KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Cahaya di Ujung Jalan Persahabatan

    Cahaya di Ujung Jalan Persahabatan

    BY 14 Des 2024 Dilihat: 145 kali
    Cahaya di Ujung Jalan Persahabatan_alineaku

    Hasan dan Fajar sudah bersahabat sejak awal masuk pesantren, saling mendukung, belajar, dan tumbuh bersama dalam suasana religius yang penuh kedamaian. Hasan adalah sosok yang pendiam dan bijaksana, sering merenung dan mempelajari kitab-kitab dengan penuh keseriusan. Sementara Fajar adalah kebalikannya; ia penuh semangat, ceria, dan selalu menjadi pusat perhatian di antara teman-teman.

    Pesantren itu bukan hanya tempat mereka menuntut ilmu agama, tetapi juga tempat di mana mereka membangun kenangan dan ikatan yang erat. Hasan dan Fajar sering menghabiskan waktu belajar bersama di masjid pondok atau membantu Ustadz Ali, seorang Ustadz yang sangat mereka hormati. Kedekatan mereka membuat semua santri lain menganggap mereka seperti saudara.

    Namun, ketika mereka menginjak tahun terakhir di pesantren, sebuah ujian yang tak terduga datang dalam bentuk seorang gadis bernama Nadira. Nadira adalah anak dari salah satu Ustadz terkenal di pondok itu, yang baru saja pindah dari kota lain. Ia menjadi pusat perhatian karena selain memiliki pengetahuan agama yang luas, ia juga ramah dan berwajah cantik. Banyak santri yang kagum padanya, termasuk Hasan dan Fajar. Meskipun peraturan di pondok pesantren melarang santri untuk berinteraksi dengan santriwati di luar jam pelajaran, kehadiran Nadira menjadi hal yang sulit untuk diabaikan.

    Fajar, dengan keberaniannya yang biasa, adalah yang pertama menunjukkan ketertarikannya. Ia selalu berusaha menyapa Nadira dengan santai setiap kali ada kesempatan, entah di perpustakaan atau di halaman pondok. Nadira, yang memang ramah, sering membalas sapaan Fajar dengan senyum hangat. Sementara itu, Hasan, yang lebih pendiam, hanya mengamati dari kejauhan. Namun, diam-diam, ia juga merasakan getaran yang sama setiap kali melihat Nadira.

    Pada suatu hari, saat mereka berdua sedang duduk di bawah pohon di halaman pesantren, Fajar bercerita dengan semangat.

    “San, kamu tahu nggak? Aku rasa aku suka sama Nadira. Aku tahu ini nggak mudah, tapi aku pengen coba deketin dia setelah kita lulus nanti. Doain aku, ya!”

    Hasan tersenyum tipis, tapi hatinya seolah terasa berat. Ia tidak bisa mengelak dari perasaan yang mulai tumbuh dalam hatinya terhadap Nadira, tapi ia juga tidak ingin menyakiti sahabatnya.

    “Iya, aku doain, Jar. Semoga semua lancar,” jawab Hasan sambil menundukkan kepala, menyembunyikan rasa galau di dalam hatinya.

    Sejak saat itu, hubungan mereka tidak lagi sama. Hasan semakin banyak menghabiskan waktu sendirian di perpustakaan, sementara Fajar makin sering mencari cara untuk berada di dekat Nadira. Meski peraturan pondok ketat, Fajar selalu menemukan celah untuk bertemu Nadira dalam kegiatan-kegiatan pesantren, seperti kajian bersama atau diskusi kitab. Setiap kali Hasan melihat mereka berdua berbicara dan tertawa, ada rasa cemburu yang tak bisa ia hindari, tetapi ia tetap menahan perasaannya demi persahabatan.

    Suatu hari, Hasan tidak bisa lagi menahan gejolak hatinya. Ia menemui Nadira di halaman belakang pesantren, tempat yang sepi dan jarang dilalui orang. Hasan mengungkapkan perasaannya dengan jujur, mengatakan bahwa ia menyukai Nadira dan sudah lama menahan perasaan itu karena sahabatnya, Fajar. Namun, apa yang terjadi justru menjadi titik balik bagi persahabatan mereka.

    Nadira, dengan lembut, mengatakan bahwa ia menghargai perasaan Hasan, tetapi ia tidak bisa membalasnya.

    “Aku… aku juga menyukai Fajar,” ucap Nadira pelan. 

    Kata-kata itu menusuk hati Hasan. Ia tersenyum pahit dan hanya mengangguk, berusaha menerima kenyataan.

    Namun, kisah itu tidak berhenti di situ. Tanpa sepengetahuan Hasan, Nadira menceritakan pertemuan mereka kepada Fajar. Ketika Fajar mengetahui bahwa Hasan juga menyukai Nadira, ia merasa dikhianati. Malam itu, Fajar mendatangi Hasan dengan amarah yang membara.

    “San, aku nggak nyangka kamu tega. Kamu tahu aku suka Nadira, tapi kamu malah coba ngedeketin dia di belakangku?”

    Hasan mencoba menjelaskan bahwa ia tidak pernah bermaksud mengkhianati sahabatnya.

    “Jar, aku hanya ingin jujur tentang perasaanku, dan aku juga tahu Nadira memilih kamu,” ucapnya dengan lirih.

    Namun, bagi Fajar, rasa sakit itu terlalu dalam. Persahabatan mereka, yang sudah terjalin bertahun-tahun, seolah retak hanya karena perasaan pada satu gadis. Sejak saat itu, mereka berhenti berbicara satu sama lain. Hasan tenggelam dalam kesedihannya, sementara Fajar semakin sering menghabiskan waktu sendiri.

    Setelah lulus dari pondok pesantren, keduanya memilih jalan masing-masing. Fajar melanjutkan studi ke sebuah universitas Islam di Yogyakarta, sementara Hasan memilih kuliah di Jakarta. Meski berjauhan, luka di hati mereka masih terasa. Bertahun-tahun berlalu, mereka sibuk dengan kehidupan masing-masing, namun rasa penyesalan itu selalu menghantui.

     

    Suatu hari, di tahun ketiga perkuliahan mereka, Hasan menghadiri sebuah seminar di Jakarta tentang dakwah dan pendidikan. Di tengah kerumunan, ia tak sengaja bertemu Fajar. Ada keheningan yang canggung saat pandangan mereka bertemu, seolah kenangan masa lalu kembali membanjiri pikiran keduanya. Namun, Fajar yang pertama kali memecah keheningan. 

    “San, apa kabar? Sudah lama ya, kita nggak ketemu.”

    Hasan tersenyum tipis. 

    “Iya, lama sekali. Aku baik, bagaimana denganmu?”

    Fajar menghela napas, kemudian berkata.

     “San, aku minta maaf. Aku sudah lama menyesal karena bersikap seperti itu. Harusnya aku lebih paham, perasaan itu hal yang wajar. Aku nggak seharusnya marah padamu.”

    Mendengar itu, Hasan merasa beban di hatinya terangkat. 

    “Aku juga minta maaf, Jar. Harusnya aku jujur sejak awal dan nggak sembunyi-sembunyi. Aku menyesal kita harus terpisah karena hal sepele seperti ini.”

    Keduanya berpelukan, menghapus jarak dan sakit hati yang selama ini memisahkan mereka. Hasan dan Fajar menyadari bahwa persahabatan mereka jauh lebih berharga daripada sebuah perasaan sesaat. Mereka berbincang panjang lebar malam itu, mengenang masa-masa di pesantren dan saling bertukar cerita tentang pengalaman kuliah.

    Meskipun Nadira kini hanya menjadi bagian dari masa lalu mereka, pertemuan itu menjadi awal yang baru bagi persahabatan mereka. Mereka sepakat untuk kembali saling mendukung, seperti dulu. Hasan dan Fajar membuktikan bahwa dalam hidup, meskipun cinta bisa melukai, persahabatan sejati akan selalu menemukan jalan untuk kembali.

     

     

    Kreator : Safitri Pramei Hastuti

    Bagikan ke

    Comment Closed: Cahaya di Ujung Jalan Persahabatan

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021