“Mimpilah setinggi mungkin”, begitulah kata mereka yang berusaha menjadi bijaksana. Aku tidak menyalahkan mereka dengan nasihat yang mereka lontarkan. Aku hanya tidak tahu mimpiku apa dan setinggi apa aku harus bermimpi.
Mungkin aku pernah bermimpi tinggi. Aku ingin sekali menolong orang lain dengan kemampuanku, aku ingin menyelamatkan keluargaku dari garis kemiskinan, aku ingin memperjuangkan hal yang berarti bagiku, dan mimpi lainnya yang mungkin kita pernah mimpikan.
Apa yang terjadi padaku? Kemanakah mimpi-mimpi itu menghilang? Aku termenung memikirkan perginya mimpiku. Aku mengingat lagi momen dimana dunia mengecewakanku, menamparku untuk menapakkan kaki ke bumi. Aku merasa tidak berhak untuk bermimpi tinggi. Dunia terlalu kejam untuk seorang pemimpi. ataukah aku terlalu lemah menghadapi kejamnya dunia?
Tidak, sayang. Kamu tidak lemah. Kamu perlu semangat pejuang untuk mencapai mimpi besarmu. Kamu perlu alasan yang membara di dadamu. Apa yang ingin kamu rasakan ketika kamu mencapai mimpi itu? Keberhasilan, kepuasan, ketenangan, atau kejutan? apa yang kamu rasakan saat ini? jengkel hati, frustasi dengan keadaan, marah yang menggebu-gebu, atau kecewa akan apa yang terjadi dengan kehidupan?
“Aku bermimpi”, deklarasikan mimpimu di depan kaca. Katakan, “aku akan mewujudkan mimpi itu. Aku ingin keluar dari perasaan yang tidak mengenakan ini menjadi merasakan perasaan bahagia.” Mungkin selama perjalanan mimpimu akan berubah, namun rasa ini tetap sama. Perubahan mimpimu bukanlah sebuah kegagalan. Perubahan mimpimu adalah cara semesta mempersiapkan dirimu untuk berlabuh ke dermaga yang lebih indah.
Namun aku masih merasa aku tidak berhak untuk bermimpi. Aku ingin melihat mimpiku secara kasat mata. Aku ingin melihat mimpi di depan mataku sendiri. Aku yakin ketika mimpiku ada di hadapanku, aku akan merasa bahagia.
Oh, sayang. Aku mengerti. Aku mengerti kamu ingin memegangnya. Aku hanya khawatir dopamin-mu tidak akan bertahan lama. Aku khawatir kamu kecewa dengan ekspektasimu sendiri. Aku khawatir kamu berhenti bermimpi hanya karena mimpi yang kamu idamkan tidak memberikan kebahagiaan yang kamu harapkan.
Dalam bermimpi, ada sebuah seni untuk merelakan apa yang kamu impikan. Relakan angan itu kepada semesta. Kita tetap berjuang secukupnya lalu biarkan semesta bekerja untuk kita. Porsi kita untuk memulai dan mengamini mimpi kita sudah lebih dari cukup. Biarkan hasil usaha kita ditentukan oleh-Nya. Letakkan ekspektasimu dan lapangkan hatimu untuk menerima kejutan dari semesta. Kamu akan sampai kesana.
Kreator : Dyah Achwatiningrum
Comment Closed: Candramawa Kehidupan: Mimpi
Sorry, comment are closed for this post.