Sore ini aku merasa bahagia, karena ada acara buka bersama di masjid dekat rumah. Bahagia karena ini adalah momen satu kali dalam setahun saat bulan puasa. Tepat pukul 17.00 WIB para warga sudah berkumpul dan acara pun segera dimulai. Mulai dari pembukaan, sambutan-sambutan, tausiyah hingga buka puasa bersama. Namun rasanya ada yang mengganjal dihatiku, sejak pulang dari rumah ibu kemarin. Bapak sedang sakit, dan sepertinya kali ini sakit bapak cukup serius. Setelah selesai menyantap menu pembuka kami pun bersiap-siap melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Setelah itu dilanjutkan dengan menyantap hidangan yang sudah disiapkan panitia, yakni nasi beserta lauk pauknya. Selesai makan tak lama kami pun pulang ke rumah masing-masing untuk selanjutnya menunggu adzan isya dan bersiap-siap kembali lagi ke masjid untuk shalat isya dan tarawih.
Baru saja aku dan dua anakku masuk rumah, terdengar handphoneku berdering. Segera kuangkat panggilan dari kakak ipar. Ia berkata, “ dari tadi asar mata bapak terpejam wik…beliau tidak sadarkan diri sampai sekarang”. Segera kutelepon suamiku yang masih di masjid. Tapi ternyata handphonenya tak dibawa. Tak menunggu lama aku pun lari menuju masjid disusul anak perempuanku yang kecil. Gemetar kaki ini, hingga begitu lemas rasanya. Baru sampai di pinggir jalan depan masjid langkahku terhenti. Aku seolah tak kuasa menyampaikan kabar ini ke suami. Hingga anakku berkata, “bunda…biar Hafizah aja yang bilang ke ayah”. Aku pun hanya diam membisu. Tak menunggu suami, aku dan anakku pun pulang.
Kutancap gas sepeda motorku. Kubonceng anakku yang besar, dan yang kecil dengan ayahnya. Rasa cemas belum juga hilang hingga kami sampai di rumah bapak. Bertambah kencang degup jantungku saat kulihat begitu banyak sandal berjajar di depan pintu rumah. Itu pertanda anak cucu bapak sudah berkumpul. Benar saja, ruang depan sudah dipenuhi keluarga besar. Terlihat bapak terbaring lemas dan pucat. Bersyukur ia sudah sadarkan diri. Terdengar ia berkata, “ saya nanti tidur di mana?, di sini cahaya lampu begitu terang bapak sulit tidur”. “Di kamar bapak”, jawab kami. Kemudian bapak segera dipindahkan ke kamar.
Terdengar pembicaraan dari kakak-kakakku, bahwa sudah semua keluarga dimintai maaf oleh bapak. Yang pertama kali adalah ibu, lalu kakak-kakakku. Tinggal aku yang belum. Kuhampiri bapak di kamarnya. Kupegang dan kucium tangannya sambil kuucapkan permohonan maafku. “ Pak….maafkan atas segala salah dan khilafku selama ini ya?, bapak yang sabar dan kuat ya?, mudah-mudahan cepat sembuh”. Ucapku. “ Semua kesalahan anak-anakku sudah kumaafkan, begitupun sebaliknya bapak juga minta maaf atas semua kesalahan bapak. Aku berpesan kepadamu juga anak-anakmu, tolong ditetapkan iman islam kalian!”. Begitu jawabnya. Tersentak aku mendengarnya, ada yang aneh rasanya. Seolah bapak akan pergi untuk selamanya. “ Jangan khawatir, Bapak yang tenang ya?”. Ucapku. Malam ini kami pun bermalam di rumah bapak.
Waktu makan sahur telah tiba, aku yang sejak semalaman kurang nyenyak tidur telah bangun lebih dulu dari anggota keluarga yang lain. Segera kusiapkan hidangan makan sahur, setelah selesai kubangunkan ibu juga yang lain. Usai menyantap hidangan makan sahur aku masuk ke kamar bapak. Terlihat posisi tidurnya masih miring sama seperti semalam, bapak begitu nyenyak tidurnya. Hingga adzan subuh terdengar bapak masih lelap tertidur. Pelan-pelan kubangunkan beliau guna melaksanakan shalat. Sebenarnya aku sangat tak tega, tapi meski bagaimanapun ini adalah kewajiban. Bukankah islam sudah memberikan kemudahan untuk kita?. Bahkan dengan kondisi sakit terparah sekalipun tetap tak boleh meninggalkan shalat. Kuambilkan air dan wadah untuk penadah wudhu bapak di kamar.
Usai shalat subuh kutemani bapak yang tak henti berdzikir sambil menyandarkan tubuhnya yang lemah ke dinding hingga waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi. Melihat begitu lemah tubuhnya, aku pun berkata, “ Pak…kalau capek tiduran saja, dzikirnya boleh sambil berbaring”. Tak lama datang kakak iparku yang rumahnya tak jauh dari rumah bapak. Tadi pagi-pagi suaminya telah datang menjenguk bapak. sekarang ia sedang memperbaiki saluran air yang mampet. Melihat kondisi bapak yang cukup mengkhawatirkan ia menyuruh istrinya untuk menemani bapak. Aku dan kakak iparku memijat kaki bapak, dan bapak pun mulai bercerita…”kemarin sore pas aku tak sadarkan diri itu, aku melihat air terpancar dari segala arah di ruang tengah. Tapi air itu menggenang dan tak meluap kemana-mana. Dan bapak melihat orang-orang yang datang menjenguk bapak, bapak juga mendengar perkataan mereka. Semua perkataan itu bapak dengar dan terima”. Ucapnya. Ya, orang-orang yang berdatangan baik kerabat maupun tetangga semua memberikan do’a dan ucapan motivasi untuk bapak. Akupun menyahut guna menghibur hati bapak, “ pak…air yang bapak lihat itu menandakan tanda kehidupan. Itu artinya bapak akan segera sembuh”. Ia pun melanjutkan ceritanya, “ Bapak juga bermimpi berada di suatu kebun yang sangat luas dan indah. Apakah ini taman surga?”. “ Ya, mungkin itu taman surga”. jawabku.
Kurebuskan air untuk mandi bapak. setelah selesai mandi beliau kami ajak duduk di ruang depan. Kakakku yang sudah datang membopong bapak keluar kamar. Tak lama duduk beliau bilang ingin berbaring. Tadi kami sudah memberinya sarapan dan memberi obat. Mungkin reaksi obat yang membuatnya mengantuk pikirku. Kami duduk terdiam menemani bapak. Kakakku mendekat dan memegang tangan bapak sambil berkata, “ Ya Allah bapakku kok belum sembuh-sembuh juga?”. Sambil matanya berkaca-kaca. Aku pun ikut sedih mendengarnya. Sedang ibu hanya terdiam dan tertunduk sedih. Anakku yang kecil mengantuk, dan ku temani ia berbaring di kamar. Seperti mimpi rasanya kulihat ada besi panjang berduri. Ada tangan besar yang mengelus-elus duri-duri besi itu seolah ingin mencabutnya perlahan. Tersentak aku bangun saat mendengar dering telepon genggamku. rupanya suamiku yang menelepon. Ia yang sejak pukul 06.00 pagi tadi pergi karena ada urusan sekolah bertanya kabar perkembangan bapak. Aku pun menjawab bahwa beliau sedang tidur.
Waktu asar tiba ku ambilkan air untuk bapak berwudhu. Lalu sambil duduk di kursi bapak mulai melaksanakan shalat. Tak lama kakakku yang lain datang dan ikut menunggu bapak shalat. Karena lama ia pun berkata, “ kok lama betul bapak shalat?”. “ Mungkin masih berdo’a”. Jawab tetanggaku yang sejak tadi datang menjenguk. Terlihat bapak terpejam matanya, kami pun mulai panik. Lalu bapak kami baringkan di lantai yang sudah digelari kasur. Dipanggillah mantri yang dari kemarin-kemarin merawat bapak oleh kakakku. Setelah datang, mantri itu segera memeriksa kondisi bapak. Ia bilang kalau bapak sedang koma, mohon agar keluarga tetap tenang dan terus berdo’a agar beliau segera sadar.
Keluarga pun berkumpul untuk mendoakan bapak. Sebagian ada yang membaca ayat-ayat suci Al Qur’an. Tak lama suamiku datang dan segera menghampiri bapak. Ia duduk dan berbisik di telinga bapak. “Pak…ini Hasyim, mohon maaf ya pak bila selama ini saya banyak salah sama bapak”. Spontan terlihat bapak membuka matanya. Kami yang melihatnya kaget bercampur senang. Namun, pemandangan itu hanyalah sekejap saja. Seolah bapak hanya ingin membalas ucapan suamiku tadi. Ia pun kini kembali terpejam. Keluarga pun berembuk dan ingin membawa bapak ke klinik praktek dokter.
Setelah sampai di klinik, terlihat adikku yang sudah beberapa waktu lalu pergi bekerja telah berada di parkiran motor. Ia yang sudah dihubungi saudaraku tampak gelisah menunggu mobil yang membawa bapak. dengan sigap kakak-kakakku dan para perawat segera membawa bapak ke ruang periksa. Sampai di ruang dokter segera memasang memeriksa bapak. Beliau bilang kalau kadar gula bapak sangat rendah, dan tekanan darahnya juga rendah. Segera dokter memberikan larutan glukosa melalui infus. Alhamdulillah tak menunggu lama terlihat reaksi infusnya bagus. Perlahan-lahan jari-jari tangan bapak bergerak kemudian matanya pun mulai terbuka. Melihat hal itu, adikku segera membisikkan ke telinganya bahwa ia sudah datang. Bapak yang sejak jatuh sakit sering menanyakan kabar adikku tentu sangat merindukannya. Beberapa menit kemudian dokter menghampiri kami dan mengatakan bahwa kami harus segera membawa bapak ke rumah sakit guna mendapatkan penanganan yang lebih baik mengingat di klinik peralatannya kurang lengkap. Sesuai saran dokter, kami pun segera membawa bapak ke rumah sakit.
Ambulan yang membawa bapak telah sampai di halaman rumah sakit. Tampak para petugas kesehatan menyambut dan membawa bapak ke ruang UGD. Setelah diperiksa Kini bapak dibawa ke ruang perawatan dengan infus yang sudah terpasang dan dibantu dengan oksigen pernafasannya. Begitu sedih kami melihatnya, nafasnya tampak tersengal-sengal. Namun, tak banyak yang bisa kami lakukan selain menyerahkan pada tenaga medis dan berdo’a pada Yang Kuasa semoga kondisi bapak segera membaik.
Keesokan harinya kakakku yang sedang merantau ke Palembang telah datang. Ia segera masuk dan melihat kondisi bapak. Tampak raut mukanya begitu sedih dengan air mata menetes di pipinya. Sehari, dua hari hingga hampir satu minggu bapak menjalani perawatan. Namun, kondisi bapak belum ada perubahan yang berarti. Kuhampiri kak Sumar yang beberapa hari lalu pulang dari Palembang. Kukatakan padanya, “mas…mas Sumar kalau mau pulang duluan nggak papa. Biar kami yang menunggu bapak di sini”. “ Nggak, aku mau menunggu bapak sampai dibawa pulang”. Begitu jawabnya. Kupikir keluarganya di rumah juga sudah sangat merindukannya, karena ia sudah lama tak pulang kampung.
Tepat satu minggu bapak dirawat, kondisinya kini justru kian memburuk. Ya Allah berikan kesembuhan untuknya, berikan kami kesempatan untuk berbakti padanya, pintaku dalam hati. Pukul 15.00 WIB dokter datang memeriksa bapak dan menyuruh perawat membawa bapak ke ruang ICU. Kami pun segera mengikutinya. Terlihat beberapa dokter dan perawat memberikan penangan. Keluarga hanya diizinkan satu orang saja yang boleh masuk ke ruang tersebut. Tak lama kulihat adikku keluar dari ruang sambil ditemani perawat. Wajahnya pucat dan tampak begitu berduka. Sang perawat menghampiriku dan mengatakan kalau bapak sudah tak bisa diselamatkan lagi. Sontak tangan ini menampar wajah perawat sambil berkata, “ Mbak…mbak bohong kan…ini nggak benar kan?”. “ sabar ya bu, ibu yang ikhlas”. Sahutnya. Kuambil telepon genggamku dan ku kabari keluarga di rumah.
Aku dan suami segera bersiap-siap untuk pulang guna mempersiapkan semua keperluan bapak. Sementara adik dan dua kakakku mengurus kepulangan bapak. Sesampainya di rumah, nampak di halaman rumah bapak sudah berkumpul banyak orang. Kulangkahkan kaki masuk ke rumah bapak, nampak ibu duduk terkulai lemas dikelilingi anak, menantu, cucu dan para kerabat. Kuhampiri dan kupeluk ibu. Kami pun terhanyut dalam isak tangis.
Tepat waktu isya tiba, jenazah bapak siap untuk dibawa ke pemakaman. Sebenarnya di kampung bapak ada pemakaman, namun bapak pernah berpesan agar ia dimakamkan di pemakaman tempat orang tuanya dikuburkan. Langit begitu cerah, suara orang tadarus mulai sahut menyahut dari masjid yang kami lewati. Kini sampailah kami di pemakaman. Setelah prosesi penguburan selesai kakakku yang nomor dua segera mengeluarkan kertas dari saku bajunya. Kertas berisi tulisan bapak yang sudah dilaminating. Tulisan do’a yang sengaja ditulis bapak semasa hidupnya. Masya Allah…bapak telah menyiapkan semuanya jauh-jauh hari. Kuaminkan do’a yang dibaca kakak sambil tak terasa berderai air mata ini. Kini takkan lagi kami bisa mencium tanganmu pak. Takkan lagi ada yang memberikan petuah-petuah agama untuk kami. Kini kau telah terbaring tenang dalam perut bumi. Hanya untaian do’a yang bisa kami panjatkan, semoga Yang Kuasa mengampuni dosa-dosanya dan menerima segala amalannya. Menempatkan beliau di tempat yang aman, nyaman hingga hari kiamat tiba. Hanya butiran-butiran kata yang pernah kau ucapkan sebagai pesanmu masih selalu terngiang di telingaku. Aku berjanji akan selalu mengindahkan pesan-pesan itu.
Kreator : Sri Dewi Rejeki
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Butiran Kata Untukku
Sorry, comment are closed for this post.