KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bukan Jodoh Selamanya

    Bukan Jodoh Selamanya

    BY 28 Des 2022 Dilihat: 137 kali

    Oleh: Tri Lestari

    Bab 8


    Pulang Jam 8 Lagi


    “Kalau Umi mau aku putusin Sri, nanti harus pulang jam delapan lagi,” ucap A’ Asep saat aku hendak berangkat kerja lagi setelah istirahat. 


    Apa? Pulang jam delapan lagi? Bagaimana mungkin? Kemarin sudah pulang jam delapan. Masa’ hari ini harus pulang jam delapan lagi? Emang pabrik neneknya? Dalam hati aku kesal sekali. 


    Begitulah A’ Asep, suka semaunya sendiri. Akan tetapi, kalau aku tidak menuruti perintahnya, nanti dia tidak putusan dengan Si Sri. Harus bagaimana, ya Allah? 


    Aku berlalu meninggalkan rumah menuju pabrik. Dalam hati bertanya-tanya, haruskah aku menuruti perintah A’ Asep? Ataukah aku cueki saja? Alasan apa lagi kepada pengawas jika aku ingin pulang jam delapan malam lagi? 


    Tak terasa sepedaku sudah memasuki area pabrik. Segera memarkirkannya lalu masuk ke ruang kerja. Bel tanda masuk pun berbunyi saat jam menunjuk pukul 19.00.


    Aku kembali bergulat dengan permen-permen rijek, memilih-milih yang bagus dikembalikan ke keranjang, disatukan kembali dengan yang bagus. Sementara yang jelek, dibongkar dipisah antara permen dengan plastiknya. 


    Pikiranku berputar mencari cara, bagaimana agar aku bisa pulang jam delapan lagi menuruti perintah A’ Asep? Akhirnya aku dapat ide. 


    Saat jam menunjuk pukul 20.00, aku mulai beraksi. Aku menunduk, memegang dada sambil menangis. Kontan Murni, teman yang mesinnya berada dekat denganku bertanya, “Kamu kenapa, Ria?”


    Aku tidak menjawab. Terus menangis sambil memegang dada. Akhirnya Murni mematikan mesinnya dan mendekatiku. “Kamu sakit, ya? Kumat lagi?”


    Aku tidak menjawab. Terus menangis. 


    “Mas Budi! Itu Ria kenapa, Mas? Kayaknya dia sakit lagi, Mas!” Murni berteriak memanggil Mas Budi yang sedang memperbaiki mesin. 


    Teman-teman yang mendengar teriakan Murni langsung mematikan mesin dan menengok ke arahku. 


    “Ada apa?” tanya Nani yang mengopersikan mesin paling ujung sehingga kurang mendengar teriakan Murni. 


    “Ria kumat,” ucap temanku yang lain. Seisi ruangan jadi panik. Teman-teman yang lain pun mendekatiku. 


    “Lagian belum sembuh, kok, udah masuk kerja. Harusnya istirahat dulu,” ucap teman seorang teman. Entah siapa aku tak melihatnya karena masih menunduk. 


    Mas Budi pun mendekatiku. 


    “Ria, kamu sakit lagi? Kamu pulang aja, ya, saya bikinin surat?” ucap Mas Budi kusambut dengan anggukan kepala. 


    Yess! Berhasil! Sebenernya aku hanya ber-acting agar aku bisa pulang jam delapan lagi sesuai perintah A’ Asep. Wah, aku bakat juga ya, jadi pemain sinetron? 


    Ya Allah, aku dosa tidak, ya? Ampuni aku ya, Allah! 


    Murni memapahku sampai pos satpam. Ia memberikan surat izin dari Mas Budi kepada satpam yang sedang jaga. Lalu ia menyuruhku naik ojek untuk pulang. Sepedanya ditinggal saja. Dibawa besoknya lagi. Aku pun menurut. 


    Sesampai di rumah aku mendapati A’ Asep sedang duduk di ruangan ‘sound system’- nya. Aku masuk kamar dan mendapati Fitri sudah terlelap. Segera mengganti baju dengan baju tidur. Langsung melaksanakan salat Isya karena di pabrik tadi belum sempat salat. 


    Selesai salat, aku menuju ruang A’ Asep. Ia menyodorkan sesuatu kepadaku. Sepucuk surat dengan sampul warna putih. Tertera di depan sampul sebuah nama yaitu nama A’ Asep. 


    Segera kubuka dan membacanya dengan seksama. 


    [Untuk Kak Asep. 


    To the point. 


    Kak, saya rasa hubungan kita sampai di sini saja. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Kakak selama ini. Semoga saya menjadi betambah dewasa dengan semua pengalaman ini. 


    Sekali lagi terima kasih


    Tetanda


    Sri]


    Syukurlah mereka sudah putus. Alhamdulillah masalahku selesai dengan sendiri. Aku tak pernah cerita tentang semua ini kepada siapa pun, termasuk kepada Murni, teman dekatku. Aku malu jika masalah ini diketahui orang lain. Aku seorang wanita muslimah, dengan pakaian muslimah sehari-harinya. Seharusnya rumah tanggaku menjadi contoh rumah tangga yang baik kepada yang lain, bukan malah sebaliknya, rumah tangga yang penuh masalah. 


    Semoga kedepannya tidak ada masalah yang berarti lagi dalam rumah tanggaku. Aamiin. 


    Namun, aku merasa ada yang aneh dengan surat itu. Kenapa Si Sri justru mengucapkan terima kasih kepada A’ Asep? Bukankah dia sudah dibohongi dan disakiti? Seharusnya dia marah dan benci. Atau mungkin dia sudah biasa putus cinta sehingga saat diputuskan oleh A’ Asep pun dia biasa saja? Entahlah. 


    Sudahlah, aku percaya saja kalau A’ Asep memang sudah memutuskan Si Sri. Setelah itu aku masuk ke kamar lagi tanpa berkata-kata kepada A’ Asep. 


    A’ Asep langsung menyetel musik dangdut kesukannya lalu ia berkaraoke. Mungkinkah ia sedang galau karena habis putus cinta? Entah. 


    Aku memeluk Fitri. Tak lama aku ikut terlelap. Tak peduli musik dangdut yang bergema. 


    ***


    Bel pulang kerja sebentar lagi berbunyi, tepat di pukul 23.00. Kulihat teman-teman berkumpul di depan papan pengumuman. Mungkin ada  pengumuman baru. 


    Aku pun ikut nimbrung dengan mereka. Ternyata memang ada pengumuman baru bahwa besok masuk kerja jam 19.00, artinya mulai lembur lagi setelah kira-kira satu bulan tidak lembur. 


    Disyukuri saja, sebab kalau ada lemburan tentu gaji lebih besar, bisa untuk keperluan yang  lain, juga bisa menabung. 


    Para karyawan pun segera berhamburan keluar ruangan kerja saat mendengar bel berbunyi. 


    Aku mengayuh sepeda yang sudah diambil diparkiran. Sesampai di rumah, segera memasukkanannya, karena pintu tidak dikunci. Dikira ada A’ Asep sedang nonton televisi. Ternyata tak ada siapa-siapa diruang televisi. Kakek dan nenek sepertinya sudah tidur. Begitu pun Toni.


    Segera masuk kamar dan mendapati Fitri tidur seorang diri. Rupanya dia ngompol. Kemana A’ Asep? Kenapa Fitri tidak digantikan baju, dibiarkan saja celana dan bajunya basah terkena ompol? 


    Jangan-jangan dia ke tempat Si Sri lagi? Tetapi, bukankah kemarin dia sudah putus? Apa mungkin dia masih ke sana? Entah mengapa di hati muncul kekhawatiran itu. 


    Hanya bisa menguatkan kepercayaan kepada A’ Asep bahwa ia tak mungkin ke rumah Si Sri lagi. 


    A’ Asep pernah berkata bahwa Si Sri tinggalnya ngontrak di kampung sebelah. Ia asal dari pulau seberang. Kata A’ Asep ia kerja di pabrik Hanchang, sebuah pabrik garmen. Pabriknya tidak jauh dari pabrik tempat kerjaku. Hanya kira-kira 500 meter. 


    Aku segera mengganti kain hampar dan baju Fitri yang basah terkena ompol. Fitri tidak bangun, tetap terlelap. 


    Serelah itu aku  membersihkan badan ke kamar mandi, lalu mengganti pakaian dengan baju tidur. Mendengar pintu depan dibuka, karena aku memang belum menguncinya. Mungkin itu A’ Asep. 


    Ternyata benar. Tak berapa lama ia masuk kamar. Aku malas bertanya ia dari mana? Biarkan saja aku cueki. Lebih baik segera tidur. Semoga dia tidak mengganggu. Pusing memikirkan A’ Asep sering pergi tiap malam. Bukannya menjaga anak dengan baik, kalau aku sedang bekerja, malah anak sering  ditinggal sendiri. 


    Kalau dibahas nanti pasti malah aku yang disalahkan. Pasti lagi-lagi ia akan mengatakan ‘Dunia Terbalik’. 


    Bersambung.

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bukan Jodoh Selamanya

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021