mencium punggung tangannya. 


    “Iya,” jawabnya singkat. 


    Aku pun segera meninggalkan rumah dengan mengendarai sepeda mini. Lumayan punya sepeda mini, bisa untuk mempercepat perjalanan. Sebelum punya sepeda mini, terkadang aku minta diantar oleh A’ Asep dengan sepeda Feder*lnya. 


    Motor A’ Asep sudah lama dijual, dari sebelum aku masuk kerja, untuk mencukupi kebutuhan. Karena A’ Asep jarang narik ojek, sehingga tidak ada pemasukan. Memang untuk makan sehari-hari kala itu masih mengandalkan Kakek. Akan tetapi untuk kebutuhan lain, tentu tak bisa hanya minta dari Kakek. Akhirnya motor dijual sehingga  setiap kali akan bepergian, misalnya akan berobat atau ke pasar, jadi repot. Harus naik ojek atau biasanya A’ Asep menyewa motor temannya agar kami bertiga–aku, A’ Asep, dan Fitri–bisa pergi bersama. 


    Semenjak motor dijual dan merasa repot kalau hendak kemana-mana, A’ Asep meminta uang padaku untuk membeli sepeda bekas milik temannya. Aku pun memberinya. Lumayan meskipun hanya punya sepeda, tapi bisa berguna jika pergi ke pasar atau berobat ke klinik terdekat. Selain itu juga untuk mengantarku jika jam masuk kerja sudah mepet. 


    Namun, setelah punya sepeda mini, aku tak harus memintanya untuk mengantar. Aku tidak harus repot membangunkannya jika ia masih tidur saat harus berangkat kerja karena waktu sudah mepet. Terserah dia, mau bangun atau tidak. Yang penting semua pekerjaan rumah sudah kubereskan. Kalau masih sempat, aku menyuapi Fitri, kalau sudah tidak sempat, biar nanti A’ Asep yang menyuapinya. 


    Jarak rumah dengan pabrik tempat kerjaku tidak jauh. Hanya sekitar 500 meter saja. Maka dengan waktu kurang dari sepuluh menit mengendarai sepeda, aku sudah sampai. 


    Tepat jam 07.00, bel tanda masuk kerja pun berbunyi. Setelah mengisi daftar hadir, aku segera menuju tempat kerja. Aku berharap hari ini tidak mendapat tugas menuang lagi. 


    Namun, harapan tinggal harapan. Rupanya tugasku masih sama dengan kemarin. Aku berusaha menjalankan pekerjaan itu dengan senang hati. Walau capai, harus mondar-mandir sambil mengangkat permen-permen dalam piring-piring kaleng besar berbentuk bujur sangkar. 


    Bersambung.

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bukan Jodoh Selamanya

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021