KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Celoteh Dua Jari

    Celoteh Dua Jari

    BY 03 Agu 2024 Dilihat: 33 kali
    Celoteh Dua Jari_alineaku

    – Karena Hidup Adalah Kumpulan Catatan –

    Oleh Pipin Piniman

    Penggagas akun @celotehduajari

     

    SEBUAH PENGANTAR, TENTANG SEPI

    Aku menulis bukan bermaksud mengeluh, aku menulis karena ini satu-satunya komunikasi yang aku mengerti, tapi jangan kira tulisanku mengacu pada SPOK yang pernah diajari guru Bahasa Indonesiaku waktu itu, atau aturan lain yang rumit yang sengaja dibuat manusia. Juga jangan menerka apakah tulisanku sebuah narasi, deskripsi, argumentasi atau bentuk lainnya, aku hanya menyusun huruf seperlunya, tak pernah peduli pada kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.

    Saat suasana ramai tak pernah membuatku bisa tersenyum, aku lebih menyukai kesendirian sepiku, menerbangkan jiwa meninggalkan raga, masuk jauh ke lorong yang tak pernah terjangkau. Karena jiwaku begitu bebas menjadi apa yang aku inginkan.

    Jika engkau menilai kebiasaanku jauh dari koridor sosial yang menjadi kodrati manusia, dengarkan aku.. terlalu lelah aku dalam kemunafikan hidup, karena hati dan ucap begitu mudah direka-reka, hitam dan putih begitu mudah disamarkan, sanjung dan cerca begitu mudah diputar-putarkan, ambisi dan pengertian begitu susah dibedakan, naluri dan keegoan  begitu susah dinilai mata telanjang. Aku Tanya padamu, apa kau kerasan hidup disana?

    Jika engkau menilai apa yang aku lakukan sebagai bentuk pengasingan diri dari kalian, dengarkan aku.. aku dan kalian cukup hidup dalam tali kemanusiaan yang wajar, keterkaitan kita hanya sebatas upaya menyambung umur, selebihnya biarkan aku hidup dalam duniaku, aku lebih memahami perjalanan ini dari kesepian yang mempesona.

    Apa engkau pernah mendengar angin berbisik tentang cerita di ujung angkasa? Apa engkau pernah mendengar hujan berdendang tentang lagu dari dalam samudera?  Apa engkau pernah mendengar seonggok batu berkisah tentang keadaan di dasar bumi? Apa kau pernah bercakap dengan rumput-rumput yang disapu angin? Apa engkau pernah berbicara dengan malam yang dingin? Dengan siang yang terik? Dengan bayangmu sendiri?

    Dengarkan mereka..!!! segala yang mereka ucapkan terlampau jujur untuk apa yang ingin engkau pahami, tak ada cerita indah yang keluar kecuali semuanya bersumber dari kejernihan jiwa mereka.

    Aku menulis bukan bermaksud mengeluh, aku menulis karena inilah satu-satunya komunikasi yang aku mengerti.

     

    Saat suasana ramai tak pernah membuat sebagian manusia bisa tersenyum, sebagian manusia lebih menyukai kesendirian sepinya.

    @celotehduajari

    TARIAN PUTIH BIRU KITA

    Siang ini rasanya lain, ada yang harus kulepas sebentar lagi. Mungkin hidup selalu seperti ini, bertemu, mengenal, konflik, akrab, seirama lalu berpisah dan mengulang kembali alur tersebut. Dan aku, aku juga harus mengalami keharusan itu.

    Lelaki itu, merampas segala keraguan ku, kekanak-kanakanku. Entah kenapa, asa ku meluap-luap seakan berkata aku bukan lagi anak kecil ingusan. Tiga tahun seragam putih biru ini membalut kulitku, tiga tahun aku meniti tangga semakin dekat dengannya. Kini semua tiba di penghujung kebersamaan.

    Ujian Nasional seminggu telah berlalu, dan hari ini semakin menyadarkanku, betapa banyak kisah yang harus segera menjadi catatan lama.

    Anak tangga tengah hari ini, duduk aku menatap kerumunan kelas 8 di sudut warung, menikmati luang istirahat di sela pelajaran, tawa riang nya.. achhh.. seolah aku ingin berteriak, aku tak sanggup melepasnya jauh dariku. Di sudut lain, beberapa kelas 7 duduk di koridor kelas, bercanda tertawa, penuh kesombongan yang indah, gelaknya… achhh.. semakin aku tak sanggup berpisah dengannya. Di seberang, dua guru tercintaku asyik bercengkrama, diselang senyum dan tepuk akrab di pundak, rautnya.. achhh.. aku ingin berlama-lama dengannya.

    Kisah cintaku, cinta pertama dua anak kecil yang lugu, tak pernah kusangka sedalam ini. Berawal dari gojlokan teman-teman ketika istirahat, ketika pulang, ketika berbincang bersama. Gojlokan lucu biasa anak kelas 7 SMP, menulis namaku dan namanya diapit tanda “love” di semua barang yang bisa mereka tulis, yach “ANISSA love DEAN” dengan pensil, kapur, spidol atau tip-ek di papan tulis, meja, buku tulis bahkan bajuku tak luput dari sasaran teman-teman isengku. Ku Biarkan saja, toh aku tak paham apa itu cinta dan kenapa aku dan Dean jadi objek mereka.

    Teriakan khas teman-teman saat tak sengaja aku berpapasan dengan Dean seringkali membuat pipiku merona merah, teriakan yang lebih mirip seperti cicit burung pipit “adeeuuuuhhh”, “ehm Anissa”, atau siulan tak sempurna dari mulut mereka. Ach, ku biarkan saja, tetapi saat berpapasan ketika mata kami beradu, detak jantung ini seakan dua kali lebih cepat, senyumnya hanya sesaat kulihat, tetapi di waktu lain aku masih bisa melihatnya saat menutup mata.

    Siang di pertengahan juli sewaktu aku masih menempati kelas 7B, selepas pelajaran Olah Raga tak ada hal yang aneh kurasakan, semuanya biasa, hingga ketika kubuka buku Matematika dari tas, terselip amplop merah jambu disana, sesaat aku terdiam, hingga akhirnya aku sadar dan menutup kembali buku tersebut, hmm aku malu jika teman-teman mengetahuinya, sementara selama pelajaran Matematika berlangsung, aku mencoba menebak siapa yang bertanggung jawab atas surat tersebut, hmm surat pertamaku, surat untuk perempuan kecil bernama Annisa.

    Sengaja hari itu aku pulang terlambat, biar aku punya kesempatan membaca selipan surat di buku matematikaku. Dadaku berdetak kubuka sampul suratnya, kertas putih lipatan belah ketupat bertinta hitam tulisan tak rapi dengan ejaan anak-anak, kubaca..

    “Kepada anissa, Nisa, sebenarnya aku suka sama kamu, sayang sama kamu, tapi aku malu bilangnya, tiap malam aku mengingatmu, maukah kamu jadi pacar aku. Dean” hmm, benarkah Dean??? Aku bingung.

    Tiba di rumah, aku lebih bingung, kusimpan dimana surat ini, di bawah bantal salah, di laci meja salah, di ventilasi kamar salah, dibakar sayang. Ya aku hanya takut secarik kertas tersebut terbaca ibu atau ayah, ah lugunya aku saat itu.

    Malam beranjak, terlentang aku di ranjang kecilku, di tangan masih terbentang kertas kecil itu, aku masih tak tahu persis apa yang kurasakan, yang kutahu saat itu aku sangat mengingatnya, senyumnya, pandangannya, dan kata “sebenarnya aku suka sama kamu, sayang sama kamu” yang ia tulis di kertas yang saat ini kupegang. Ah Dean, kau sukses membuatku gelisah.

    Ingin sekali aku membalas suratnya, tapi aku benar-benar nggak tahu harus menulis apa, sial aku tak bisa cerita kepada siapapun, aku masih ragu anak sekecil ini bicara cinta, tapi sungguh kau Dean, memaksaku menanggalkan kepolosan yang kini ku kenakan.

    =========================================

    Bahasa Indonesia tinggal 10 menit, ini pelajaran terakhir hari ini, aku masih belum menjawab Dean. Istirahat tadi aku masih berpapasan dengannya di kantin belakang, masih dengan riuh gojlokan teman-teman yang aku sendiri tak mengerti kenapa begitu niatnya mereka menggojloki aku dengan Dean. Dari sorot mata Dean, sekilas aku menangkap dia bicara “Nisa, ayo balas.. ayo jawab.. aku menunggumu”. Hhh, inikah drama yang akan segera kumainkan?? Drama orang dewasa yang terkadang kulihat di serial TV dengan lagu dan tarian diantara pohon-pohon, atau lari berkejaran di taman berbunga, atau tidur beradu kepala di rerumputan, atau sepayung berdua kala hujan menjamah turun, Serial itu,. Aku ingin seperti itu dengan Dean. Dean, engkau menjamahku lagi, teriakku. Dengan tinta biru di sudut kertas pojok atas, akhirnya aku menulis satu kalimat 

    “aku suka kamu yang membaca”

    Hanya itu, kuharap dia mengerti segala kegelisahan yang kini memberati perasaanku. Aku menyobeknya, ya kecil.. hanya seukuran kalimat itu, ku bulat-bulat lalu kusimpan di saku bajuku.

    Bel pulang baru berdering, suaranya memisahkan aku dari pelajaran Bahasa Indonesia yang hari ini sama sekali tak kumengerti, aku bersiap pulang, berjalan gontai keluar dari gerbang, sambil berharap Dean di sekitar sana, ya.. dia duduk di pembatas pagar, menungguku kah?? Hmm aku tak peduli, tetapi mungkin memang dia menungguku, ulas senyum khasnya, lagi-lagi menjatuhkanku ”GUBRAK” suaranya. Langkahku kuatur, semakin dekat dengan tempatnya, semakin bertambah langkah, rasanya kecepatan jantungku berdetak bertambah dua kali lipat, tiga kali, empat kali, ahh aku lupa berapa lipat kali jantungku bertambah cepat saat itu.

    Pas di depannya, kuulas senyum paling manis yang kumiliki, mataku tak kuat menatap matanya, kusodorkan kertas dari saku atas bajuku, tanpa kata aku beranjak pergi, menjauh untuk kembali ke rumah, sekali kutolehkan mataku kepadanya, ahh dia sudah membuka bulatan kertas kecilku, sambil menatapku dia tersenyum, kali ini senyumannya tak hanya membuat aku terjatuh, tapi menusuk percis tepat di hati kecilku, tapi aneh rasanya tak sakit, melainkan melayang jauh ke angkasa, sangat tinggi.

    Tiga tahun berlalu, hari ini aku harus menutup kisah SMP penuh warnaku, Dean juga, dan kita harus terpisah, sebentar lagi. Aku tak tahu selepas kelulusan nanti takdir membawaku kemana, Dean juga. Aku masih anak kecil umur 15 tahun, Dean juga. Aku mencintai Dean, Dean juga mencintaiku. Dan kita akan melepas kebersamaan SMP kita, aku dan Dean.

     

    Mungkin hidup selalu seperti ini, bertemu, mengenal, konflik, akrab, seirama lalu berpisah dan mengulang kembali alur tersebut, dengan yang lain.

    @celotehduajari

    SETIAP JIWA PUNYA CERITA

    Kau semakin dewasa rupanya, memandangmu berlama-lama membuat aku teringat saat titian tangga itu kita pijak bersama. Lelah, mungkin iya.. menutup dan membuka kembali halaman-halaman usang, begitu setiap waktu.

    Dan sial, aku jatuh cinta pada anak ingusan sepertimu, anak yang emosinya masih belum sempurna, anak yang hanya bisa menatap kosong tanpa isi, lagi-lagi sial aku memilihmu karena ulah lugu mu.

    Kau semakin dewasa saja rupanya, menatapmu membuat sepi ini begitu larut menemukan setiap jengkal langkah yang pernah kita lalui. Dalam hidup mungkin kau pernah sekali waktu menutupkan matamu di rangkulan malam, menarik dan melepas desahan napas berirama, lalu dalam fikiranmu membayang rangkuman cerita usang seperti kaset yang memutarkan sebuah cerita, berlama-lama dalam keadaan itu membuat sesuatu terlihat begitu jelas.. hmm, malam ini aku tengah melakukannya.

    Aku merindukanmu, saat kau marah, saat kau teriak, saat kau terisak, saat kau tengah merajuk, saat kau terlalu egois mempertahankan ego mu, saat kau berkaca-kaca mencari pembenaran atas pendapatmu, saat kau memaksa meminta sesuatu, dan seluruh saat ketika kau tak pernah dewasa. Lagi-lagi, kenapa begitu jelas ejaan makna yang kubaca di halaman-halaman usang ini.

    Begitu alur takdir membawa setiap perjalanan dalam hidup kita, menemukan sesuatu dalam buaian alam, tak peduli sejauh mana melangkah, tetapi setiap jiwa memiliki cerita. Ruang yang mempertemukan, ruang pula yang memisahkan.. Saatnya kita tersenyum.

    Dan, lagi-lagi sial, aku jatuh cinta pada anak ingusan sepertimu, anak ingusan yang semakin dewasa.

     

    Tetapi setiap jiwa memiliki cerita; Ruang yang mempertemukan, ruang pula yang memisahkan.. Saatnya kita tersenyum.

    @celotehduajari

     

    KETIKA SEKOLAH SEGERA USAI

    Bagiku ini masa-masa paling dramatis dalam hidup, masa-masa akhir dari sebuah cerita, saat seragam putih abu akan segera kutanggalkan, saat dimana beberapa waktu kedepan aku tak lagi dipanggil anak SMA, anak sekolah.

    Rasanya baru kemarin aku merasakan seperti ini di penghujung masa SMP-ku, tapi sekarang terasa jauh lebih berat.. iya, mungkin karena otakku yang telah sedikit lebih memikirkan hidup masa depan sebagai sesuatu yang serius yang harus aku fikirkan.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, minggu pertama yang begitu menjengkelkan. Aku benci kesombongan panitia-panitia ospek seniorku, rasanya aku dibaptis jadi seekor kambing dungu yang harus jadi super penurut. Topi kerucut dari karton, kalung penuh untaian permen dengan liontin satu buah petai, papan nama seukuran whiteboard kelasku, kaos kaki warna hitam sebelah kanan dan putih sebelah kiri, tali sepatu dari rapia, muka harus berseri setiap kali bertemu mereka, harus dan wajib bilang “Pagi kak”.. “Siang kak”.. “Lapor, Pipin Gugus Ki Hajar Dewantara ijin memasuki ruangan”.. “Lapor, Pipin Gugus Ki Hajar Dewantara ijin bertanya”.. “Lapor, Pipin Gugus Ki Hajar Dewantara ijin ke toilet”. Hhh.. aku benci segala pernak pernik aturan penjajahan tersebut sampai akhirnya aku yang jadi panitia, dan anehnya semua yang aku benci ketika aku jadi peserta berubah menjadi hal yang sangat menyenangkan saat aku jadi panitia. Tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, mengenal orang-orang baru yang kelak dikemudian hari ku panggil dengan sebutan teman sekelas.

    “hai” kataku,

    “iya” katanya,

    “namaku Pipin, Kamu?” aku memperkenalkan diri,

    “aku Andri, kamu gugus Ki Hajar Dewantara kan?” tanyanya,

    “iya aku.. bla.. bla.. bla..” dan kita mengobrol mengenal nama, alamat, sampai hari ini aku mengenal segala tabiat baik buruknya, menyenangkan dan menyebalkannya, kupanggil mereka sahabat, iya.. sahabat-sahabat sekelas, sahabat-sahabat satu sekolah, sahabat-sahabat satu cerita.. cerita SMA kita. Tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, kelasku didatangi guru pertama kali,

    “Pagi anak-anak, hari ini kita akan segera memulai pelajaran, di kelas baru, sekolah baru, cerita baru.. nama bapak Agus, akan mengajar matematika di kelas ini.. bla..bla..bla.. kalian mengerti??” dia bicara banyak,

    “mengerti pakk…!!!” jawab kami serempak. Tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, berharap bisa belajar banyak tentang segala hal, iya meskipun aku masih menyempatkan diri membuat contekan kecil saat UAS berlangsung, atau kupanggil temanku

    “Ssstt..” kataku, dia menoleh hati-hati,

    “No dua apa?” tanyaku tanpa suara hingga mirip suara bisikan yang hanya bisa didengar makhluk halus,

    “aku juga belum” jawabnya sama berbisik nya denganku,

    “kalo no tiga belas??” tanyaku lagi,

    “B” jawabnya, aku tersenyum bahagia seolah mendapat angin kesegaran dari surgawi mendapat setiap jawaban dari teman tanpa diketahui pengawas.. tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, Hmm hari yang sial untukku, razia kali ini membuat aku pulang sekolah tanpa sepatu, iya sepatu putihku diambil, dimasukan ke dalam karung, rambutku juga digunting paksa karena kepanjangan, namaku tertulis di buku rajia dan dapat poin rajia 10, aku bisa pulang setelah membuat dan menandatangani surat perjanjian, teman-teman bukannya menghiburku dengan motivasi yang membangunkan kepercayaan diri, mereka malah senyam-senyum meledek, ah memang mereka lebih mirip sapi potong di jagal depan sekolahku.. tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, menginjak kaki di sekolah ini adalah harapan, harapan seorang lulusan SMP yang ingin mewujudkan impian, kini pijakan tersebut sudah berada di penghujung, iya Kelas 3 IPA 1 menjadi pijakan terakhirku, aku harus kembali memilih kemana akan kubawa langkah kaki ini, hal tersulit dalam hidupku. Bagimu mungkin mudah, tapi bagiku teramat susah, aku masih belum bisa menentukan langkah. Kuliah? Bagi seorang anak yang miskin apa mungkin? Membayar biaya sekolah SMA ini saja ayahku harus memilih antara makan atau membayar biaya sekolahku.. lagian aku masih belum menemukan minat dan bakatku, atau mungkin aku terlahir tanpa minta dan bakat?? Jika aku memilih jurusan A, aku takut selama kuliah jurusan itu sulit dan tidak bisa kuikuti, jika aku memilih jurusan B, aku takut peluang kerjaku sedikit, jika aku memilih ini, jika aku memilih itu Hhh.. aku harus kuliah dimana?. Kerja? Pekerjaan apa yang bisa kulakukan? Perusahaan apa yang mau menerimaku, lulusan SMA dengan kepandaian yang super standar, padahal di luar sana lulusan S1 masih berkeliaran dan banyak yang menganggur, mereka saja susah apalagi aku. Nikah? Hhh, Cowok lulusan SMA nikah, kayaknya bukan alternatif pilihan. Dan aku.. aku pusing.

    Rasanya baru kemarin aku datang ke sekolah ini, mengenalmu di latihan Pramuka, sungguh engkau telah mengubah kebencianku terhadap latihan Pramuka, engkau membuatku menjadi orang paling semangat setiap Jumat tiba, nanti siang kita bisa bertemu di latihan Pramuka, ketika senyum itu pertama kali kau lemparkan untukku, rasanya bumi ini berhenti berputar, aku jatuh dalam tatapan teduhmu.. Hmm namamu Rindu, beda satu tingkat di atasku, kutahu itu semua dari teman sekelas saat kita membicarakanmu ketika istirahat kedua tiba besok harinya. Aku dan engkau kian lekat menjalani hari, kian lekat mematri janji, hingga akhirnya engkau lulus terlebih dahulu meninggalkanku. Tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    Dua jam berlalu sejak bel tanda berakhirnya waktu Ujian Nasional berbunyi, sekolah sudah sangat sepi, tetapi aku masih duduk di koridor depan kelasku, kelas 3 IPA 1 ku, memandang kosong ke lapangan upacara yang terik dibakar mentari, sementara angin membuat dedaunan menari perlahan, burung-burung kecil hinggap di reranting pohon mangga, bendera merah putih sesekali mengibas gagah, iya.. aku masih duduk di sekolah ini.. masih bersama kenang tentangmu yang ku kenal di latihan pramuka, tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

     

    Iya.. aku masih duduk di sekolah ini.. masih bersama kenang tentangmu, tetapi kini cerita itu akan segera berakhir.

    @celotehduajari

     

    SECARIK YANG TERKENANG

    Di Sebuah Malam,

    Gerimis malam ini, tetapi besok pagi aku harus pergi, meninggalkannya di sini, meninggalkan kekasih tercinta, tumpuan segala rasa, demi sebuah asa yang masih samar yang kuberi nama MASA DEPAN.

     “Sayang yah, bulan tidak menemani kita malam ini” ucapnya lirih, pandangannya melihat langit kelam dari balik tirai kaca yang terbuka.

    Aku memandangnya, kulihat hatinya seberat perasaan yang sedang aku rasakan “iya, de besok aku…”

    “Pergi?..” suaranya memotongku, dia tersenyum tapi matanya semakin sendu.

    “Hhhh…” kuhela nafas, mencoba mengeluarkan segala yang menyesakkan dada ini. “he em, ade ikhlas?” tanyaku.

    “Aku tak punya alasan untuk tidak ikhlas a” jawabnya pelan, mencoba memperlihatkan ketenangan, walau usahanya itu semakin memperlihatkan kegelisahannya.

    “Maafkan aku de” kugenggam tangannya, sangat erat.

    “Untuk?” suaranya semerdu gerimis di luar jendela.

    “Aku pergi bukan karena rasa cintaku padamu terbatas, aku pergi karena ini jalan yang harus aku tempuh, banyak yang harus ku wujudkan de, 19 tahun kampung ini menimangku dari kecil hingga hari ini, dan kelulusan di SMA kita tadi siang menjadi alasan terakhir aku tinggal” kutunggu dia bicara, tapi dia masih larut dalam diamnya. 

    “Berat rasanya aku meninggalkanmu, tapi ini jalannya, kuharap meski jarak memisahkan raga kita, engkau akan tetap menjaga keutuhan cinta yang kita susun selama ini” kataku, masih ku genggam jemarinya, jemari yang kurasa teramat lembut.

    “Iya a, aku janji.. Aku akan menunggumu kembali” dia tersenyum, kembali kulihat senyum yang begitu dipaksakan.

    Di luar gerimis masih setia menari, malam semakin larut, dan ku kecup keningnya.

    =========================================

    Di sela gerbong Pasundan yang tengah melaju pasti, kubuka amplop biru yang sedari tadi kugenggam, secarik kertas putih dan tulisan tangannya kutatap lekat.

    Ciamis, 29 September 2011

    Dear A Raka…

    Jiwa yang teramat kucintai.

     

    Sungguh berat rasanya harus melepasmu pergi, karena setelah malam ini, seluruh malam hanya ada sunyi dan sepi, hanya seorang diri dalam gelap jagat, seorangpun tiada tempat menyangkutkan jerit hati.

    Tapi aku sadar, tak mungkin juga keegoisan ini mampu menahanmu untuk tidak pergi, karena bagaimanapun juga engkau harus tetap pergi demi segala cita-cita dan masa depanmu, dan aku yakin ada hikmah besar di balik semua ini.

    Dan saat ini izinkanlah aku sekedar ungkapkan kata maaf, karena aku terlalu banyak menuntut darimu, terlalu ingin masuk ke dalam kehidupan pribadimu, dan terlalu egois sehingga sampai saat ini belum mampu fahamimu sepenuhnya.

    Padahal aku sendiri sampai saat ini belum mampu memberi yang terbaik bagimu, belum mampu membuatmu tersenyum bangga dan bahagia, bahkan yang ada aku selalu menuntutmu untuk yakin dan faham akan ketulusan rasa ini, meski itu karena aku terlalu takut kehilangan sosokmu.

    Aku juga sangat berterima kasih atas segala cinta kasih, pengorbanan, kepercayaan, kebanggaan, serta segala yang engkau berikan, kuharap rasa itu tetap ada untukku, kapanpun dan dimanapun engkau berada.

    Namun harapan tetaplah harapan, segalanya ada pada dirimu, dan aku tak mampu paksakan harapan itu, karena kusadar sepantasnyalah engkau mendapatkan kebahagiaan, mendapat yang lebih dariku, bahkan yang terbaik. Akupun rela dan dapat terima, karena kusadar atas segala kekurangan yang kumiliki.

    Akhirnya kuucapkan selamat jalan, semoga tercapai segala cita-citamu, dan aku hanya mampu berikan do’a semoga Tuhan senantiasa melindungi dan menjagamu.

    Salam Sayang Selalu

    Deasri Arisma-mu

     

    Di sela gerbong kereta yang tengah melaju pasti, kudekap suratnya, kudekap jiwanya, dan tak pernah kulepas kembali.

     

    Beberapa pergi bukan karena rasa cintanya terbatas, beberapa pergi karena itu jalan yang harus ditempuh.

    @celotehduajari

    SUATU SAAT AKU HARUS MENAPAKI HIDUPKU DI MASA DEPAN

    Tentang semua yang aku rasa dan aku ingin darimu, mungkin telah aku katakan, dan aku merasa cukup untuk bisa kamu mengerti dan tahu tentang aku yang sesungguhnya. Aku tak akan munafik, saat ini aku telah terjatuh oleh kenyataan dan aku harus mencoba mengikuti kemana arus itu akan membawa diri dan perasaanku. Aku telah mencoba sejujur mungkin apa yang ada dalam sikap dan pribadiku, namun aku pun harus jujur juga bahwa aku merasa rapuh bila harus menerima kenyataan yang membawa aku pada kegetiran hati.

    Waktu antara kita telah mengajarkan pada nuraniku agar aku tidak mengikuti sesuatu yang sulit dimengerti dan tak bisa aku dekati, kamu bukanlah seseorang yang pernah aku sanjung tiga tahun lalu, dimana saat itu kamu tidak menjalin kebersamaan dengan seseorang, dan kini aku tak berharap lebih dari orang yang mencintai dan dicintai orang lain, sudah terlalu jauh aku mencoba memahami segalanya, namun aku juga punya rasa dan perasaanku bukan untuk menyakiti dan hanya disakiti.

    Rasa darimu akan kuikuti bila itu tak menyayat hati, dan dengan waktu semuanya dapat berubah, dimana aku menilai, menyayangi dan membenci seseorang,  dan aku tahu apa yang harus aku lakukan setelah aku mampu mengenal apa yang aku rasakan.

    Kekasih, maafkan aku, jika aku tak akan bisa mengikuti alur cerita antara kita, karena bukan hanya ada aku dalam cerita itu. Masih ada seseorang yang kehadirannya lebih berarti dari aku, dan aku tak bisa beriring bersamanya dalam satu alur yang sama, karena dialah sesungguhnya orang yang kamu harapkan, bukan aku.

    Bila dia mampu berkorban untuk perasaan kalian, sudah sepantasnya aku merasa malu dengan perasaanku sendiri. Aku sadar aku bukan siapa-siapa dalam hidupmu, aku tak ingin kehadiranku membuat kalian jauh. Sudah menjadi hal biasa bagiku memilikimu dalam angan-angan, dan kini aku juga masih mampu melakukannya. Aku tak perlu bersama kamu dalam kenyataan kalau aku harus berada dalam kekecewaan orang lain.

    Sayang, aku mungkin tak punya waktu lama untuk bersikap bijak, Karena kini aku akan mengikuti alur hidupku sendiri. Entah kapan dan dimana suatu saat aku harus menapaki hidupku di masa depan. Pintaku, sayangilah orang yang saat ini telah berada di dekatmu, dia butuhkan hadirmu bukan sebatas kata-kata yang sempurna, aku yakin dia lebih membutuhkan kamu dalam perasaan dan kenyataan.

    Terserah apa yang akan kamu lakukan, kamu cukup bisa memahami. Bersama waktu kamu belajar dan mencintai kenyataan. Aku tahu kamu dengan kenyataannya. Maafkan aku bila kini aku harus belajar mengerti keadaan tentang sebuah harapan, lupakan aku.. dan aku mohon maaf atas perasaanku untukmu.

     

    Sudah menjadi hal biasa bagiku memilikimu dalam angan-angan, dan kini aku juga masih mampu melakukannya.

    @celotehduajari

     

    NOSTALGIA SMA KITA

    Hanya bel pulang yang aku tunggu saat pelajaran jam terakhir ini sedang berjalan, bukan karena aku lapar dan secepatnya ingin sampai di rumah, atau bukan karena aku jenuh dengan soal trigonometri yang sedang dikerjakan teman di papan tulis tapi karena dia,. Iya.. seseorang yang aku temukan kembali dari masa lalu, seseorang yang kembali menawarkan hati untuk aku singgahi.

    Bagiku saat ini, itulah wujud cinta sejati. Tiap pagi datang, sepeda motor tua warna merah aku hentikan di depan rumahnya, saat dia keluar dari pintu dengan senyuman manis lalu menyapa lembut “hai” katanya, saat itu naluri kesombonganku menjadi rapuh, menjadi tidak bermakna apa-apa. Dan pagi itu aku kembali berangkat ke sekolah bersamanya.

    Bagiku saat ini, itulah wujud cinta sejati. Ketika istirahat kedua tiba kulangkahkan kaki menuju kelasnya, kelas 3 IPA ku tak jauh dari kelasnya, hanya terhalang beberapa ruangan, tetapi ketika aku di kelasku dan ia di kelasnya beberapa ruangan itulah yang membuatku teramat merindukannya. Ketika sampai di depan kelas, dia tersenyum manja lalu aku duduk di sebelahnya, di tengah teman-teman kelasnya yang sedang istirahat, selama duduk kuhabiskan waktu untuk membahas hal sepele, seperti tadi belajar apa? Koq nggak jajan? Nanti ekstra atau nggak? Waktu itu, hal tersebutlah yang menurutku begitu penting untuk dibicarakan, karena memang pikiran kami tak sampai untuk membahas lowongan kerja? Berapa gaji yang diinginkan? Apa strategi partai untuk menang pemilu? Atau strategi apa untuk lulus test PNS? Selebihnya, kami hanya senyum-senyum menikmati 30 menit waktu istirahat ini berlalu.

    Bagiku saat ini, itulah wujud cinta sejati. Tak peduli kata orang cinta SMA cinta monyet, cintanya anak-anak remaja, cinta yang sepele, cinta yang sederhana.

    “Bagus Nani, jawabanmu betul.. selanjutnya no 3 coba kerjakan Man” kata Pak Agus, guru matematika ku, perkataannya membuyarkan lamunanku tentangnya.

    Kelas sepi kembali, Maman di depan kelas tengah memindahkan rentetan tulisan di buku usangnya ke papan tulis, dan hujan mulai turun… teman-teman resah, aku juga. Teman-teman resah karena hujan akan membuat kami susah untuk pulang, aku resah karena bel masih belum berbunyi dan kami belum bisa bertemu.

    40 menit berlalu, bel berbunyi.

    “Setelah pelajaran berakhir, mari kita berdoa. Berdoa.. mulai….. selesai… beri salam…!!!” kata-kata Didin, ketua kelas kami menutup rangkaian pelajaran hari ini, dan bagiku menutup penantian untuk bertemu dengannya siang ini, di tempat biasa, parkiran sepeda motor siswa.

    “hai, lama nunggu?” terdengar suara yang khas, suara bersama simpulan senyum yang terindah yang dia miliki.

    “nggak, baru koq. Ujan, mau nunggu reda atau langsung?” Ku tatap matanya, ia memang cantik, pikirku.

    “tunggu saja sebentar, siapa tau cepat redanya” jawabnya, seraya bersandar ke tembok dinding parkiran.

    Aku pun sama, bersandar di tembok yang sama, di dekatnya, sangat dekat, sehingga bukan hanya hati kami yang beradu, melainkan juga tangan kami. Dua makhluk Tuhan begitu dekat denganku saat ini, rintik air hujan yang begitu mempesona dan Dinda kekasihku.

    “apa aa tulus mencintai Dinda?” Tanya nya dengan wajah yang sangat lembut.

    “he em, banget” jawabku pasti, “Dinda mau menungguku?” tanyaku.

    “iya a, sampe kapanpun” katanya.

    10 menit, 20 menit, satu jam berlalu, hujan masih sangat deras menyatukan raga kami, menyatukan raga yang saling tertaut, saling memiliki. Semuanya terasa begitu indah siang itu, seragam putih abu lusuh, tembok parkiran usang, tubuh lelah, perut lapar, hujan deras, aku, dia dan cinta sehidup sematiku untuknya.

    “Din, tambah deras hujannya” kataku.

    “he em, aa sudah mau pulang?” Tanya nya.

    “terserah Dinda, aku ikut aja” jawabku, padahal  aku sangat berharap dia memilih tetap menunggu reda, dan kami masih bersama lebih lama.

    90 menit, hujan tak sederas tadi, tetapi masih anggun menari-nari, langit sedikit terang, dan aku masih mencintainya. Kulihat jam di tangannya, pukul 15.30.

    “kayaknya kita harus pulang” suaranya lirih, tapi amat lekat.

    “yup, nggak apa-apa ujan-ujanan?pasti tetap basah, ntar sakit”  aku berkata sambil memperlihatkan besarnya kekhawatiranku padanya.

    “nggak apa-apa, khan ada aa” senyumnya begitu mempesona.

    Jika tadi aku menikmati tarian hujan yang indah dengan memandanginya, kali ini kunikmati dengan ikut menari bersama hujan, dengan Dinda.

    ========================================

    Koridor kelas ini tak seperti dulu, sudah banyak berubah, banyak hal baru di tiap sudutnya. 6 tahun berlalu sejak acara perpisahan itu digelar, tembok parkiran tak lagi usang, kelas 3 IPA 1 ku berganti jadi kelas 1-3, kelas 1-1 nya digunakan menjadi kelas 2 IPS 3, bel sekolah suaranya berubah menjadi lebih baik, dan hujan belum juga turun.. tetapi Dinda-ku tetap sama, tetap yang aku cintai.

    HP ku berbunyi tanda ada SMS masuk, saat kulihat layarnya tertera nama DINDA ISMAYA, kubaca pesannya singkat “a, apa kabar? Maaf Dinda cuma bisa sms, nggak bisa bilang langsung, tanggal 16 bulan depan Dinda akan nikah, Dinda harap aa bisa hadir”.

     

    Ada beberapa yang menikmati hujan yang indah dengan memandanginya, ada beberapa yang menikmati hujan dengan ikut menari bersamanya, bersama hujan.

    @celotehduajari

     

    BIAS MAKNA SONGGORITI, KOTA BATU.

    Aku      : “Pacarmu?”

    Kamu   : “Siapa?”

    Aku      : “yang tadi sore menemuimu..”

    Kamu  : “hmm, saat ini mungkin.”

    Kita     : terdiam menatap langit Songgoriti yang semakin beranjak malam, lama kita termenung, larut dalam dekapan dingin Kota Batu.

    Aku     : “Mungkin??”

    Kamu  : “ya, Dia anak Bangkalan, kuliah di Malang”

    Aku     : “Lalu?”

    Kamu  : tersenyum, menatap ke arahku.

    Aku     : diam

    Kamu  : “Kamu cemburu mas?”

    Aku     : “aku siapamu?? Nggak ada alasan aku cemburu padanya..”

    Kamu  : “teman,. dekat bahkan,. atau TTM mungkin,. Bisa calon..” tersenyum

    Aku     : diam

    Kamu  : “aku membacanya dari sorot mata dan tingkahmu mas”

    Aku     : “kau sengaja memintanya datang?”

    Kamu  : “tidak mas, dia tau aku sedikit sakit, makanya dia datang mengajakku mencari obat, darahku rendah mas”

    Aku    : “hmm maaf aku tak banyak membantumu”

    Kamu  : “kamu sudah banyak membantuku, ajakanmu ke Songgoriti ini dengan teman-teman cukup menghiburku”

    Aku     : “Tadi sore kami ke Coban Rondo”

    Kamu  : “maaf aku nggak ikut”

    Aku     : “meskipun sebenarnya aku ingin bersamamu sore tadi”

    Kamu  : “hmm, maaf”

    Aku     : “tak apa, kesehatan dan pacarmu lebih penting khan” tersenyum menatapnya.

    Kamu  : tersenyum

    Mereka: Gurau canda dan ketawa temen-temen di dalam villa masih saja riuh, sementara malam terus beranjak

    Kita    : Masih saja duduk berdua di serambi, menikmati hembusan dingin yang sesekali menembus jaket kita.

    Aku     : “kau mencintainya?”

    Kamu  : “dia sangat baik mas, aku menyayanginya”

    Aku     : “aku???”

    Kamu  : tersenyum “engkau lebih tau, atau biarkan saja waktu bicara mas”

    Aku     : “aku sayang kamu”

    Kamu  : “aku juga”

    Kita     : diam, ku dengar desah napasmu berirama.. rasanya teramat jelas. Engkau menghela napas panjang.

    Aku    : “kenapa?”

    Kamu : “nggak, cuma rasanya ada beban yang hilang”

    Aku    : tersenyum

    Kita    : saling tatap, mencoba menyampaikan rasa masing-masing

    Aku    : “kau yakin akan memilih meninggalkan kuliah di sini seandainya diterima?”

    Kamu : “ya mas, itu cita-cita yang kuimpikan”

    Aku    : “aku berdoa semoga mimpimu tercapai”

    Kamu : “makasih, kamu tak takut?”

    Aku    : “sebenarnya iya, aku bukan siapa-siapa, jika engkau pergi menjauh aku pasti kehilanganmu”

    Kamu : “takdir mungkin membawaku kembali”

    Aku    : “mungkin”

    Kamu : “iya, di sini aku senang bisa mengenalmu, sama-sama tumbuh dalam rasa yang kita tau artinya, kemana setelah ini biarlah kita lewati saja”

    Aku     : “he em, terbanglah tinggi, gapai mimpimu” kurengkuh jemarimu

    Kamu  : menatapku

    Kita     : saling merengkuh jemari menikmati malam Songgoriti

    =====

    Aku     : Sebulan lebih kau ditelan jarak, setelah engkau memberi kabar bahagiamu belum lagi kudengar suaramu, iya.. mimpimu jadi seorang polisi wanita tercapai sudah, jarak Jakarta-Bangkalan tak lagi sedekat dulu. Aku hanya menghabiskan waktu bersama teman-temanku, yup.. teman-temanmu juga.

    Aku     : Malam ini kuhabiskan sisa malam di Gresik. Aku kehilanganmu seperti malam-malam yang lain, 10.30 HP-ku berdering, kutatap namamu disana. Benarkah??atau aku salah??

    Kamu  : “Mas, pa kabar?”

    Aku     : “baik, kamu? Lama tak dengar suaramu”

    Kamu  : “aku baik mas, iya selama pendidikan aku tak boleh menghubungi siapapun kecuali waktu ini”

    Aku     : “senang”

    Kamu  : bercerita tentang detail harimu, tentang latihan pengendalian masa, tentang latihan menyetir lalu nabrak, latihan PBB, dan tentang semua harimu.

    Aku   : Kuceritakan sedikit rasa rinduku

    Kamu  : “aku juga”

    Kita     : bertemu 30 menit saja malam itu.

    =====

    Kita     : harimu dan hariku kini berbeda. Terakhir aku melihatmu dengan seragam anggunmu, setelahnya aku dan kamu tak lagi bertemu.

     

    Di sini aku senang bisa mengenalmu, sama-sama tumbuh dalam rasa yang kita tau artinya, kemana setelah ini biarlah kita lewati saja.

    @celotehduajari

     

    DARI WAKTUMU UNTUKKU DENA

    Hhh, aku masih merindukanmu Dena-ku, iya merindukanmu dengan segala kebencian yang aku miliki. Tiga tahun kau mencampakan mimpi yang telah terbangun begitu kuat, mulai dari tertatih aku mengenalmu, mengenal harapan yang engkau tawarkan dalam tiap katamu.

    Masih saja aku merindukan engkau memanggilku cantik, he em engkau pun mungkin masih ingat bunyi kalimat yang kau tulis dalam SMS khasmu, “Met tidur cantik, mimpi indah..” aku tau SMS itu kau kirim pada semua wanita yang kau kehendaki, bukan hanya aku, hmm tapi sial aku tetap jatuh ke hatimu, aku tak sanggup menutup hati dari rangkaian kalimat indahmu yang begitu sejuk aku rasakan, wanita mana yang tidak butuh perhatian Dena, termasuk aku.. wanita lemah yang engkau sanjung-sanjung dengan puisi-puisi kecil khasmu. Dena, aku mencintaimu.

    Sungguh aku sadar, bagimu aku hanya satu dari beberapa wanita yang engkau kultuskan dalam bait yang engkau ukir tiap malam tiba, tak ada yang istimewa. Bahkan aku tau tulisan yang engkau buat untukku dan wanita-wanita itu hanyalah bualan yang tak ada makna, rayuan kosong tanpa arti apa-apa.. tetapi Dena, aku begitu merindukan kata-kata itu tiap malam datang. Engkau tau kekasih? Aku tak pernah terlelap sebelum sapaan “cantik”mu padaku tiba. Dena, aku mencintaimu.

    Dena, sebelumnya aku tak pernah percaya tulisan bisa meruntuhkan kebebalan hatiku, tidak kekasih. Aku begitu kuat menutup hati ini untuk jodoh yang Tuhan berikan kelak padaku. Aku benci pada setiap lelaki yang mulutnya penuh dengan untaian sanjungan kepada kaumku termasuk lelaki sepertimu, tetapi begitu sialnya aku Dena, aku luluh di hadapanmu. Dena, aku mencintaimu.

    Dena, berapa tangan hawa yang engkau genggam kekasih?? Berapa banyak nomor telepon yang jadi tujuan pesanmu tiap malam?? Berapa jumlah kaumku yang engkau puja dengan sebutan cantik?? Berapa jumlah cintamu sayang?? Tetapi dalam kesadaranku aku tak pernah peduli semua itu, aku runtuh dipelukanmu Dena, aku tak bisa menepismu di ruang rindu ini. Dena, aku mencintaimu.

    Dena-ku, tiga tahun sudah engkau pergi, Hhh.. bagimu mungkin aku adalah waktu yang harus engkau lupakan, kini jalan kita berseberangan, engkau di jalanmu dengan seseorang yang kelak engkau panggil istri, aku di jalanku mencari Dena lain yang kelak kupanggil suami.. tetapi, Dena aku mencintaimu.

     

    Bagimu mungkin aku adalah waktu yang harus engkau lupakan, kini jalan kita berseberangan.

    @celotehduajari

     

    BUKAN UNTUK MEMBAWAMU KEMBALI

    Hal terindah dari kenangan adalah melihatnya baik-baik saja hari ini. Pernah kau hitung? Berapa langkah kita menjauh setelah penghujung kita bertemu, berjuta khan? Mungkin lebih, dan sejauh itu aku paling tidak bisa melupakan. Aku mengingat bukan untuk mengembalikanmu sayang, kita sudah punya cerita indah masing-masing.. Aku mengingat agar lebih tau diri dan mengerti, aku yang sekarang adalah aku yang mengalami pendewasaan bersamamu dulu. Aku masih ingat, persis.. ketika kau ajarkan bagaimana menahan marah, bagaimana mengekang cemburu, bagaimana beradu pendapat, bagaimana caranya ikhlas, bagaimana caranya merengkuhkan hati, bagaimana caranya menerima, tangan lembutmu yang dengan santun memahat pendewasaan itu. Hingga aku jadi seperti saat ini.

    Ada sebagian orang, mungkin juga kita.. pada saat tertentu mencari tahu segala tentang sebagian masa lalu, dengan mengetik nama seseorang dalam pencarian akun media sosial misalnya, lalu membaca history chat, history foto, ada kurva parabola terbalik disana, saat kita belum kenal dan hidup dengan dunianya masing-masing, lalu mulai memperlihatkan perhatian lewat komentar status, like dan sebagainya, lucu yach? Balas membalas status seolah hanya kita yang saling menyapa di antara banyak orang yang juga memberikan komentar.

    Tiba pada saat dimana status hubungan di media sosial berubah, ya..dari single menjadi berhubungan dengan kamu, kamu tahu? Proses itu tidak serta merta berubah gitu aja sayang, meskipun cara merubah status hubungan di media sosial begitu mudah, tapi ada proses disana, proses dimana aku bermalam-malam ngasih perhatian, bermalam-malam say good night, bermalam-malam nyari cara gimana ngungkapin perasaan, hingga pada akhirnya dengan segala ketulusan mengungkap kata “Aku Sayang Kamu”. Hmm, dan wanita.. wanita tidak langsung menjawab, kadang mereka minta waktu untuk berfikir, laki-laki melanjutkan bermalam-malam sebelumnya dengan cemas. 

    Ketika kamu bilang “iya”, kita sepakat merubah status hubungan di akun masing-masing, sebagai bukti dan pengumuman pada semua orang. Dengan itu, ada sebagian dari orang sekitar kita yang kenal turut bahagia, ada yang justru seperti tertusuk duri, orang yang dicintainya telah jadi milik orang.

    Tiba pada saat dimana dunia milik bersama, kalimat cinta bertebaran di beranda kita, kau.. aku.. saling menggenggam erat, tak ingin sedetikpun terpisah. Tak ingin ada satu orangpun mengisi celah antara kita, begitu romantisnya kita saat itu, hal yang unik yach, kita bisa selalu rindu padahal tiap hari bertemu, kita bisa lupa waktu duduk berdua meskipun hanya duduk memandang ujung laut sebelah timur Pelabuhan Kamal Madura, dengan angin pelan berhembus, temaram purnama terbalut awan yang sangat tipis, kau anggun sayang.. anggun dalam kedewasaan yang begitu rekat.

    Tiba pada saat dimana lekat semakin pudar, mungkin ego, mungkin karena memang seharusnya.. aku selalu percaya alasan yang kedua, iya..karena seharusnya, dekat kita semakin menjarak, aku dan kamu termasuk sebagian mereka harus melanjutkan hidup yang telah digariskan. Tak ada lagi kalimat romantis menghiasi beranda media sosial kita, dan bahkan status hubungan kita akhiri, baik di akunku, maupun di berandamu tak ada lagi tentang kita sampai hari ini. Dengan itu, ada sebagian dari orang sekitar kita yang kenal turut bersedih, ada yang justru seperti tertimpa harapan, entahlah aku tidak terlalu yakin akan hal ini.

    Sayang, yang kau lakukan, begitu juga aku, begitu juga orang lain.. rasanya tak salah. Membuka akun seseorang, lalu pergi ke titik awal, waktu dimana kita saling mengenal, kita baca history chat dari bawah ke atas, kita masuk galeri foto nya, kita lihat satu-satu.. sambil tersenyum tentunya, meski jauh di bagian terdalam hati merasakan satu perasaan yang sungguh tidak bisa diterjemahkan. Bukan rindu, bukan kangen, tapi salah jika bilang tidak rindu, salah jika bilang tidak kangen, andai ada bahasa untuk menyebut rasa itu, mungkin sudah kutulis besar-besar disini.

    Lalu di deretan teratas berandanya, aku lihat kamu yang sudah menjadi kalian, dengan senyum yang sama tapi bukan untukku lagi, senyum yang bahagia, sama persis dengan senyum bahagiaku hari ini dengan garis takdirku, apa yang kulakukan mungkin juga sama kau lakukan, aku menutup mataku, menghembuskan dalam-dalam nafasku, dan berbisik pada Tuhan, “Tuhan abadikan senyum kebahagian di wajahnya dengan kehidupannya saat ini”.

    Kurva parabola terbalik yang sempurna, tak kenal, kenal, dekat, sangat dekaat, menjauh, pergi, berusaha saling melupakan, dan akhirnya mengenang.

    Aku mengingat bukan untuk membawamu kembali, aku mengingat untuk menuliskan sejarah, kelak suatu saat, jika suatu hari kamu mengingatku, terima kasih sudah mewarnai dan menjadi bagian pendewasaan dalam perjalanan hidupku, do’aku untuk kamu dan semua tentangmu.

     

    Kelak suatu saat, jika suatu hari kamu mengingatku, terima kasih sudah mewarnai dan menjadi bagian pendewasaan dalam perjalanan hidupku, do’aku untuk kamu dan semua tentangmu.

    @celotehduajari

     

    BANYAK HAL YANG TIDAK BISA DILUPAKAN

    Hidup memang terus berjalan, tidak peduli dari mana asal kita melangkah, yang jelas hari ini kita tiba disini, di kehidupan saat ini.

    Aku mengajakmu sebentar merenung, pergi sesaat ke masa lalu, bukan karena aku golongan orang yang tidak bisa lepas dari masa lalu, atau bukan karena aku tertarik dengan tulisan seorang teman tentang masa lalunya, melainkan berharap ada teman seenggaknya sebagai lawan kesombonganku mengenangnya.

    Ketika aku mengajakmu ke masa lalu, lalu mendapatiku hanya diam membisu, ketahuilah bukan karena aku tak punya kisah untuk kuceritakan, bukan pula aku malas berbagi denganmu, melainkan kosakata tak cukup untuk mewakili apa yang aku ingin sampaikan, huruf-huruf tak sebanding dengan banyaknya kisah yang ingin kutulis dan padanan bahasa tak ada yang sesuai dengan apa yang kumaksud.

    Aku benar-benar ingin engkau dengar tentang masa laluku, masa lalu yang tidak bisa dilupakan, tapi sayang bahasa  manusia terlalu rendah untuk memahami apa yang aku fikirkan, begitu pula lidahku dan telingamu tak berguna sebagai perantara antara kita.

    Aku benar-benar ingin engkau merasakan apa yang pernah kualami, agar engkau bisa membenarkan semua egoku, agar engkau setuju dengan semua salahku, agar engkau memandang aku paling benar, tak peduli dengan aturan-aturan duniawi.

    Berulangkali aku katakan padamu, manusia tidak akan pernah mengerti apa yang aku inginkan, tapi aku benar-benar ingin engkau memahami cerita masa laluku.. maka kumohon padamu,  jadilah lebih tinggi dari “manusia”, atau jadilah lebih rendah dari “manusia” agar engkau mengerti aku.

     

    Kelak suatu saat, jika suatu hari kamu mengingatku, terima kasih sudah mewarnai dan menjadi bagian pendewasaan dalam perjalanan hidupku, do’aku untuk kamu dan semua tentangmu.

    @celotehduajari

    KITA MUNGKIN BERBEDA, TETAPI RINDU YANG MEMBUATNYA SAMA

    Aku.. jika kau bertanya katakan saja, aku masih hidup, masih seperti yang lalu, tak ada yang berubah sayang. Aku masih menghias hariku dengan memilih sendiri daripada berada di tengah keramaian, atau berdua saja denganmu, sayang jarak kita terlampau jauh untuk ditempuh bukan?. Aku yang lebih banyak diam mendengarmu bercerita karena mendengarmu bercerita adalah hal terindah, lagipula aku tak pernah tau apa yang harus kuceritakan. Aku yang minuman pesananku lebih suka kau habiskan dari sedotan yang sama daripada kubiarkan tersisa saat makan telah usai. Aku yang lebih suka menggenggam tanganmu, mengelus rambutmu dan memindahkan segenap asa yang kumiliki melalui sentuhan itu kepadamu. Aku yang lebih suka menyuapimu dari piring yang sama ketika kau manja merajuk tak menghabiskan makanan. Aku yang menepuk kakimu untuk membuatmu terlepas dari rasa kantuk dalam selang waktu yang sama ketika roda sepeda motor kita melaju kencang. Aku yang lebih suka menghubungimu melalui pesan singkat daripada berlama-lama menelpon. Aku yang lebih suka melihat bibirmu kotor dengan sisa es krim di parkiran sebuah kota dan menertawakan keindahan itu.  Aku yang memakan nasi goreng buatanmu yang sepertinya kadar garamnya terlalu lebih daripada nasi yang kau sajikan. Aku yang menikmati malam berdua denganmu di atas pembatas sebuah pelabuhan. Aku yang melihatmu diam-diam dalam berbagai pertemuan lalu membuang muka malu saat tatapan mata kita berada pada titik yang sama. Aku yang hidup dengan perhatian dan kasih sayang yang kau berikan dengan caramu. Dan aku yang MENCINTAIMU DENGAN CARAKU.

    Aku merindukanmu lebih dari engkau merindukanku, saat jarak tak dapat tertembus, saat sunyi kian meraja, saat kita menemukan potongan cerita dari masa itu, saat itu kau merindukanku, aku pun juga sayang. Tak ada yang kita lakukan bukan?? Yang kau lakukan hanya mencari dan menemukan tulisanku di dunia maya, lalu kau baca dengan hati yang tak tentu, segala rasa tercampur. Dan kau tahu? Yang kulakukan pun tak beda denganmu, bersua sesaat ke masa dimana aku dan kau menjadi kita.

    Kita kini berbeda, tetapi rindu yang membuatnya masih sama. Kebahagiaan dan jalan hidup memang sempurna, dan kesempurnaanmu Tuhan catat tanpa kebersamaan kita bukan? Dan harimu waktu itu dan saat ini masih membuatku sempurna. Kini diam-diam ku titipkan engkau dalam bait doa sebagai bentuk kerinduanku yang paling tinggi untukmu.

    ADA SEBAGIAN KENANGAN YANG TAK PERNAH DAPAT KITA LUPAKAN

    Dalam hidup kita, ada sebagian kenangan yang tak pernah dapat kita lupakan, semakin dirasa lupa, semakin menyeruak menyusup tabir-tabir kisah kecil itu. Tak peduli sejauh mana kau sudah beranjak pergi, tak peduli setinggi apa kau telah mengepak sayap, saat-saat tertentu kau akan kembali dicampakkan kerinduan yang dalam kepada kepingan perjalanan silam.

    Kita menyadari hari ini, setiap potongan cerita itu menjadi warna dalam ingatan kita, yang menyungging senyum di bibir namun menusuk jauh ke relung kalbu, semakin kita ingin lupakan, semakin jelas teringat, dan ketika semakin jelas teringat, begitu hebatnya kita dicampakkan ke zona kesepian yang maha lalu saat itu terasa ada yang meronta dalam hati, meronta ingin merasakan kembali warna yang sama hari ini.. sama seperti hari silam tersebut.

    Mungkin penuh ulasan tawa, mungkin terkadang urai air mata, hari ini teramu menjadi sebuah peninggalan yang kusebut KENANGAN. Kau menyadari kah, hmm hidup memang susunan kenangan, antara satu dengan satu yang lain, dan apa yang kita jalani saat ini menjadi kenangan juga di hari esok. Seberapa banyak kenangan yang ingin kita susun? Apa terkadang kau merasa lelah sepertiku? Bukan lelah menjalani hari, tapi lelah menutup hari.

    Di sebagian kecil hamparan alam ini pernah kita pijak, di sebagian kecil ruang nafas pernah kita hirup, di sebagian kecil rerumput bergoyang pernah kita elus, di sebagian kecil air mengalir kita pernah membasuh muka, di sebagian kecil pojok perkotaan pernah kita nikmati bersama, di sebagian hati pernah kita menari menikmati nada cinta, dan di sebagian kecil kita pernah bersama orang-orang yang kini?? Kini mereka punya kisah sendiri-sendiri, kisah yang sebentar lagi pun akan menjadi kenangan hari esok mereka.

    Kenapa aku harus dilahirkan ke alam yang memiliki kenangan, yang memiliki waktu dulu, yang memiliki hari kemarin, yang memiliki kata tadi,. dan waktu tak pernah berhenti menjauhkanku dari kisah-kisah kita.

    Wahai jiwa yang kini tengah menyulam ejaan menjadi makna, yang kini jauh diam membisu dalam hening-hening malam, yang kini menyibukkan diri dengan menata masa depan, yang kini tenggelam ke palung harapan terbaru, meniti anak-anak tangga lain, menyusun serpih-serpih kebahagian, apakah kau sudah lupa? Atau terkadang sepertiku, ada sebagian kenangan yang tak pernah dapat kita lupakan.

     

    SELALU ADA BANYAK HAL YANG TIDAK BISA KITA LUPAKAN

    Mencintai itu mudah, mempertahankannya yang susah, atau suatu ketika membiarkannya berlalu begitu saja yang susah.

    Hidup kita seperti teatrikal drama yang kita lihat, dan lagi-lagi aku menyisakan ingatan untukmu, ingatan yang seharusnya telah terkubur dalam. Tapi bukankah teatrikal begitu mendebarkan dengan berbagai tebak-tebakan alurnya?

    Aku tak pernah mengenal pentas drama atau semacamnya, hingga kau hadir lalu mengenalkannya padaku, aku tak mengerti tapi kau menikmati, lalu aku pun mencoba merasakan apa yang tengah engkau rasakan. Ya,. Saat itu aku menemukan dunia baru, di gelap gulita malam, di tengah ramai orang yang begitu hening, suara yang dibuat anak-anak teatrikal, kerlip lampu sengaja diatur, atau kapan muncul kapan beranjak, begitu lugas bercerita bebas, keluar.. dan pantas kau menyukainya. Aku juga, mulai mencintainya.

    Hidup kita seperti teatrikal drama yang kita lihat, dan Tuhan sutradara tunggalnya. Kita bertemu tanpa sengaja, aku mencintai teatrikal drama sepertimu tanpa kuduga, lebih senang duduk berdua di rahim langit yang beranjak pagi, menikmati suguhan kisah tiap-tiap fasenya, begitu kita lalui malam.

    Hidup kita seperti teatrikal drama yang kita lihat, punya konflik yang harus kita selesaikan, dan suatu ketika harus tiba pada puncaknya, lalu perlahan turun menuju titik akhir, ada saat dimana begitu hangat terasa kebersamaan kita, ada saat dimana kita sama-sama saling benci, ada saat dimana ketidakpastian menyelimuti, ada saat dimana kita harus menemui akhir cerita, awal ceritamu dan ceritaku yang lain, lalu kita hidup di kehidupan nyata kembali.

    Ahh.. begitu indah teatrikal drama yang kita lihat, di sela jemari malam ini. Hingga usai kuharus membiarkanmu terbang ke tempatmu kini semestinya berada.

    Dan pentas malam itu berlangsung sekejap saja, tapi selalu ada banyak hal yang tidak bisa kita lupakan dari hal yang sekejap dan terkecil apapun itu.

     

    KOPI TAK PERNAH SALAH

    Lama tidak bertemu, banyak hal yang terasa hilang tapi sebenarnya masih ada. Entah, semua terkadang harus tiba pada sebuah kehampaan, tetapi apa yang dibilang salah satu sahabatku, kosong dan hampa adalah bagian dari keterisian. Hanya bagian itu masih saja susah aku mengerti.

    Ya, rasa hirupan kopi pertama yang selalu aku rindukan, seandainya saja setiap tegukan kopi seperti  tegukan pertama, begitu nikmat rasanya, kau juga pernah merasakannya khan?

    Aku tak mengenal jenis-jenis kopi, hanya aku menyukainya sebagian, bukan pemilih, tapi memang rasa jauh untuk diperdebatkan, timbul begitu saja lalu pergi juga begitu saja dan selalu nikmat pada hirupan pertama.

    Aku pikir banyak yang berubah, atau aku yang telat menyadarinya? Kurasa tidak, memang banyak yang berubah, babak baru, cerita baru, cerita kita yang lain. Kau tahu, kopi masih terasa begitu nikmat pada hirupan pertama.

    Kupikir hidup di dunia ini simpel, lahir.. besar.. lalu meninggal.. tetapi lebih rumit dari semua kesimpelan itu.

    Setiap meneguk kopi di cangkir, aku selalu mencoba mengeja filosofis kehidupan dalam kopi, berharap jadi plato atau seenggaknya beberapa sahabatku yang menemukannya, tetapi semakin kucari aku semakin menemukan kebodohanku, ya aku selalu berpikir kopi dan hidup tak pernah punya filosofis apapun. Jangan tertawa sahabat, karena aku telah banyak mengerutkan dahi untuk itu semua, bahkan sampai tegukan yang paling akhir, aku tak juga menemukan apa-apa, sebatas semakin terbiasa dengan pahitnya minuman yang aku reguk, Hmm.. memang kalo tidak pahit, kopi nggak enak khan?

    Aku bahagia, bahagia dengan liku hidup yang aku jalani, ada saatnya teriring mengayuh langkah dan menghirup kopi bersama, ada pula ketika aku masygul dalam kopiku dan engkau larut dalam teh yang lebih kau pilih, tetapi aku bahagia, kau juga? Ya memang, terkadang selisih jalan harus kita tempuh, bukankah karenanya hidup kita penuh warna?

    Aku menyebutnya kopi, seperti kebanyakan orang memanggilnya, kadang aku dan kau menyukainya, terkadang aku suka dan kau memilih minuman yang lain, tetapi cangkirku masih bisa kau reguk, sesukamu. Jika kopi ini habis, biar ku seduh kopi yang kucadangkan di belakang, tetapi aku ingin duduk kita masih sejajar, cangkir kita masih berbagi, aromanya masih kita hirup bersama seperti apapun babak baru yang kita temui.

    Untuk engkau yang Tuhan Halalkan untukku.

    Saat seiring sejalan banyak pahit, banyak manis yang kita lalui, banyak dongakan bangga dan syukur, banyak tundukan penuh kecewa yang kita rasakan, banyak harapan yang kadang tidak kau temui dariku atau tak kutemui di dirimu, banyak engkau menginginkan tapi tak mampu kulakukan atau aku begitu menginginkannya tapi tak bisa kau jalankan, saat bibirmu diulas senyum atau matamu terbasuh air mata, tetapi karena pahitlah aku dan banyak orang menyukai kopi, ku harap kau pun begitu.

    Aku menyayangimu.

    KENANGAN, MAAF dan HARAPAN

    Tentang waktu yang berjalan bersamamu, hingga tiba pada sebuah persimpangan, entah engkau tafsirkan seperti apa, tapi ini yang terjadi kekasih.. Jangan Tanya apa kekuranganmu, karena telah kucari jauh ke lubuk terdalam engkau begitu sempurna. Setiap alun langkah yang pernah kita lewati, setiap kelokan jalan yang pernah kita singgahi, setiap bongkahan batu yang pernah kita jadikan prasasti, semuanya masih berderet utuh membiaskan rona sempurnamu. Tak ingin aku urai seberapa banyak keindahan yang pernah kita ukir sejak persuaan pertama kita waktu itu, hingga hari dimana kau terisak meluluhkan asa, karena waktu kita sudah habis, kebersamaan kita tlah usai, engkau telah mati dalam kenyataan, tapi selalu hidup dalam angan kisah lalu. Jika luka itu terlalu dalam, maafkan aku. Luka yang kubuat hari ini adalah keharusan, dimana kehadirannya adalah pilihan yang harus kita tempuh. Biarkan waktu memapahmu perlahan, hingga engkau bisa berjalan dengan tegap kembali suatu saat kelak. Bangun dan susun cintamu kekasih, jangan engkau terpaku pada lembar yang telah kita gores bersama, mimpi kita memang terlampau sempurna, sangat sempurna, tapi maaf aku tak bisa lagi menemanimu ketika pagi datang.

    Tentang engkau lingkar erat kehidupan, betapa sulit mengukir keyakinan, tapi aku harus memperjuangkan asa yang kupunya, asa yang kami miliki, maaf jika keegoisan ini seperti belati tajam menusuk jantungmu, membuatmu ambruk dan menguburmu sampai belahan terdalam ruas-ruas bumi, tetapi kejujuran terkadang memang pahit untuk diungkapkan, dan jalan Tuhan membuatku mengambil jawaban dari jemari pengharapanmu. Telah kucari pembelaan yang paling mujarab sehingga membuatmu tidak mendepak kami, tapi tak pernah kutemui selain perasaan yang tulus yang kami miliki, bahkan sebelum engkau menghampirinya waktu itu. Jika alasan itu terlampau sederhana untukmu, maka adakah yang lebih agung dari sebuah cinta??? Entah apa yang akan terjadi dalam hidup kita, tapi kebijakan luhur yang engkau miliki akan membuatmu membenci fragmen ini, atau justru akan mendatangkanmu lebih dekat kepadaku. Sampai hari yang tidak bisa aku tentukan, bagiku engkau tetap sebuah keluhuran.

    Tentang engkau tumpuan harapan, bukankah kita tidak mengatur segalanya seperti ini??? Bahkan ketika kita bermimpi sekalipun.. hingga akhirnya sebuah alur mempertemukan sebuah harapan, harapan yang pernah kita kubur begitu dalam. Aku tidak pernah memandang ini sebuah lelucon kebetulan, tapi sebuah rangkaian unik jalan kehidupan kita. Dipersimpangan kita bertanya dengan pesan sederhana yang kita hantar ke telinga Tuhan, sampai jawaban Tuhan terbersit dalam keyakinan yang kian menggema dalam lubuk kita masing-masing. Sayang, terlampau susah untuk menyatukan dua rasa tulus yang kita miliki, tapi keberanian yang engkau perlihatkan seperti sebuah siraman sejuk dalam terik hari-hari, di luar logika untuk diulaskan dalam bentuk huruf-huruf, tetapi bahasa yang kita miliki begitu sejalan. Kini tumpuan itu berlabuh padamu, hanya di kalbumu, sepertimu segala yang terserak telah terkumpul, segala mimpi menjadi bait-bait do’a yang kita sampaikan lewat besarnya harapan. Agar engkau cukup menjadi yang terakhir untukku.

    LANGIT SENJA KITA

    “Met Maghrib sayang, do’a selalu buat kita, do’a juga buat keluarga kita, do’a untuk setiap orang yang kita sayangi.. jaga diri disana baik-baik.. luph u”

    Chat itu yang aku dapat setiap kali langit senja hampir padam, ketika adzan mulai berkumandang.. iya setiap kali.. setiap hari.

    Hanya itu sementara tautan halal antara engkau dan aku., tautan yang bisa kita tembus ketika mawar-mawar yang kita tanam mulai kuncup., mulai merah menyala, tetapi belum mekar dan kita masih menunggu dengan setia.

    “Aku lelah” bisikmu suatu ketika.

    “Kenapa?” tanyaku, sapaan sepiku menembus sekat jarak yang kini terbentang.

    “Aku harus hidup dalam dua tanggung jawab yang besar.. Mengejar masa depan, dan melakukan kewajiban.. aku lelah jasadku di sini, tetapi hatiku jauh di sana” jawabnya.

    “Hmm.. sayang, mendekatlah kesini, sandarkan bahumu di pangkuanku, biarkan aku mengusir resahmu bersama belaian lembut jemariku di tiap helai rambutmu” pintaku.

    Engkau mendekat, engkau menyandarkan kepala di pangkuanku, engkau memejamkan mata, mengatur tarikan nafas, mencoba menjatuhkan setiap sesak yang berarti  kepalamu, berati bahumu, berati langkahmu, berarti hatimu yang rapuh.. setitik.. setitik.. setitik.. pelan tapi pasti.

    “Sayang, aku dan kamu memiliki impian yang indah, saatnya nanti masa depanmu adalah masa depan keluarga kecil kita, kewajiban yang engkau jalani hari ini juga ladang kebahagiaan bagi rumah tangga kita.. jangan menghentikan keduanya kekasih, terus berjalan karena waktu tak bisa menunggu, karena kesempatan tak datang dua kali” suaraku mengiringi angin berdesir pelan, engkau menatap.. begitu teduh.

    “Tetapi, dalam perjalanannya aku tak bisa selalu menyeimbangkan langkah, ada saatnya aku lebih mengutamakan yang satu dibanding yang lain” engkau berbicara sepelan hembusan nafas-nafas kita.

    Aku tersenyum, mencoba bukan menjadi pendengar.. tetapi mengisi hatimu yang sedang hampa, “Semoga konsekuensi tersebut tidak mengurangi kemaslahatan bagi kita dan mereka”.

    Engkau diam, aku juga diam.. dan waktu terus berjalan,.

    “KITA” ITU UNIK

    Ada halaman yang seharusnya tidak tertera namamu disana, nama yang belakangan hadir mengisi baris demi baris cerita di halaman-halaman terakhir sebuah babak drama. Nama yang akhir-akhir ini kabar tentangnya menjadi warna, menelusup terbiasa mengisi celah kehampaan, namun kian waktu kian menjadi kebutuhan. Sederhana, tapi kadang kesederhanaan menjadi kesempurnaan, saat kesederhanaan mampu mengisi celah yang kosong. Aku bilang celah kosong, karena halaman-halaman terakhir seharusnya juga milik sosok pemeran sesungguhnya, pemeran yang namanya tercantum dalam judul drama yang sedang diperankan. 

    Jika dua helai daun jatuh ke permukaan sungai, dipertemukan oleh genangan air, lalu berjalan mengikuti arus, pelan namun pasti, mungkin satu helai daun tersebut bertanya pada helai yang lain, “kemana kita akan berjalan”, sanggupkah helai tertanya menjawab? Hmm, dua helai yang unik, datang dari pohon berbeda, bertemu di akhir genangan yang sebentar lagi menjadi arus kecil, berjalan berdampingan, bergandengan tangan, mengikuti arus sungai  yang terus mengalir, membawa mereka entah kemana. Entah ke danau tenang, masih bergandengan tangan, tenggelam bersama, dan membusuk di dasar danau yang begitu sempurna. Entah ke samudra luas, yang gelombangnya begitu hebat, terombang-ambing lalu berpisah, saling menyesali pertemuan.  Entah di persimpangan sungai, yang tak jauh dari tempat bertemu, mereka sudah terpisah, ke jalan sungai masing-masing, lalu saling melupakan. “Entah” memang sejak lampau menjadi alternatif jawaban bagi sebagian takdir yang manusia pertanyakan, tapi dalam “entah”, sesungguhnya manusia berharap garis takdir membawa pada apa yang manusia skenariokan, meskipun pada akhirnya cinta selalu memiliki skenario sendiri.

    Cinta tak bersyarat, tanpa peduli siapa kamu, mencari tenang di sela kegamangan, menjadi alasan satu-satunya cerita kita berawal, alasan pembenaran katamu mungkin begitu tepatnya, sepanjang jalan sepanjang itu lirik “ungu” mewakili kita, mewakili semua tertawa lepas kita, tertawa sebagai upaya menutupi kegundahan yang tengah kamu hadapi. Lalu diantara jarak dan sela pertemuan, kita semakin dekat, tanpa jarak, akrab berirama, berbagi pundak bersama. Tapi merasa asing saat bersua, seolah tautan itu nggak pernah ada, diantara renyah mereka dan kita berbagi cerita, diam-diam hanya tatapan kita yang saling mengerti, dan bagi kita.. itu cukup. hmm lagi-lagi cinta itu unik.

    Cinta menuntun kita menciptakan bahasa baru tentang arti dan pentingnya mengerti, tentang memahami satu sama lain, bukankah ketika mata kita beradu, ada banyak kata yang kita ucapkan, kau mengerti, aku pun demikian. Memang lucu, ternyata satu “titik” saja memiliki banyak arti, kini kita menyadari, selalu ada makna yang tersimpan dalam hal apapun di dunia ini, terkadang kita memandang sebelah mata saja, perlahan kau ajarkan aku membuka mata, bahwa mengerti dan memahami selalu dibutuhkan, bahkan ketika semua orang memandang “titik” hanya sebagai akhir, bagi kita dan sebagian lagi, “titik” adalah awal berbagi.

    Quote yang kubaca kubenarkan, terlalu rapuh untuk menolak saat-saat indah meskipun kita bisa menebak akhir cerita nya jauh dari sempurna, kau tersenyum, aku pun sama, bagi kita mengikuti aliran air yang mengalir adalah pilihan untuk hari ini, mungkin esok atau lusa kau dengan duniamu, aku dengan duniaku, dan hari berjalan senormal hari-hari biasa, namun dengan memori yang sedikit berbeda. Bagi kita itu cukup, mungkin.

    Siang September ke empat perlahan beranjak senja hari itu, satu jam yang lebih nyata, tak banyak yang kita bagi, tapi aku rasa dapat mengingatmu dengan jelas, mengenalmu sedikit sempurna dari sebelumnya, apa yang tengah kau rasakan, kau alami, bahkan ketika kau harus pergi, melebarkan “lagi” jarak kita, yang kau bilang pilihan terbaik untukmu., yach, aku percaya pilihanmu,. “tak apa” adalah satu-satunya yang paling pantas kusampaikan, aku tahu selama ini jarak dan keadaan adalah warna terbaik tautan kita, apalagi pilihanmu bukan tentang keegoisan, tapi tentang harapan, cukup kau memerankan ketegaran selama ini, cukup kau ulas senyum saat mata mu seharusnya pantas menangis, cukup kau masih tertawa ketika langkahmu sudah terlampau berat dan sebenarnya perlu bahu sandaran. Memang nggak ada jaminan pilihanmu membuat harapan baik berubah menjadi nyata, tapi kau ajarkan aku “lagi” tentang arti dan konsekuensi dari “memilih”, aku belajar banyak dari tautan ini, terima kasih cinta.

    Kau manja.. kemanjaan yang cukup, kau dewasa.. kedewasaan yang cukup, dua hal yang kau perankan dengan sangat baik sejauh ini, dan aku.. aku kini melewatinya bersamamu, entah sampai kapan. Kita itu unik, sudah tahu akhir perjalanan ini tak sesuai harapan, tapi mencari alasan untuk tetap menjalaninya bersama.

    MARS & VENUS SERTA KEIRASIONALANNYA

     “bagaimana kalau aku merindukanmu?” tanyaku.

    “Belajarlah untuk dewasa” jawabmu.

    —————————————

    Membaca teori Mars & Venus, lagi-lagi dari hal yang ringan aku diajarkan kembali memahami kehidupan, memahami perbedaan, memahami bahwa beda pada dasarnya sebuah kebutuhan; Bahwa aku dan kamu hidup, bahwa aku dan kamu beda, bahwa aku dan kamu butuh. Maaf jika kesimpulannya terlalu dangkal, aku kurang suka memikirkan sesuatu sampai batas ringan habis tenggelam.

    Jika umumnya orang mencari rasa nyaman dengan berusaha mencari persamaan sebagai alasan, dengan “ternyata kita suka film yang sama yach”, “ternyata makanan favorit kita sama loh”, “ternyata masa lalu kita mirip”, “ternyata…”, “ternyata…”; lantas kamu???.. justru membahas bahwa kita benar-benar berbeda dengan sejumput kamus teori perbedaan yang kamu miliki, kamu.. makhluk irasional yang pernah kutemui.

    Aku tak bisa mendefinisikan irasional dengan kata yang lebih familiar, aku hanya tau bahwa kadang hal itu yang membuat seseorang bertahan lama tanpa bercakap dan itu cukup; yang membuat seseorang berlama-lama menunggu sebuah kalimat muncul di akun seseorang, lalu dia klik tombol “like” dan itu cukup; yang membuat orang pergi berlama-lama mencari meme yang mewakili rasa, lalu dia tempel di akun pribadinya dan itu cukup; yang membuat seseorang sibuk dengan dunianya dan sekali waktu beradu pandang, berhenti sepersekian detik dan itu cukup; yang diam-diam “stalking” history di beranda seseorang dan itu cukup; yang di sela waktu heningnya menelusuri blog seseorang dan itu cukup; yang harusnya otaknya tengah tumpul dari aktivitas menulis lalu dia paksakan sekedar mengerjakan Pekerjaan Rumah dan itu cukup; yang hidup bukan di dunia nyata, tapi itu cukup;

    Sesuatu yang cukup, atau lebih tepatnya “dicukupkan” adalah bagian dari kemunafikan, setuju atau nggak.. aku menilainya begitu. Lagi dan lagi, ringan kamu bilang “hai, munafik adalah hukum alam dalam pendewasaan”; kau benar, ada banyak hal yang kita sembunyikan dalam kedewasaan, aku semakin yakin setiap senyum bukan berarti “senyum” dan setiap tangis bukan berarti “tangis”, setiap tulus dapat terlihat modus dan setiap modus menari seolah tulus, ada banyak hal di dunia ini segala sesuatu tak harus dipandang secara kasat mata, beberapa tak harus dilihat, beberapa tak harus didengar, beberapa tak harus diucapkan.. beberapa cukup dirasakan; kamu.. makhluk irasional yang pernah kutemui.

    Salah??.. iya.. tapi, sebagian orang mencari pembenaran untuk alasan bahwa “salah” hanyalah sebuah kewajaran, aku nggak bilang termasuk kita, tapi benarkah bukan kita didalamnya? Sebagian rasa nyaman lebih berbahaya; menurut orang begitu.. sebagian rasa nyaman kita titipkan dalam do’a.. agar aku, agar kamu berjanji untuk bahagia dalam kehidupan kita masing-masing.

    Teori Mars & Venus aku rasa cukup untuk memahami kehidupan kita; lalu kita bahagia, lalu kita nyaman. “hai.. adakah yang lebih kamu cari selain bahagia, selain rasa nyaman?”.

    KURASA, LEBIH DARI 360 PURNAMA

    Lagu ini, sudah kesekian kalinya aku putar hari ini, semakin kudengar semakin aku tertusuk dalam-dalam; sederhana dan menyentuh; ada yach dalam suatu part hidup kita, kita merasa sebuah lagu benar-benar mewakili apa yang tengah terjadi, seenggaknya kita merasa benar-benar didukung dan diwakili sama lagu itu, apalagi kamu yang menyanyikannya, ah kamu tau sebutan bagi yang tertusuk terus tertusuk lebih dalam lagi? ya seperti itulah mungkin aku meresapinya.

    Aku tulis ini, lagu itu masih mengalun, iya lagumu.. suara sederhanamu, yang mungkin kau paksakan membuatnya, akupun kurang tau kapan dan dimana kamu membuatnya, untuk hal itu aku nggak mau ambil pusing, memilih bilang terima kasih bahagia atau lebih memilih bilang terima kasih penuh luka pun bahkan aku nggak tau; yang jelas terima kasih untuk itu.

    Hai.. hari baru di hidupmu, luar biasa yach, aku rasa lebih dari 360 purnama setia menyinari malam-malammu, yang bahkan sebagian besar kau takut untuk melihatnya, kau yang bilang kau takut keluar rumah jika matahari jauh sudah terbenam, tentunya takut jika sendirian; tapi sudahlah kau lihat atau tidak, purnama tetap setia menyinari malam.

    Selamat yach, kamu harus dewasa nggak boleh cengeng, nggak boleh dendaman, nggak boleh angkuh, nggak boleh manja, nggak boleh terlalu larut dalam perasaan yang belum pasti,. minimal nggak boleh kelebihan lah. Kalo masih mau cengenglah yang wajar, dendaman yang wajar, angkuh yang wajar, manja yang wajar, larut dalam perasaan belum pasti yang wajar, lalu tetaplah jadi pelangi.. indah dilihat orang, walaupun tidak setiap orang beruntung memilikinya, termasuk.. ya, aku mungkin.

    Aku rasa, lebih dari 360 purnama setia menyinari malam-malammu, berapa banyak rangkaian peristiwa yang telah kau tumpuk jadi barang usang bernama “kenangan”, setiap barang usang punya nilai seni yang istimewa, bukan karena mahal, bukan karena merk, bukan karena wah.. tapi karena setiap barang usang tak mungkin terulang, ada saat kita benar-benar ingin mengulang kebahagiaan dengan barang usang tersebut tapi sudah nggak bisa, dan itu lebih menyakitkan dari kenangan buruk sekalipun. Aku lebih bahagia mengenang kenangan buruk karena hal tersebut sudah berhasil aku lewati, daripada mengenang kenangan manis yang sudah lama menghilang pergi.

    Dan hai,. kelak, entah esok atau lusa aku pun adalah barang usang bagimu. Kau benar, kebahagian apapun itu, rasa nyaman, dan setiap moment sederhana yang kini masih kita “biasa”kan.. cukup kita nikmati, ya.. nikmati selagi ada; selagi bisa, selagi masih sederhana, selagi kamu mau, selagi kita mau, selagi “biasa” belum menjadi “tidak biasa” kembali.

    Pelangi selalu indah, tapi sekeras apapun aku berusaha mendekatinya, dia semakin abstrak, semakin hilang, pelangi punya tuan sendiri. Menikmati pelangi saat hujan reda nggak harus lari mendekat, cukup dari jauh ditemani secangkir kopi yang masih hangat, dan sedikit kicauan burung-burung kecil, lalu rumput dan dedaunan yang masih basah, sinar senja yang perlahan menari bersama mendung yang masih setia, serta lagumu… lagu itu.

    Selamat yach, semoga bahagia dan sehat selalu.

    KETIKA ENGKAU TELAH CUKUP UNTUKKU

     “Kenapa engkau diam?” Tanya nya suatu saat ketika kami duduk berdua.

    “Nggak apa-apa” aku tersenyum seraya lebih lekat menatap wajahnya.

    Memang biasa keadaan seperti ini terjadi pada kami, saat rindu telah menyesakkan dada, dan ketika bertemu maka tali diamlah yang menyatukan kami.

    Dalam diam ada seribu bahasa yang kami cerna, dalam diam aku bicara dan mendengar dengan kata-kata yang hanya dimengerti oleh hati yang saling tertaut.

    Kembali tajam aku menatap matanya, tak ada hal istimewa dari sorot matanya itu, bahkan dibanding orang-orang yang selama ini aku kenal, tapi hatiku cukup yakin bicara “Engkau telah cukup untukku”.

    Aku pandang paras wajahnya, sederhana.. tak sesempurna apa yang aku cari dalam pencarian nisbiku, tapi hatiku cukup yakin bicara “Engkau telah cukup untukku”.

    Kupejamkan mata, kueja setiap perhatian yang pernah dia berikan padaku. Biasa saja, tapi hatiku cukup yakin bicara “Engkau telah cukup untukku”.

    Kugenggam jemari tangannya, tak kutemukan apa-apa yang membuatnya berbeda dengan yang lain, tapi hatiku cukup yakin bicara “Engkau telah cukup untukku”.

    Kudengar suaranya, hanya suara manusia biasa tak lebih dari yang lain, tapi hatiku cukup yakin bicara “Engkau telah cukup untukku”.

    Dalam diam aku mencari alasan kenapa aku mencintaimu, mencari alasan kenapa aku memilihmu dan merelakan tangan-tangan tulus terputus dalam hidupku. Aku mencarinya dari sorot matamu, dari paras wajahmu, dari perhatianmu, dari jemari tanganmu, dari suaramu, dari segala tentangmu. Tak pernah kutemukan, engkau biasa saja, tapi hatiku sangat yakin bicara “Engkau telah cukup untukku”. Cukup untuk menghentikanku di hatimu.

     “Sudah malam, aku harus pulang” Kataku.

    “He em” dia mengangguk.

    Begitulah, dalam diam aku dan dia telah mengobrol sangat banyak.

     

    BILANG, BERJUTA-JUTA KALI LAGI

    “Bosan?” tanyamu suatu ketika, saat itu hari tengah manja, sedari tadi hujan turun menyelimuti bumi, ya.. minimal bumiku, karena katamu bumimu sedang cerah saat itu. Kamu bilang ironi, selalu ada yang beda antara aku dan kamu, meski hidup di bumi yang sama, ternyata bumiku dan bumimu memerankan wajah berlainan.

    “untuk?” ku tanya balik.

    “aku bilang, aku sayang kamu, aku kangen kamu, terus dan terus..” jelasmu.

    “aku tau meski kamu nggak bilang, tapi aku ingin kamu tetap bilang, meski harus berjuta-juta kali” jawabku.

    ———————————————————–

    Bukan tentang tidak tau, juga bukan tentang ke-alay-an orang bilang, tapi memang manusia butuh penegasan. Sampai detik ini aku percaya kamu lelakiku, tapi dengan kamu bilang berkali-kali aku sungguh tidak merasa tengah berjuang sendiri. 

    Iya, sejak aku memilih menambatkan rasa padamu, bukan hanya rasa sayang yang kutitipkan di harimu, tapi sebanyak khawatir aku sertakan juga, tugasmu merubah khawatirku jadi nyaman. Aku percaya kamu menyayangiku, tapi aku butuh kamu bilang kamu sayang aku; aku percaya kamu merindukanku, tapi aku butuh kamu bilang kamu rindu aku; aku percaya di luar sana kamu menjaga rasaku, tapi aku butuh kamu bilang bahwa hanya aku yang mengisi hatimu; aku percaya bahwa kamu tidak pernah melupakanku, tapi aku butuh kamu bilang bahwa kamu selalu ingat; aku butuh lelakiku, iya aku butuh kamu bilang.

    Kalau kamu anggap aku lebay, alay atau berlebihan, tak apa.. aku kira itu resiko aku mencintaimu.

    ——————————————————————

    “hai” sapaku ke kamu suatu ketika, hari itu bumiku dan bumiku tengah sepadan, mentari terhalang tipis awan, dan waktu beranjak sore.

    “hai..” jawabmu

    “hari ini kamu nggak bilang kalo kamu kangen?”

    “iya aku kangen kamu”

    “hari ini kamu nggak bilang kalo kamu sayang?”

    “aku sayang kamu”

    “hari ini kamu nggak lupa aku?”

    “iya, aku nggak pernah lupa kamu”

    “gitu aja harus diingetin”

    “he.. iya maaf”

    “nggak usah minta maaf”

    Dan begitulah aku, orang yang kini detak nadinya adalah kamu, orang yang tau kamu sayang, kamu rindu, kamu nggak lupa tapi selalu ingin kamu tetap bilang, bahkan sampe berjuta-juta kali.

    JAM KEMBAR KITA

    Hujan baru saja berhenti, meninggalkan jejak basah petang ini. Wajah langit berubah jingga, apalagi sebelah barat. Gradasinya sukar kuuraikan disini, dalam hal melukis, kukira Tuhan tak pernah dapat diragukan lagi.

    Kopiku baru kureguk beberapa kali, dan aku berada di halaman sebuah buku sisa semalam yang aku baca, dan damai, dan begitu mempesona, dan tenang, dan aku masih mencintaimu.

    “17.17” tetiba chatmu masuk di hp-ku.

    Aku tersenyum, katamu sebelumnya menurut mitos jika tiba-tiba kamu nggak sengaja melihat jam baik di dinding, jam tangan atau HP, dan secara kebetulan jam dan menitnya sama, itu artinya kamu sedang dikangenin seseorang. Terkadang memang cinta suka membuat orang jadi sekonyol-konyolnya orang, membuat orang sedewasa apapun bertingkah seperti anak-anak, sebuah sikap yang di dunia asli nggak perlu diperlihatkan; tapi, cinta punya dunia sendiri, dan setiap kita yang berani masuk disulap secara sukarela mengikuti aturan dunianya, iya.. dunia cinta itu sendiri.

    Kali inipun, aku memilih mengikuti dunia itu, ikut percaya mitos-mitos kekanak-kanakan, dan berharap setiap tanpa sengaja kulihat jam, waktunya kembar, lagi… dan lagi.

    Di waktu lain, ketika bulu mata kananku jatuh, aku pun bahagia; kau mungkin juga mendengar, itupun artinya ada yang sedang kangen ke kita, tapi untuk hal ini meski aku sangat ingin dirindukan olehmu, aku nggak berharap tandanya datang ke bulu mata, gimana yach, jujur rasa ingin kamu rindukanku kalah oleh rasa takut bulu mataku habis terjatuh. Jadi, kapanpun kalo kamu rindu aku, kirimkan tanda lewat jam saja, nggak usah pake bulu mata.

    Terlepas dari kekonyolan itu semua, kau tau maksudku? Iya, aku ingin kamu selalu rindu, tak pernah tidak rindu padaku.

    “iya, aku kangen” kubalas.

    Kamu mengirimkan karakter senyum di chat balasanmu.

    “bulu matamu masih utuh?” katamu

    “iya”

    “padahal habis-habisan aku kangen kamu”

    Aku mengirimkan karakter senyum di chat balasanku.

    “sebentar, aku kasih tau kamu” lanjutku.

    “apa?” tanyamu.

    “aku juga sayang”

    “nggak usah sombong, kamu fikir aku nggak?”

    “aku pikir kamu juga sama”

    “nggak usah so’ tau”

    “aku minta maaf”

    “untuk?”

    “aku udah sombong dan so’ tau”

    “dasar bodoh, ngapain minta maaf”

    “kenapa?”

    “karena kau tak harus selalu benar di mataku”

    Dan jingga semakin pekat di barat sana, mentari kian menenggelamkan diri, siang segera berganti wajah, dan aku percaya akan banyak kutemukan jam kembar di setiap hariku.

     

    CAMPLONG KITA

    Kujelaskan tentang Camplong; Konon Camplong berasal dari kata NYAMPLONG, nama pohon yang banyak dijumpai di Sapudi. Ayah Jokotole biasa menjadikan buah ini sebagai tasbih, hal tersebut diikuti banyak orang dengan menanam Nyamplong. Setelah meninggal, ayah Jokotole dimakamkan di tempat yang diberi nama Asta Nyamplong, sejak saat itu tempat tersebut dikenal dengan nama Camplong.

    Terletak di pesisir selatan Pulau Madura, tepatnya di Kabupaten Sampang. Di tempat inilah Tuhan gelarkan Pantai Camplong. Sejak Tuhan ciptakan, Pantai Camplong Tuhan tempatkan di Desa Dharma Camplong, Kecamatan Camplong, 9 km dari kota Sampang. Pantai kecil ini tak menjanjikan apa-apa, selain rasa damai yang maha, kau bisa duduk di atas tembok pembatas bibir pantai di bawah pohon yang rindang, menatap ombak berselancar ke tepi, dan angin yang setia membelai.

    Aku sudah lupa darimana kita waktu itu, yang kuingat kita duduk berdua di bawah langit hari yang beranjak petang, di atas tembok pembatas bibir pantai, teduh. Kau duduk sebelah kiriku, dekat sekali, sesekali kerudung hitam dan almamater kampus birumu dipermainkan angin. Sebelah kanan depan, jauh entah dimana, mentari mulai menguning, anak-anak di depan kita berlarian di tepi laut yang mulai pasang. 

    Kita tenggelam dalam masgul yang mempesona, banyak yang tidak kita katakan, sehingga hela nafasmu yang kutemukan iramanya mengalun di sela renyah tawa beberapa anak di sekitar kita.

    Lilin katamu, sampai hari inipun setiap kulihat atau kudengar kata “lilin” aku selalu mengingatmu, entah kenapa kau begitu tertarik pada “lilin”.

    “Aku suka jadi lilin” katamu di senja Camplong yang sudah kulupa tanggalnya itu.

    “Kamu manusia” kataku.

    “Iya, seandainya aku bukan manusia” kamu tersenyum, dan sungguh barisan gigi putih yang kau sunggingkan itu, aku tenggelam di dalamnya, setiap kali.

    “Lilin hidupnya cuma sebentar” kataku.

    “iya”

    “Lantas?”

    “Entahlah, aku nggak punya alasan kenapa aku ingin jadi lilin, atau setidaknya punya tapi nggak akan cukup meyakinkanmu terhadap pilihanku”

    “Katakan coba, setidaknya yang kau punya itu”

    Kau tersenyum, aku tenggelam kembali, masih di senyummu.

    “Lilin itu nggak terang nyalanya, tapi ada; ada di saat memang sangat dibutuhkan; kau tau kenapa lilin menyala?”

    “karena dihidupin” jawabku.

    “haha, iya.. jawab yang agak berlevel dikit lah” pintamu.

    “jawabanku nggak berlevel?” kusanggah.

    Kamu tersenyum, kau lanjutkan bicaramu,

    “Lilin hidup dengan cara membakar dirinya sendiri; dia rela habis asal tetap memberi terang; kau pernah tau ada lilin yang minta imbalan?”

    “Nggak”.

    “Iya memang nggak ada, dia habis setelah memberi tentram pada yang membutuhkan, setelah mati tak pernah dikenang, dia tak pernah minta balas”

    Aku tersenyum, kutoleh kamu, sorot tajam matamu menembus lautan luas di depan kita.

    “Kamu nggak pernah tau” kataku.

    “Apa?”

    “Lilin mungkin tidak punya pilihan menjadi bukan lilin”

    “Kau benar”

    “Apakah kamu masih ingin?”

    “Aku suka jadi lilin”

    Kau menoleh, aku juga, dan kita bertemu di titik pandang yang sama, kau duduk erat sekali, tangan kiriku menggenggam tangan kananmu, senyummu masih benar kurasakan sampai hari ini, di barat sana mentari semakin tenggelam. 

    Di Camplong, yang sudah tidak kuingat lagi tanggalnya, aku pernah benar-benar sangat mencintaimu.

     

    BANDUNG MENDUNGMU

    Kamu harus merasakan sendiri Bandung di saat mendung, kukira tidak ada yang lebih romantis darinya. Kau bisa duduk di satu sudutnya, di bawah pepohonan yang rindang, dengan ke 112 halaman “Catatan Pendek Untuk Cinta Yang Panjangnya” Boy Candra, dipadu secangkir kopi yang masih panas. Nggak perlu tergesa-gesa, atau takut hujan segera turun, percayalah kamu tergesa-gesa atau nggak hujan pada saatnya akan turun, dan berhenti dengan sendirinya. 

    Kekuatan apa yang bisa menghentikan hujan? Dia tak peduli bajumu sehabis disetrika, atau kamu dikejar janji dengan seseorang, atau jas hujanmu tertinggal, atau mobilmu baru saja dicuci, atau di tasmu ada dokumen penting, ketika hujan berkehendak menyapa bumi, turunlah ia. Dan kau yang ada di bumi mau apa?

    Kekuatan mana yang bisa tidak menghentikan hujan? Dia tak peduli kamu masih menikmatinya di balik jendela kaca, tak peduli sebagian anak kecil bahagia menjajakan payung di terminal dan pasar-pasar, tak peduli sawah-sawah kering masih perlu tambahan air, ketika hujan berkehendak menyudahi kunjungannya ke bumi, berhentilah ia. Dan kau yang ada di bumi mau apa?

    Oh ya, ini mendung.. iya tentang mendung, bukan tentang hujan. Dan Bandung saat mendung, adalah kota paling romantis yang aku kenal, kau yang mengenalkannya untukku, sejak pertama kali kau kenalkan padaku, sungguh aku jatuh cinta pada Bandung, sama seperti aku jatuh cinta padamu disaat pertama aku kenal kamu. Dengan sombongnya kamu menceritakan Bandungmu,

    “tau nggak, nggak bakal cukup sehari aku ajak kamu keliling Bandung, kamu nggak tau khan indahnya Maribaya, kerennya Punclut, eksotisnya Tangkuban Parahu, Kawah Putih, Caringin Tilu, ah kamu pasti nggak tau khan? Iya kamu nggak tau, mana mungkin kamu tau”. Betapa sombongnya kamu perempuanku, dan aku jatuh cinta padamu dan Bandungmu.

    “Lama nunggu?” suara tanya di belakangku, aku yang tengah larut dalam barisan novel yang kugenggam langsung mengenali suara itu, suaramu. Kututup novel dan kuarahkan pandanganku ke kamu.

    “untukmu nggak ada yang lama” jawabku.

    “seharian?”

    “nggak papa”

    “dua harian?”

    “hmm dikit apa-apa”

    “haha, katanya nggak ada yang lama”

    “maksudnya nggak ada yang lama untuk seharian”

    “jadi?”

    “ya nggak ada yang lama tapi ada batasannya”

    “hmm, dasar..”

    “dasar apa?”

    “dasar negara”

    “haha, kamu”

    “dasar penggombal deng”

    “udah nggak mau”

    “apa?”

    “digombalin”

    “mauuuu”

    “aku kangen.. kangen.. kangen..”

    “aku copas”

    “aku tunggu”

    “aku kangen.. kangen.. kangen..”

    “aku simpan”

    “jaga baik-baik”

    “iya”

    Dan kamu senyum, aku juga, dan Bandung masih mendung.

    “kemana kamu bawa aku hari ini?” tanyaku.

    “mau mu?”

    “lapar”

    “iya kita makan”

    “di?”

    “tempat makan lah”

    “oh”

    “oh aja”

    “oh aja”

    “nggak kreatif”

    Dan kamu senyum, aku juga.

    Begitulah mendung, dan Bandung saat mendung adalah kota paling romantis yang aku kenal, kau yang mengenalkannya untukku, sejak pertama kali kau kenalkan padaku, sungguh aku jatuh cinta pada Bandung, sama seperti aku jatuh cinta padamu disaat pertama aku kenal kamu.

     

    SELAMAT PAGI

    Selamat pagi semangat pagiku, kuharap kamu bangun dalam keadaan baik, sebaik yang ku kenal semalam. Aku ingatkan janjimu tadi malam sebelum kamu beranjak lelap, kamu bilang besok kamu bangun dalam keadaan tidak hilang ingatan, kamu bilang besok kamu masih akan mengenalku seperti hari-hari sebelumnya, kamu bilang besok kamu akan menjaga titipan rasa yang kutambatkan di hatimu, kamu bilang besok kamu akan tersenyum paling tulus padaku, kamu bilang besok kamu akan menumpuk rindu-demi rindu untuk kamu sampaikan padaku; Hari ini sudah “besok” kekasih, iya hari ini penjelmaan “besok”mu tadi malam. Kuharap kamu benar-benar tidak hilang ingatan.

    Selamat pagi semangat pagiku, bagaimana tidurmu semalam? Aku sudah berusaha sebisa mungkin masuk di mimpimu, ketemukah sama aku? Aku iya, ketemu sama kamu dan disana kita habiskan waktu tersisa berdua, kau benar-benar milikku seutuhnya, kebahagiaan yang kita ramu dari hal sederhana membuat kita banyak tertawa, atau celotehanmu yang tak pernah bisa terhenti kudengarkan meski terpaksa, atau tatapan teduhmu, atau senyum khasmu, atau semuamu, iya semalam kutemui di mimpiku. Ketemukah juga kamu sama aku di mimpimu? Jika tidak, tunggu malam besok.

    Selamat pagi semangat pagiku, saatnya aku, kamu dan mereka semua menyusun cerita di hari ini, tentu berbeda masing-masing, tetapi kuharap di penghujung hari ini nanti malam, semua bisa tersenyum bahagia. Selamat mengerjakan apapun yang akan kau kerjakan, jika lelah nanti beristirahatlah sejenak, dan kupastikan saat itu aku hadir menemanimu, lalu kusapa kamu.

    “kamu tau hal apa yang indah di dunia ini” sapaku

    ”apa?” tanyamu

    “jatuh cinta”

    Kamu tersenyum

    “kamu tau hal yang indah dari jatuh cinta?”

    “apa?”

    “jatuh cinta ke kamu”

    Kamu tersenyum

    “kamu tau hal yang indah dari jatuh cinta ke kamu?”

    “apa?”

    “jatuh cinta ke kamu dan kamu mau”

     “iya aku mau”

    Kita tersenyum

    Selamat pagi semangat pagiku, besok aku ingatkan lagi janjimu sebelum tidur, supaya kamu tidak hilang ingatan, ku ingatkan lagi besoknya, besoknya lagi, lalu lagi, selamanya, atau selama-lamanya, atau selama-lama-lamanya.

    MASALAH SETENGAH PENDUDUK BUMI

    Kujemput kamu di tempat biasa sore itu, tempat yang sudah mulai aku kenali beberapa waktu terakhir ini, tempat dimana aku selalu duduk di pojokan yang sama dengan hari-hari sebelumnya, menunggumu datang. Dan ketika kau datang, kau tahu hal yang paling kusukai darimu; benar, senyummu.

    Tapi kau tak selalu datang dengan senyuman, terkadang wajahmu kau cemberuti sedemikian rupa, kau pasang wajah dimana permasalahan setengah penduduk bumi ada di kepalamu. 

    Biasanya ketika kusapa “hai…!” kau cuma tersenyum sinis, atau bahkan nggak tersenyum sama sekali. Ketika kutanya “kenapa?” kau cuma menjawab “nggak ada apa-apa”, padahal ku tau kamu pasti ada apa-apa. Kubiarkan.

    Dan biasanya lagi, beberapa saat kemudian tanpa kuminta, justru kau ceritakan masalahmu. Aku mendengarkan sambil meneguk es green tea dan beberapa suap mie rebus. Sebenarnya tidak terlalu kuperhatikan apa yang kau bicarakan, hanya di beberapa kesempatan aku harus terlihat antusias menatap matamu dan bilang “iya”.. lalu bilang “iya”.. dan bilang “iya” lagi.. dan aku mulai mahir, kapan aku harus menatap matamu dan bilang “iya”. Kukira semua itu cukup, karena pada dasarnya kamu nggak perlu aku paham dan setuju ceritamu, kamu hanya butuh ruang untuk berapi-api bercerita.. dan itu caramu merubah muka cemberutmu menjadi senyum, lagi.

    Darimu aku tau bahwa, memikirkan bagaimana cara menghindari orang yang tidak ingin kita temui, atau tugas yang sudah kita paksakan pengerjaannya semalaman tidak dikumpulkan dosenmu, atau hal lain yang menurut sebagian orang biasa saja, menurutmu hal tersebut lebih berat dari permasalahan yang dihadapi setengah penduduk bumi ini. Aku sedang tidak menertawaimu kekasih, sungguh, melaluimu aku kembali mengerti bahwa hidup hanya tentang bagaimana cara kita melihat dan dilihat.

    Tinggi green tea yang kupesan sudah hampir menuju dasar gelas, tak kuhabiskan sendiri, kukira kamu lebih banyak meminumnya, sementara es susu dengan nama aneh yang sudah tidak aku ingat lagi namanya hanya kau reguk seteguk, “tidak enak” katamu. Begitupun mie rebus pesananku, sesekali kau ambil sendok dari tanganku kau menyuapi dirimu sendiri, begitulah.. selama kau tak berhenti bercerita, selama itu kau recoki makanku. Kau memang pengganggu, padahal berceritalah terus, tak usah kau ganggu makan minumku, kamu lebih jahat dari lalat terhadap apapun yang kupesan, lalat Cuma hinggap tak pernah menyantapnya. Kamu memang pengganggu, yang momen gangguannya justru selalu aku rindukan.

    Green tea-ku habis, mie rebusku juga, pesananmu masih utuh, senyummu sudah kembali pulang ke tempatnya bersama dengan selesainya portofolio masalah yang sudah kamu bacakan untukku, dan aku mendengarkannya, meski nggak ada yang kuingat. Bagian itu, waktu berjalan lebih cepat dari biasanya, kau lebih tenang dari sebelumnya. Kamu mulai menyadari bahwa green tea dan mie milikku turut kau habiskan, kau minta maaf untuk hal ini. Kamu mulai menyadari bahwa tadi kau temui aku adalah wajah yang begitu ditekuk cemberut, kaupun minta maaf untuk hal ini. Kamu mulai menyadari bahwa aku nggak mengerti apa yang kamu ceritakan tapi aku diam mendengarkan, kau bilang terima kasih untuk hal ini. Kamu mulai menyadari bahwa masalah yang baru kau ceritakan adalah masalah biasa, tidak perlu membawa perbandingan setengah penduduk bumi, dan aku juga kamu saling tersenyum untuk hal ini.

    Dengan alasan sayang sudah dibayar, pesananmu yang kamu bilang tidak enak itu, kamu tetap habiskan juga, sesekali kau suapi aku dari sendok yang kau genggam. Dan perempuan, aku mencintaimu.

     

    MENYENDIRI ITU MENYENANGKAN

    “Aku setuju denganmu” katamu suatu ketika, suatu ketika di saat kamu mulai merasa risih dengan dunia yang sebelumnya kau banggakan, ku pikir ini hanya karena kamu kecewa, atau lebih tepatnya “sedikit kecewa”.

    “Untuk?” tanyaku.

    “Iya, sesekali menjadi autis itu menenangkan, sesekali menyendiri itu ketentraman”

    Aku tersenyum, kulihat banyak hal yang kau takutkan, atau sesalkan, atau apa aku nggak tau, yang jelas senyummu sedang jauh kau simpan dibalik renggut wajah yang kau buat cemberut.

    “Dan kita menentang arus, karena seharusnya kita makhluk sosial” kataku.

    “kupikir, autis bukan berarti bukan makhluk sosial” katamu, kamu menjelaskan apa yang ingin aku jelaskan.

    “Sesekali menyendiri seperti jeda dalam kesibukan, membuatmu dapat beristirahat; dalam ilmu desain misalnya, white space itu perlu”

    “Iya” setujuku.

    “Kenapa kau lebih suka menyendiri sayang?” tanyamu, kulihat engkau perlu dukungan.

    “Semakin hari aku semakin percaya satu hal, bahwa dunia ini adalah tempat kita membicarakan orang lain; aku ketemu kamu, kita membicarakan dia.. dia ketemu aku, kami membicarakanmu.. kamu ketemu dia, kalian membicarakanku”

    “Haha” kamu tertawa.

    “Dalam sepi sendiri, aku berpikir banyak hal, sangat banyak, biasanya sebagian aku tulis malah; saat-saat seperti itu aku bisa menjadi aku, menjadi kamu, atau menjadi dia”

    “Apa yang kamu temukan dengan menjadi aku, menjadi kamu, atau menjadi dia?”

    “Aku menemukan satu kesamaan diantara ketiganya, menjadi siapapun aku, aku ingin dihargai, ingin dihormati, ingin dibaik-baiki, dan ketika aku punya salah tak pernah ingin salahku diperbincangkan orang, ‘salahku’ urusanku sendiri, ngapain diurusin orang, lagian belum tentu yang kau dengar hal yang benar-benar kulakukan”

    “Lantas?”

    “Hidup hanya tentang bagaimana kita melihat dan dilihat, apa yang orang lain lihat tentang kita terkadang kita merasa bahwa penglihatan mereka salah; hal sederhana kusimpulkan, apa yang kita lihat terhadap orang lain, mungkin juga mereka merasa bahwa penglihatan kita salah”

    “Iya”

    “Kau pernah dengar?”

    “Apa?”

    “Tentang kenapa mulut teko kecil?”

    “Belum”

    “Iya, selain untuk estetika, mulut teko kecil agar saat menumpahkan isinya yang banyak itu hati-hati, seperlunya, kalo perlu segelas ya segelas aja tumpahkannya, beda dengan mulut ember kalo ditumpahkan itu ya susah hati-hatinya, kadang seisi-isinya ketumpahin, perlunya segelas malah sampai meluap-luap kebuang”

    “Iya”

    “Itu makanya orang yang banyak omong disebut mulut ember, bukan mulut teko”

    “Haha, iya” kamu ketawa. “Boleh aku menyendiri denganmu?”

    “Denganku bukan menyendiri, tapi berdua”

    “Khan belajar dulu, lagian aku takut menyendiri langsung”

    “Sini kupeluk”

    “Kamu…!!!”

    “Nggak mau?”

    “Mauuu”

    Selanjutnya kita lebih asyik menyendiri, menyendiri berdua antara aku dan kamu. 

     

    KAU BOLEH MARAH SEKARANG

    Sesekali kamu berhak marah, iya.. termasuk padaku. Setiap ‘sendiri’ yang dipertemukan pasti bersinggungan, bagaimanapun aku dan kamu adalah dua makhluk berbeda yang Tuhan ciptakan dengan kepala berbeda, isinya pun berbeda.

    Kau berhak tidak setuju jika apa yang kulakukan tidak sesuai maumu, dan kau pun harus mengerti, aku juga berhak tidak setuju dengan apa yang kau lakukan jika itu tidak sesuai dengan mauku.

    Atau boleh saja sesekali kamu salah paham, lalu menampilkan sisi marahmu padaku, dan tugasku satu waktu itu, memberimu sedikit jeda untuk bernafas, lalu datang saat egomu turun, menjelaskan duduk perkara yang kau salah pahamkan, dan selesai. Begitupun aku berharap sebaliknya.

    Kuminta padamu, jalinan antara aku dan kamu harus beda, iya.. jangan sama; maksudnya jangan sama-sama lemah, dan jangan sama-sama kuat. Jangan sama-sama lunak, dan jangan sama-sama keras. Ku Pikir menjadi sama seperti itu kurang baik. Saling melengkapi saja, kutub magnet yang sama akan saling tolak menolak.

    Jika aku tengah jadi api yang membara, aku minta padamu jangan datang sebagai api lagi, datanglah sebagai embun yang sejuk, redamlah apiku, padamkan luapannya; pun saat aku tengah jadi es yang beku, aku minta padamu jangan datang sebagai es yang beku lagi, datanglah sebagai bara yang hangat, lelehkan bekuku, cairkan kekokohannya. Nanti aku akan melakukan hal yang sama kepadamu.

    Sesekali kau boleh marah, tapi jangan lama, bagaimanapun aku tetap merasa takut saat kamu marah; dan nanti aku akan marah saat seharusnya aku marah, tapi aku janji nggak akan lama.

    Setelah marah reda, kita akan tiba di rasa yang sama, lebih-lebih malah, rasa kangen yang lebih, rasa sayang yang lebih, rasa butuh yang lebih, romantis yang lebih; meskipun aku tetap takut, setelah marah reda, kita akan tiba di rasa yang semakin kurang, hilang malah, rasa kangen yang hilang, rasa sayang yang hilang, rasa butuh yang hilang, romantis yang hilang.

    “Mau buat kesepakatan denganku”

    “Apa?”

    “Kata ‘MARAH’ kita artikan ‘PERHATIKAN AKU, DAN KETAHUILAH AKU CINTA KAMU’?”

    “Iya, mau”

    “Kau boleh marah sekarang”

    “Perhatikan aku, dan ketahuilah aku cinta kamu”

    Aku tersenyum.

    Kamu juga.

    Dan kita tiba di rasa yang sama, lebih-lebih malah, rasa kangen yang lebih, rasa sayang yang lebih, rasa butuh yang lebih, romantis yang lebih.

     

    TIDAK PENTINGNYA KAMU

    Hal sederhana dan tidak penting yang kita bicarakan saat bertemu, adalah hal paling penting bagi kita. Kau pernah bilang, apapun.. iya apapun boleh aku bicarakan padamu. Aku boleh sombong sesombong-sombongnya padamu, aku boleh mengeluh hal kesal apapun itu padamu, aku boleh galau di depanmu, boleh menggerutu habis-habisan pada siapa saja hanya di depanmu, menceritakan mimpi yang entah dapat digapai atau tidak ke kamu, atau membicarakan hal yang tidak penting saat bertemu, katamu aku boleh.

    Entah sihir apa yang sudah kau bacakan, semua yang kau bolehkan hampir kulakukan tanpa jeda, aku jadi sombong, aku jadi pemimpi, aku jadi penggalau, aku jadi pencerita hebat hanya di depanmu, apapun kuceritakan, hal yang tak pernah kuceritakan pada siapapun. Kau memang pendengar yang baik, rasa nyaman membuat kita terbuka pada pemberi rasa nyaman, ini tentang aku padamu.

    Entah sejak kapan, ketika ada hal yang sedang aku lakukan, atau aku fikirkan, atau aku rasakan, yang kucari kamu, atau seenggaknya kontakmu di hpku, aku sudah lupa sejak kapan hal itu terjadi, tapi percayalah itu menjadi hal biasa yang apabila tidak kulakukan, aku merasa aneh.

    Kukira kau pun sama, melakukan apa yang kulakukan, bagiku ketika bertemu denganmu harus siap dua hal, jadi pembicara yang baik, atau jadi pendengar yang baik, dua-duanya aku suka.

    Tak ada hal istimewa yang kita bicarakan, atau tepatnya tidak selalu hal istimewa; Candaan absurd yang membuat dahi lebih berkerut dan tawa kadang terlepas bebas, atau lebih seringnya justru hal garing yang tidak berhasil, tak peduli, kita lalui dengan senyum. Asal ada hal yang kita bicarakan saat bertemu, atau kuketik saat kita tengah chat, kukira itu cukup.

    BANDUNG TEMPATKU PULANG

    Kamu bilang kamu sangat suka jalanan Bandung, yang kiri dan kanannya ditumbuhi pohon besar dan lebat, sepanas apapun Bandung kamu bisa merasa sejuk. Aku juga suka jalanan Bandung seperti itu, hanya saja ku tambah sedikit yaitu jalannya bareng kamu.

    Kini aku menemukan siklus baru selain  siklus air yang kupelajari di pelajaran IPA saat SD-ku dulu, iya tentang perputaran yang tak kunjung selesai.. aku suka Bandung dari kamu dan aku suka kamu dari Bandung; aku mengenal Bandung dari kamu, dan aku mengenal kamu dari Bandung.

    Sudah ku hitung perkiraan, satu tahun sekitar 518.400 menit; kamu lelah berjalan sejauh itu? Ada banyak cerita-cerita kecil yang kita arsipkan di ruang kenang, kita ingat beberapa saat jarak sedang terbentang, dan saat itu yang kita lakukan hanya tersenyum, senyum sesak yang indah.

    Kau boleh mengeluh, “kian hari kian melemah…” contohnya. Kau boleh sedikit menambah perkataan tersebut dengan hembusan nafas yang kuat, lalu di  dua sudut matamu kamu pancarkan aura lelah yang sangat. Tak apa, berlakulah seperti itu, akupun tau bebanmu tak ringan. 

    Saat seperti itu tak banyak yang ingin aku lakukan, sekedar menyambutmu dengan senyuman, mengulurkan dua tangan agar kamu sambut, kusungging senyum, ku kecup keningmu, kubalut badanmu dengan pelukan, kubisikan ”kamu sedang tidak sendiri kekasih”. 

    Pulanglah.. pulanglah hanya padaku di setiap keadaan, terlebih di setiap waktu lelahmu, beristirahatlah bersamaku sebelum sayapmu kamu buka kembali dengan hebat dan terbang mewujudkan asamu. Apa yang kamu mulai kemarin, harus selesai dengan sebaik-baiknya penyelesaian.

    Sudah ku hitung perkiraan, satu tahun sekitar 518.400 menit; Sejak kita mempercayai bahwa momen perpisahan adalah awal kehidupan yang lain. Berjalan sangat cepat, awal kehidupan tersebut berubah jadi rangkaian cerita yang pelik; setiap cerita yang pelik tak mampu dijelaskan logika. Aku tidak sedang mencari pembenaran, tetapi logikaku tumpul di bagian ini.

    Terima kasih Bandung, setiap kali aku datang kau mau menerimaku di senja yang sehariannya aku habiskan dengan setumpuk pekerjaan yang membuat dahi mengkerut dan keringat mengucur, terimakasih kamu selalu membawaku pulang menemuinya. Alam yang kau suguhkan padaku, anginnya, udaranya, sejuknya membuat pulangku terasa luar biasa. Aku selalu menemukan semangat dan tenaga baru setelahnya. Di sepanjang malam yang berjalan seperti biasa sebenarnya namun terasa sangat cepat menurutku, kotamu benar-benar memanjakanku berali-kali.

    Terima kasih kamu, sedang apapun rasa yang tengah kau pentaskan, entah itu kecewa, marah, bahagia, atau hal lain yang kau rasa,. setiap kali aku pulang menemuimu kau rubah jadi garis senyum terindah. Terima kasih kamu selalu membuka lebar bentang tanganmu, mengizinkan aku mendekat, lalu setelahnya kau rekatkan kembali bentangan tangan itu sarekat-rekatnya, kau peluk lelah tubuhku, seolah tak sedikitpun membiarkan ada ruang kosong antara kita. Di dekapmu, aku selalu merasa menjadi manusia, di dekapmu aku merasa dibutuhkan, di dekapmu aku hidup kekasih. “jangan pergi”, “jangan tinggalkan aku”, “jangan menjauh”, kata-kata yang selalu kau ucapkan setiap hari dimana aku kembali harus berjarak darimu adalah keyakinan bahwa aku akan kembali pulang padamu.

    Terima kasih Bandung, terima kasih kamu, terima kasih 518.400 menit yang melingkupi keduanya.

     

    KARENA SAYANG, SAJA;

    Kukira rasa sayang tak harus “Selamat pagi cantik” saja, “Baik-baik kesayangan” saja, atau “Aku sangat merindukanmu” saja. Kukira “Aku tidak sependapat denganmu”, atau “Jangan seperti itu”, atau “Aku benci kamu” pun itu bentuk rasa sayang. Kesalahannya adalah terkadang kita terlalu keras mengatakan “Aku tidak sependapat denganmu”, “Jangan seperti itu”, dan “Aku benci kamu”. 

    Rasa sayang yang menjadi alasan satu-satunya perlakuan tersebut harus bias oleh kedua ego yang berbenturan, egoku dan egomu, iya ego kita berdua. Katamu menjadi dewasa itu tidak mudah, aku sepakat hal ini, menjadi dewasa tidak dibentuk di 6 tahun SD, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA dan 4 tahun S1, atau bahkan 2 tahun S2, meskipun iya kontribusinya terhadap kedewasaan pasti selalu ada; menjadi dewasa selalu dibentuk dari menurunkan ego masing-masing. Dulu sekali entah siapa, aku sudah lupa.. seseorang bilang padaku, menurunkan ego tidak membuat orang rendah diri, menurunkan ego membuat orang rendah hati, sama-sama rendah tetapi aku yakin punya makna yang sangat berbeda.

    Izinkan aku marah, disaat aku sedang mengkhawatirkanmu misalnya, meskipun karena ketidakdewasaan terkadang kadar marahnya selalu tidak pas, bahkan jauh menusuk relung kalbumu. Saat seperti itu kuharap tidak kamu balik, ketika aku marah ya aku yang marah, kamu yang minta maaf dan aku yang memaafkan, lalu kita kembali ke bentuk baru bertambah satu setrip saling perhatikan. Begitupun saat kamu suatu hari yang marah, ya kamu yang marah, aku yang minta maaf, dan kamu yang memaafkan.

    Kamu dan beberapa makhluk perempuan lainnya terkadang curang, saat kamu yang marah, ya kamu yang marah, aku yang minta maaf lalu kamu yang memaafkan; di suatu waktu aku yang marah, ya jadi kamu yang marah, aku yang minta maaf, dan kamu yang memaafkan. Siklus sama yang ditempuh dengan objek juga yang “harus” sama sementara masalahnya berbeda.

    Perempuan, kecewaku karenamu tak pernah bisa bertahan lama, sejauh tidak terlalu prinsip terkadang di detik berikutnya pun semua sudah lebur oleh perasaan sayang yang jauh lebih besar, lagipula kecewa tersebut berpangkal dari rasa khawatir yang terlalu dalam padamu, maaf bila terkesan malah terlalu mengekang, tetapi adakah cinta yang tidak mengekang?

    Untuk luapan dan perlakuan yang kadarnya tidak pas padamu, aku tidak sedang bersembunyi dibalik alasan ketidak dewasaan, tapi aku minta maaf aku tidak dewasa. Iya, dibalik lelah kamu berjuang dan menjatuhkan pilihan pada apa yang akhirnya baik menurutmu atau menurutku kurang tepat, kamu tak perlu dipersalahkan dengan kadar yang berlebih; kuharap kamu masih mau percaya jika anak kecil terjatuh karena tersandung batu, ada ibu yang refleks memukul anak tersebut sambil berkata “makanya hati-hati”, itu alasan satu-satunya adalah rasa sayang terhadap anaknya.

    Ini mungkin bukan yang terakhir aku kecewa karenamu, ini juga mungkin bukan yang terakhir aku meminta maaf padamu karena kadar kecewaku selalu tidak pas, mungkin kecewaku masih berates-ratus kali, tetapi kamu harus tau, sayangku berjuta-juta kali padamu.

    Perempuan, jangan pergi.. dan jangan minta untuk tidak dicari;

     

    KURAMAL, KAMU BAHAGIA; DAN JUGA SEDIH

     

    Kata orang ada lima alam yang akan kita lewati selama perjalanan kita, dimana alam yang ketiga tengah kita lalui bersama hari ini; di alam yang ketiga itulah lebih dari tiga dasawarsa kamu memulai kehidupanmu di luar rahim bundamu, dan hari ini siklus itu berulang. Iya siklus itu tepat berulang untuk yang kesekian kalinya, kamu bahagia?

    Aku ramal hari ini kamu bahagia, dan juga sedih; Semoga ramalanku tidak terlalu meleset.

    Dalam hidup manusia, dua rasa itu kerap silih berganti, atau bahkan bisa terasa bersamaan. Tidak berniat memaksakan kebenaran ramalanku, tapi coba kutebak dengan sedikit mengaitkan dengan pengalaman yang sering kualami saat tanggal lahir sedang aku lalui di tahun-tahun yang berbeda.

    Aku bahagia, iya aku bahagia dengan segala keajaiban yang diberikan kepadaku, orang yang tanpa keajaiban tidak akan mampu berupaya menjadi orang seperti hari ini, betapa banyak ulas senyum yang tercipta saat perjuangan apapun itu telah selesai dilakukan dengan hasil yang tidak mengecewakan, kesehatan yang baik, keluarga yang sempurna, sahabat dan kerabat yang luar biasa, atau apapun itu, termasuk di dalamnya aku mengenalmu sejauh ini, iya aku bahagia telah sampai di usia yang digenapkan hari lahir.

    Di saat bersamaan aku sedih, banyak hal yang tidak sempurna yang telah dilakukan dan meninggalkan sesal, belum bisa jadi yang terbaik bagi setiap yang menumpukan harapannya kepadaku, aku pun sedih ketika “tua” mulai menggerogoti usia, mengurangi jatah yang telah ditetapkan, aku cemas esok lusa aku seperti apa.

    Sekali lagi aku tidak memaksakan kebenaran ramalanku, tapi jika dua rasa itu sedang kamu rasakan hari ini, seperti aku biasa merasakannya ketika hari lahirkupun tiba, kuberitahu kamu, apa yang tengah kamu rasakan bernama “Birthday Blues”. 

    Jangan cemas perempuanku, atau jangan sedih, baik cemas atau sedih muncul karena manusia punya harapan, dan setiap harapan tidak terjadi secara tiba-tiba, selalu ada tantangan. Kau boleh melawan tantangan, kau juga boleh fleksibel mengikuti arus tantangan itu, iya karena menantang angin sebuah layang-layang terbang tinggi, karena fleksibel mengikuti arus sebuah perahu layar tiba ke tempat tujuan. Dari kesemuanya itu kau hanya perlu berusaha dan berdoa, cukup; selebihnya biarkan Tuhan memberikan keajaiban.

    Oh ya, apakah hari ini kau sempatkan diri untuk bersyukur? Tentu banyak hal yang patut disyukuri di lebih dari tiga dasawarsa ini, terlalu banyak hal yang dianugerahkan padamu dari yang terasa sampai yang tidak terasa karena keterbiasaan yang sangat biasa, kuambil contoh satu, boleh? bernafas contohnya, di kisaran usiamu saat ini kukira kamu sudah menghabiskan lebih dari Rp. 5,361 Milyar untuk membeli oksigen, dan lagi-lagi Tuhan memberikannya cuma-cuma buatmu; apakah hari ini kau sempatkan diri untuk bersyukur perempuanku?

    Doaku adalah doamu, persis sama.. meski tak terdengar, ku amin kan dari jarak sekian perputaran roda sepeda motor; aku ramal hari ini kamu bahagia, dan juga sedih, semoga ramalanku tidak terlalu meleset.

    LEBIH LAMA SEBENTAR LAGI SAJA

    Suatu ketika saat kujemput kamu, dan kita hampir sampai di rumahmu, sebentar lagi, dan kau tengah asyik bercerita, aku sudah lupa tentang apa. Tiba-tiba kamu bilang,

    “Belok”

    “Apa?”

    “Belok sekarang”

    “Belok kemana, rumahmu khan di depan?”

    “Belok saja”

    Aku belokin motor yang tengah kukendarai

    “Kita kemana?”

    “Terserah kamu, jangan sampai rumah sebelum aku beres cerita”

    Dan tugasku jadi dua saat itu, mendengarmu bercerita, dan mencari jalan yang lebih jauh dengan tidak nyasar.

    Di sebuah kesempatan, kutanya kamu,

    “Kenapa?”

    “Kenapa apa?”

    “Seringnya setiap kuantar kamu, kamu nyuruh nyari jalan baru, nyuruh belok, harus muter, harus nyasar-nyasar, harus ribet”

    “Kamu nggak suka?”

    “Suka”

    Kamu tersenyum, “Lantas?” tanyamu.

    “Iya, kenapa?”

    “Aku cuma ingin lebih lama denganmu, meskipun cuma beda beberapa menit saja”

    “Besok kita nyari jalan yang lebih jauh”

    “Iya”

    Kamu tersenyum, akupun.

    Receh yach? tapi ya itu cinta, kau boleh menganggap apa sih, Receh banget, konyol, nggak penting. Jangan tersinggung, kalian yang berpikir demikian adalah kalian yang belum merasakan keindahan cinta. Dalam cinta, hal receh bisa begitu istimewa, apa sih bisa menjadi luar biasa, konyol menjadi hal paling romantis, nggak penting menjadi luar biasa pentingnya. Begitulah cinta bisa mengubah persepsi manusia semaunya.

    Bersamamu lebih lama sebentar lagi saja, misalnya.. Kau boleh memikirkan hal lain semisalnya, lalu tersenyum sependapat denganku.

     

    BERBAHAGIALAH

    Hari ini, aku rindu.. iya, aku rindu pada semua hal tentangmu. Terlalu lekat cerita yang pernah dipentaskan, hingga tak menyisakan sedikit celahpun untuk tidak mengingatmu.

    Ada tempat, yang ketika aku melewatinya, atau berkunjung kesana, atau tiba-tiba terdengar namanya lalu tiba-tiba aku teringat padamu, karena pernah di suatu waktu, pernah yang amat sering, kita berbagi nyaman di sana, kita duduk yang hanya sekedar duduk, tak banyak yang kita lakukan, bicarapun tak banyak, kita hanya diam, menikmati sepi, duduk sangat dekat, rasaku rasamu meruah di sana, di dunia ini hanya kita yang bahagia. Hari ini tempat itu masih mengingatkanku padamu.

    Ada minuman, yang ketika aku pesan, lalu terhidang di meja, lalu tiba-tiba aku teringat padamu, karena pernah di suatu waktu, pernah yang teramat sering, kita pesan makanan berdua saja, dengan minuman yang selalu sama, menikmatinya dalam waktu yang sangat lama, di sela kita berbagi cerita, kau ambil minumanmu, lalu kau suruh aku sesap dari gelas dan sedotan yang sama. Setiap kali kita pesan makan, minuman itu selalu kau pesan. Hari ini minuman itu masih mengingatkanku padamu.

    Ada senyuman, ada rasa nyaman, ada kehangatan, ada moment, ada hal sederhana yang hilang bersama semakin menjauhnya dirimu. Pernah kutanya, “kenapa pergi?”, aku sungguh sudah lupa alasanmu, tapi ketika aku menyadari di sisiku sudah tidak pernah kutemukan lagi kamu, tak ada yang bisa aku perbuat selain pergi ke suatu tempat, memesan minuman, lalu kupeluk erat kau dalam kenang, sambil menangis, tersedu, kubilang “Sayang, sungguh aku sangat merindukanmu”.

    Di dunia ini, ada beberapa hal yang mengingatkan kita pada seseorang, jika kalian merindukan seseorangnya kalian, pergilah.. temui atau lakukan beberapa hal tersebut. Kalian boleh peluk seeratnya seseorangnya kalian dalam kenang, sambil menangis, tersedu, dan katakan bahwa kalian sangat merindukannya. Lalu kembalilah ketika tangis sudah reda, dan berbahagialah sebahagia-bahagianya yang kamu bisa.

     

    KITA BERPISAH DALAM KEADAAN SANGAT BAIK

    Tadi sore kita berpisah dalam keadaan yang sangat baik, dalam rinai hujan yang tinggal rintiknya, dalam kecemburuan yang masih bisa kuredam; iya kerap kali aku selalu cemburu pada siapapun yang berada di sampingmu, dari lawan jenismu bahkan sejenis denganmu, sungguh bukan karena dia laki-laki atau perempuan, aku hanya cemburu pada caramu tersenyum, caramu bicara, caramu menatap, caramu bersikap pada selain aku. Dan senja tadi cemburuku sangat bisa kuredam.

    Kuingat, kau tersenyum seraya menggangukan kepala, senyum dan anggukan yang teduh sebagai tanda kita berpisah hari itu, senyum dan anggukan yang mulai aku rindukan lagi, kerinduan yang tumbuh sesaat setelah kamu undur pergi. Ada memang, rindu yang ditumpuk padahal baru saja kita bersama, rindu yang mulai terkumpul kembali saat baru saja kamu undur pulang, rindu itu akan membesar seiring detik berlalu lalu mencair kembali kelak saat kita bertemu lagi.

    Dan, perempuan.. kamu memang jenis makhluk yang kadang susah dimengerti, disaat rasa-rasanya pamitmu pamitku berjalan dalam suasana yang teramat baik, kadang di saat berjauhan kau hadir dalam chat yang singkat.

    “laki-laki, maafkan aku”

    “untuk?” tanyaku

    “baik-baik kamu disana”

    Setelahnya, sepi.. sangat sepi.. kau tak hadir lagi meski kusapa berkali-kali. Kau tak hadir lagi setelah menghiraukan pertanyaan “untuk?” yang kuketik dalam bingung yang tak terjawab.

    Kusapa “perempuan!”, kau baca, lalu kau diam.

    Kusapa “hai perempuan!”, kau baca, lalu kau diam.

    Kuketik “aku salah apa?”, kau baca, lalu kau diam.

    Kuketik “maaf jika aku bikin salah?”, kau baca, lalu kau diam.

    Kuketik “perempuanku”, kau tidak baca, lalu kau diam.

    Kuketik “hai perempuanku”, kau tidak baca, lalu kau diam.

    Kuketik “tadi kita pamitan dalam senja yang menyisakan rintik hujan, di suasana yang teramat baik, masih kuingat kamu tersenyum seraya menganggukan kepala, senyuman dan anggukan yang begitu teduh, kurasa kita berpisah dalam keadaan yang baik, dan kuharap kelak saat kita bertemu, kita masih dalam suasana yang sangat baik”, kau tidak baca, lalu kau diam.

    Kuketik “take a rest perempuan, mimpi yang indah”, kau tidak baca, lalu kau diam.

    Begitulah perempuan, (atau setidaknya begitulah perempuanku) yang keadaannya bisa berubah dalam sekejap, sekarang baik-baik saja, nanti tetiba datang dengan hati yang sangat gusar. Sekarang baik-baik saja, nanti tetiba datang dengan dingin yang sangat. Sekarang baik-baik saja, nanti tetiba datang dengan derai tangisan. Tapi aku percaya, (atau setidaknya aku tetap berharap) esok lusa setelahnya, kita masih dalam suasana dan keadaan yang sangat baik.

    MERAJUT MIMPI KEMBALI, TANPAMU

    Masih penuh rasa sedih ini, kamu tak pernah sekalipun mengingatku kekasih?

    Aku tahu coretan ini tidak pernah berarti apa-apa buatmu.. tidak merubah jalan yang sudah ditentukan untuk kita.. semua itu sudah kau tutup, aku tahu kamu bahagia disana.. aku selalu berusaha tahu kabarmu lewat hatiku.

    Masih jelas ingatan ini tentangmu, senyum dan semua kata indahmu, tentang dia yang kini disampingmu atau semua tentangmu yang lain.. tetapi aku tahu semua itu tidak akan kembali. Selalu ada hal indah yang tidak akan pernah terjadi kembali, aku tau salah satunya adalah kamu.

    Indahnya jalan takdir ketika masing-masing dari kita dipertemukan dengan orang yang terbaik untuk kita. Meski, hati yang dulu sempat kau jaga ini belum beringsut pergi, aku semakin terpuruk ketika sedikitpun belum bisa melupakanm

    Aku manusia biasa, ketika selalu bertanya kenapa kamu pergi meninggalkanku, meski aku tau pergimu adalah keinginanku dari dulu. Sampai sekarang aku belum tahu apa yang menyebabkan kamu pergi, itu yang selalu mengganjal hatiku.

    Sekali lagi aku tau ini terbaik bagiku, bagimu, bagi kita bersama. Aku cuma butuh waktu menyembuhkan luka yang tak pernah kusangka semenganga ini karenamu, luka yang kuminta kamu membuatnya, luka yang sudah kuperkirakan akan ada, tetapi memang aku tak pernah tau rasanya bisa sesakit ini.

    Hai, pada akhirnya benar, kita berpisah untuk menjadi lebih baik, aku sangat tahu itu, semua kenangan itu, rasa ini, kangen ini akan selalu tersimpan rapi di hatiku. Semoga kamu bahagia, aku bahagia, dan kita semua bahagia.

    JANGAN MINTA PERGI

    Kau boleh marah, tapi jangan pernah memintaku pergi, cukup marah saja. Bagaimana aku harus pergi jika sebagian nadiku ada di kamu, bagaimana aku harus pergi jika sebagian napasku kamu yang bawa. Ini bukan tentang lebay, mencintai kamu nggak ada kaitannya dengan itu, aku mungkin bisa hidup setelah pergi darimu, tapi hidupku nggak sesempurna sewaktu denganmu.

    Kau boleh marah, tapi jangan pamit untuk pergi, bagaimana aku bertahan jika setengah harap kau bawa, bagaimana aku bertahan jika segenap asa kamu turut bawa. Sekali lagi, ini bukan tentang lebay, aku sedang bercerita bahwa ‘aku’ bagiku adalah ‘aku dan kamu’. Sementara ‘aku’ yang hanya ada ‘aku’ tanpa ‘kamu’ adalah setengahnya ‘aku’ bagiku.

    Beberapa ditakdirkan bersama, beberapa yang lain ditakdirkan berpisah; kau tau? Setiap kesempatan aku meminta takdir yang pertama untuk kita, kukira bukan hal yang mustahil mencintai dan memilikimu, dimana aku sudah sangat mencintaimu, kuharap kamupun begitu padaku. sejauh ini ada banyak hal kita lewati, hal-hal yang orang lainpun tau, ataupun hal-hal yang hanya kita yang tau, tak mulus memang, tetapi setiap tiba di jalan yang tak mulus, jangan pernah memintaku pergi dan jangan pamit untuk pergi. Kurasa takdir akan menyelaraskan langkahnya dengan kita, bila kita berusaha bersama-sama.

    Hujan senja ini mengangkat aroma tanah melewati ruang cium, beberapa senja akhir-akhir ini hujan memang turun dengan deras, dulu kita memiliki cerita indah saat hujan, berdiri di sampingmu di bawah atap rumah orang, melindungimu dari hujan sementara aku sendiri tak terlindungi, banyak diam daripada berbicara, tetapi aku tau aku bahagia denganmu, dalam diam itu kau mengambil setengah dari setiap hal penting yang ada padaku, harapan, nafas, jiwa, nadi atau apapun namanya.. aku kehilangan sebagian tapi aku bahagia, begitulah kamu merampas semua hal penting itu dari diri ini tapi tidak membuatku sakit, aku malah nyaman, aku malah percaya. 

    Sesekali dan kebetulan hujan aku ingin kita berdiri lagi, di bawah atap rumah orang, menunggu hujan reda, biarlah hari mulai menepikan senja dan mengangkat malam, kita sedang melewati cerita itu, cerita saat kau merampas setengah dari setiap hal penting yang ada padaku dalam diam, tapi tak membuatku sakit. 

    Perempuan, jangan minta pergi.

     

    NGGAK SETIAPMU INSPIRASI, TAPI… IYA SIH

    “Kenapa nggak posting-posting lagi?” tanyamu suatu saat, kujawab “kau tak pernah menginspirasi lagi”. Kamu tertawa dan kita kembali melanjutkan hidup yang lain selain persoalan inspirasi itu.

    Kamu; bukannya berusaha memberi inspirasi malah menertawakan, sengaja aku nggak bahas lebih, kutau kamu tipe orang yang sombong, kalo kamu tau kamu pemberi inspirasiku, kau akan sombong seperti biasanya; dasar kamu.

    Tapi, iya.. kamu inspirasi, banyak moment, banyak celotehan, banyak cara pandang, banyak yang kau lakukan dan bahkan banyak diammu yang membuatku bergerak menulis, mungkin di sini aku yang sombong, aku yang pamer, menulis setiapmu pada dunia, aku ingin dunia tau, di belahan bumi yang ini, tepat di sebelahku ada makhluk yang Dia ciptakan berbeda dari yang lain, eh tapi mungkin saja sama, paling tidak bagiku dia berbeda.

    Tulisanku jelek, untuk mengagumi kamu yang baik, tetapi bahagia sedihku bersamamu tetap kurangkai melalui susunan-susunan kejelekan itu, sekedar nanti suatu hari entah dalam situasi yang mana, yang jelas kamu sedang tak tepat di sampingku aku bisa buka tulisan-tulisan itu, dan di setiap akhir dari paragraf aku menutupkan mata, menarik nafas panjang, menyebut namamu. Aku selalu menemukanmu dengan jelas di dua tempat, di hati yang benar-benar terasa ketika mata terpejam sesaat dan hembus nafas panjang kuhirup dan kuhempas, serta di potongan-potongan tulisan yang kubuat menggunakan dua jari telunjukku ini.

    Tentang inspirasi, aku percaya setiap orang punya jiwa, setiap jiwa punya tautan; setiap orang memiliki momen, setiap momen ada penggalan cerita, yang entah itu sedih entah itu bahagia, entah itu senyum entah itu tangis, entah itu gagal entah itu berhasil; sudahlah tak peduli momentnya apa sisi jiwa selalu pandai mengangkatnya dalam bentuk rupa. Mereka yang suka dan dianugerahi darah pemusik me-rupa-kannya sebagai lagu, mereka yang suka dan dianugerahi darah koreo me-rupa-kannya sebagai tarian, mereka yang suka dan dianugerahi darah nirmana me-rupa-kannya sebagai lukisan; lalu aku yang suka tapi tak dianugerahi darah-darah hebat, hanya me-rupa-kannya dalam posting dan tulisan biasa, aku ingin dunia tau bahwa aku juga orang, punya jiwa, jiwaku tertaut ke kamu, kita punya moment, yang momentnya kadang nggak penting apa, tapi bagiku bersamamu moment itu inspirasi.

    Mungkin sesekali moment terasa sebiasa mungkin, yang kau sebut “kemana inspirasimu?”, ya, mungkin lebih ke mager, hemat energi atau lebih tepatnya ke malas. Tugasmu membuat moment kita lebih menginspirasiku lagi, kamu khan pacarku, masa membuatku terinspirasi saja nggak bisa?

     

    KENAPA NGGAK MEMANTASKAN DIRI BERSAMA?

    Kadang-kadang kita memantaskan diri terlebih dahulu, sebelum menghampiri seseorang dan memintanya menjalani hidup bersama. Iya, aku setuju.. hai manusia-manusia remaja, belajarlah yang baik menjadi manusia, biar pantas, biar hidupmu baik, biar diterima manusia pantas yang lain. Mana ada manusia yang pantas mau menerima manusia yang masih belum pantas.

    Ah tapi, dibeberapa situasi jangan lama-lama memantaskan diri, barangkali ada orang yang menunggu sudah kelelahan menunggu, waktu berjalan sangat cepat, kamu jangan lambat-lambat. Setidaknya kasih tau, “tunggu sebentar lagi, aku ada tapi sedang berusaha sedikit lagi, jangan sama yang lain dulu”. Jangan egois, menjadi sempurna sendiri juga nggak baik, kadang orang yang menunggu tak harus sempurna-sempurna banget, cukup saja tidak apa-apa, nanti sisanya dipelajari bareng-bareng. Di situasi ini kukira belajar sempurna bersama jauh lebih adil.

    Malam itu, setelah kukira semua hal sempurna, beberapa tahun aku lanjutkan kuliah dan sekarang sudah bekerja rasanya aku sudah pantas mengajaknya hidup bersama; aku mengingatnya jelas, waktu itu hari baru saja selesai hujan, aku masih di sekolah padahal jam pulang sudah sedari tadi berakhir, dia yang sudah pulang duluan kembali ke sekolah, kerudung dan bajunya lumayan basah, dia cantik, ada barang tertinggal katanya. Sejak itu aku jatuh cinta.

    Sengaja di salah satu kegiatan yang mengharuskan mengumpulkan foto, kuambil satu fotonya, kusimpan dengan baik. Kubilang di rumah, di depan fotonya, saat malam sudah mulai tenang, “Fatin, tunggu aku memantaskan diri”.

    Besoknya sekolah, besok-besok lagi berlalu, aku masih jatuh cinta sejak saat itu, iya sejak hari yang baru saja selesai hujan, aku masih di sekolah padahal jam pulang sudah sedari tadi berakhir, dia yang sudah pulang duluan kembali ke sekolah, kerudung dan bajunya lumayan basah, dia cantik, ada barang tertinggal katanya. Kupantaskan diri, terlebih dulu.

    Malam ini, bertahun-tahun kemudian, di akun FB ku muncul notifikasi pesan, Fatin. Kukira waktu ini semua hal rasanya sudah semakin pantas.

    “Sehat?” tanyanya

    “hai Fatin, Alpin baik.. Fatin baik? Salam kangen” jawabku

    “Baik juga, oh ya ngelihat tulisan Alpin kemarin, emang ada apa di Surabaya?”

    “He, biasa tentang dinamika hidup, tentang persaingan dan semacamnya”

    “Kuliah sudah beres?”

     

    Kukira ini jalan masuk yang disediakan Tuhan untukku, 

    “Sudah beres iya, tinggal nikahnya, nunggu Fatin” kujawab.

     

    Lalu sepi…

    Beberapa hari berlalu, di chat FB ku ketik,

    “Hmmm..”

    “Hmmm juga” balasnya.

    “kangen”

     

    Lalu sepi lagi.

    Beberapa hari berlalu, di chat FB masuk pesannya,

    “Alpin, ini no Fatin 085222825xxx, 085659377xxx, 087822151xxx”

    “Banyak banget,”

    “Khan biar rame, gpp nomernya banyak, tapi tetap setia”

    “Ehmm yang setia”

    “He.. iya dong”

     

    Lalu sepi lagi.

    Beberapa hari berlalu, di chat FB masuk pesannya,

    “Ehm..”

    “Ehm juga” balasku

    “Sehat Alpin? Kemana aja hilang kabar?”

    “Baik, Fatin sehat? Nggak koq, ada.. lagi berusaha buat Fatin, ini dimana?”

    “Masih di kantor”

    “Cepet pulang, ditunggu di rumah”

    “Haha.. boleh, boleh.. sediain masakan yang enak ya, laper”

    “Udah disediain masakan sebisanya, udah disediain air anget juga buat mandi, semoga berkenan”

    “Ehm so sweet”

    “Fatin yang bikin seperti itu”

    “Oh iya, boleh menyampaikan sesuatu?”

    “Kalo undangan nikah, pasti agak sakit” aku ngerasa ke’sweet’an pertamaku akan jadi yang terakhirku.

    “Ah, suka bikin Fatin malu”

    “Apa?”

    “Maaf sebelumnya, kebetulan chat bareng, seandainya Alpin ada waktu, semoga berkenan tanggal 4 September menghadiri pernikahan Fatin di rumah”

    “Udah diduga” Jangan tanya hatiku kaya apa waktu waktu itu. Pura-pura kuat, datar dan nggak terjadi apa-apa kukira adalah pilhan terbaik.

    “He..”

    “Dengan siapa?”

    “Laki-laki”

    “kalau ke perempuan Alpin tambah sakit hati” candaku, padahal jujurku.

    “Temen SMP dulu, minta do’anya semoga lancar”

    “Ehm”

    “Ehm juga”

    “Iya Fatin, silahkan.. turut berbahagia, turut berdo’a”

    “Alpin kapan?”

    “Tadinya nunggu Fatin, kayaknya bakal gigit jari, he.. Do’anya saja” candaku, padahal jujurku.

    “Lama hilang kabar; Aamiin, Fatin do’akan yang terbaik”

    “Terimakasih”

    “Bentar lagi Ramadhan, Fatin minta maaf dari semua kesalahan”

    “Sama-sama, Alpin juga”

     

    Lalu sepi, sampai hari ini.

    KETIKA KITA PERNAH BERTEMU, LAGI

    Kita pernah dipertemukan, lalu tertawa menangis bersama, setelahnya dipisahkan oleh waktu, lama, tanpa kabar. 

    Hari ini kita bertemu, di sebuah reuni bersama teman-teman yang lain, aku merindukan mereka, tapi aku jauh merindukanmu. Aku datang bukan bermaksud menemuimu, meski dalam hati aku ingin bertemu denganmu, biarlah nanti takdir yang bergerak mempertemukan atau kau memilih tak datang.

    Setiap hari di kurun 6 tahun lalu, di koridor yang sama di tempat aku berdiri hari ini, aku pernah menunggumu dalam detak rindu, menunggumu pulang, pulang bersama. Aku masih ingat raut senyummu, masih ingat sejuk tatapan yang kau pancarkan pas kamu tiba menghampiriku, lalu bilang “yuk!”, setelahnya kita berjalan beriringan menuju sepeda motorku parkir.

    Setiap hari di kurun 6 tahun lalu, aku pernah mencintaimu dengan sangat, dan kukira kaupun mencintaiku, kita pernah berbagi cinta; kau pernah cemburu padaku, aku sering mencemburuimu; kita pernah bercerita tentang rumah kecil tempat di masa depan kita akan hidup bersama anak-anak kita; kita pernah memimpikan bagaimana kita menjalani hari tua bersama; kau pernah bertanya tentang hidangan makanan apa yang ingin kau sediakan di meja saat pagi baru mengeliat dan aku bersiap pergi bekerja atau saat senja aku penat pulang menemuimu; iya, kita pernah berjuang bersama mempertahankan rasa.

    Semua kata ‘pernah’ tentangmu membuat aku mengingatmu banyak hari ini, membuat aku rindu, dan rindu membuat dadaku sesak; kutarik napas sedalam mungkin lalu dihembuskan dengan sangat panjang, apa yang kulakukan barusan tak membuat rindu dan ingatanku tentangmu berkurang, tetapi semacam cara mengembalikanku ke dunia saat ini, dimana tapak sedang kupijak, seperti drone video yang sedang melayang dipaksa pulang ke tempat semula karena batrai tak mencukupi lagi.

    “hai…” kudengar suara sapaan ditengah riuh suara-suara lain, suara itu jelas suara khas yang biasa kudengar dulu. Aku tau itu dia, ku atur napas, kusembunyikan tumpukan kerinduan, kusembunyikan tatapan rasa cinta, kusembunyikan semua hal yang membuat dia mengetahui bahwa aku tersiksa tanpanya selama ini, aku pulas dengan wajah sebiasa mungkin, aku ingin aku terlihat kuat tanpanya.

    “hai… kirain nggak mau datang”

    “datang lah, aku kangen temen-temen”

    “iya aku pun”

    “kabarmu?”

    “baik, kamu?”

    “baik”

    “suami dan anak-anak?”

    “baik, mereka di parkiran”

    “syukurlah, gabung sama teman-teman?”

    “yuk..”

    Dan ‘yuk..’ kali ini bukan lagi ‘yuk..’ yang dulu, meneduhkan hati datang dari ajakan kamunya aku, tapi ‘yuk..’ kali ini adalah ‘yu..’ yang tetap meneduhkan hati tapi keluar dari kamunya dia.

    Hhh, tentangmu aku percaya satu hal, mungkin di dunia ini beberapa kebersamaan harus berakhir, tetapi terkait ‘perasaan’, tidak semua ‘perasaan’ ikut berakhir, terkadang beberapa ‘perasaan’ terpelihara dengan baik, dan sesekali membuat kita ingat, ingat membuat kita rindu, rindu menyesakan dada; saat itu kau boleh menarik napas sedalam mungkin lalu dihembuskan dengan sangat panjang, apa yang kau lakukan barusan tak membuat rindu dan ingatanmu tentangnya berkurang, tetapi semacam cara mengembalikanmu ke duniamu saat ini, dimana tapak sedang kau pijak.

     

    KITA HARUSNYA BAHAGIA

    Kamu yang sedang bahagia, aku di sini sedang mencoba turut bahagia; tapi memang sangat susah ikut bahagia terhadap kebahagiaan orang lain, sementara kebahagiaan kita sendiri entah dimana. Setiap kebijakan yang datang dari sudut bumi manapun menyebutkan jangan iri, iri itu nggak baik; akupun sering menyampaikan itu kepada yang lain, tetapi jika giliran aku yang harus iri, aku bisa apa? Susahnya luar biasa.

    Aku tau kamu bahagia, harusnya aku juga. Kita punya kehidupan yang luar biasa, dikelilingi orang-orang baik, menjalani kisah yang baik, kita bisa tersenyum dan memposting senyuman itu di beranda-beranda akun kita masing-masing, postingan baik bersama kehidupan yang luar biasa, tanpa harus ada hati yang kita jaga, karena hati yang kita jaga turut ada dalam postingan-postingan itu.

    Biarlah dia yang harusnya turut bahagia, tetapi tak bisa lepas dari iri, atau tepatnya mencemburuimu, lebih bisa berusaha lebih keras lagi, untuk tidak harus membuka akunmu dan melihat postingan-postinganmu; kurasa jalan keluar yang sangat luar biasa, selamat mencoba wahai dia.

    Aku tau kita bisa bahagia, tanpa harus ada kata “tapi”, sesekali menikmati aliran takdir yang sedang kita arungi; harus memang memperjuangkan apa  yang membuat kita nyaman dan bahagia, yang kadang harus melawan arus yang sangat deras, dan itu melelahkan; sesekali saja lepas, nikmati, ikuti alirnya, bernafas yang dalam, nanti jika kita perlu untuk kembali menjadi egois, memperjuangkan kembali apa yang membuat kita nyaman dan bahagia, kita lawan lagi arus-arus itu.

    Ah, iya bukan kita.. kami dan kalian maksudku.

     

    TADI KITA BERTEMU DALAM DUNIA YANG DAMAI

    Tadi kita bertemu, setelah lama tidak pernah bertemu, luar biasa yach, katamu dunia mengajarkan kita untuk jatuh bangun sebelum kita dewasa, pernah sakit sebelum akhirnya sembuh, belajar berjalan sebelum mulai berlari lalu di fase berikutnya ternyata hidup mengharuskan kita mulai mengajarkan orang terdekat dan terjangkau biar mereka belajar berjalan. Pada akhirnya kita tau, hidup bukan tentang diri kita sendiri, tetapi tentang kemaslahatan kita untuk orang lain.

    Tadi kita bertemu, setelah sekian lama kita tidak bertemu, bukan hal istimewa sih, katamu kita sudah memiliki kehidupan yang baik masing-masing, aku setuju hal ini. Kita duduk sebentar bukan untuk menumbuhkan apa yang sudah patah, meski pada dasarnya rasaku masih seperti waktu itu, kukira kamupun, tidak apa-apa.. sekali lagi ini bukan tentang kita lagi, melainkan tentang melihat perjalanan setidaknya kita bisa bersyukur sudah hidup sejauh ini.

    Kamu bercerita banyak, tentang versimu, tentang cerita-cerita akhir kebersamaan kita dulu, tentang sakit dan detail yang terjadi, yang pada waktu itu kamu sebut luka dan hari ini kita sebut pendewasaan. Aku jadi ingat cerita cintanya Dilan Milea karangan keren dari Pidi Baiq, ya benar.. bahwa pertanyaan yang kita ajukan dalam hidup kadang-kadang tidak akan terjawab seketika, perlu waktu bahkan saat kita sudah ikhlas baru jawaban kita dapatkan, tentu dalam kenang tawa, ataupun kalo tidak tertawa mungkin lebih tepatnya dalam kenang senyum. Ya cerita versi Milea dalam bukunya yang pertama dan kedua, serta cerita versi Dilan dalam buku yang ketiga adalah jawaban atas pertanyaan “kenapa?” yang tidak terjawab seketika. Bahkan nanti di buku Ancika, kayaknya kita akan tau bahwa hidup tidak berhenti meski ada pertanyaan belum terjawab dari cerita yang patah.

    “10 tahun yach” katamu

    “apa?”

    “iya, aku bisa mengajukan pertanyaan lalu kamu menjawab”

    “kadang nggak penting lagi ya jawabannya”

    “iya”

    “iya”

    Kita tersenyum.

    Tadi kita bertemu, aku menemukan beberapa kesamaan tentangmu, nggak mau kalah, perlu data, analisis hebat. Eh tapi kurasa beda, ya mungkin kamu masih nggak mau kalah, perlu data, analisis hebat tetapi jauh lebih dewasa, jauh banget.. iya aku harus jujur kamu jauh lebih dewasa. Di pertemuan singkat itu, kita bercerita tentang fase akhir sebuah kebersamaan, kita sungguh sedang tidak menghakimi siapapun, aku tidak sedang menyalahkanmu, kamupun sedang tidak menyalahkanku.. kita hanya sedang bicara lepas, “kenapa dan karena” adalah temanya. 

    “itu perjalananku terberat, setidaknya sampai kemarin” katamu

    “iya, maaf” kataku

    “bedanya, dulu aku belum dewasa”

    “sekarang udah?”

    “udah” kamu tertawa, aku juga.

    “Jadikan tulisan” lanjutmu

    “apa?”

    “cerita kita”

    “buat apa?”

    “buat pelajaran bagi yang lain”

    “nanti kehidupan kita cemburu”

    “nggak, khan niatnya buat pelajaran bagi yang lain, biar nggak merasa terpuruk sakit, biar hidupmu ada manfaatnya, biar cewek-cewek nggak sakit karena mengenal orang sepertimu”

    “haha.. nanti cewek-cewek enggak akan mengalami terpuruk sakit”

    “iya, jangan sampai.. kasihan”

    “kamu juga dewasa karena terpuruk sakit, mau orang lain nggak dewasa karena nggak pernah terpuruk sakit?”

    “haha, iya sih” katamu. “ya siapa tau nggak harus terpuruk sakit juga nanti dewasa” lanjutmu

    “iya, nggak harus sakit yang sama untuk sembuh kuat”

    “jadi?”

    “apa”

    “ditulisin ceritanya”

    “nggak tau, lihat nanti saja, dicoba tapi nggak janji cepat, bukan skripsi khan?”

    “haha, bukan”

    “jangan CLBK”

    “NGGAAAKKKK”

    Aku tertawa, dia juga.

    JIKA RASAMU TERASA HAMBAR SAJA

    Sesekali rasa yang kamu miliki untuknya mungkin terasa hambar, sesekali tak ada yang istimewa; berjalan amat datar, lalu kamu merasa harus bertanya, ini kenapa?

    Hai kamu, terkadang di suatu kadang-kadang yang amat jarang sesekali akupun merasakan demikian, di titik itu aku masih sangat yakin bahwa sebenarnya rasa sayang untuknya tak sedikitpun berkurang, hanya kita butuh skenario yang lebih baik untuk mengusir hambar dari segala keterikatan kita. Kuharap kamu sepemikiran, meski itu hal biasa namun jika kita abaikan maka mimpi kita dipertaruhkan, mungkin saja segala usaha kita menumbuhkan dan memperjuangkan asa akan semakin layu, lalu mati perlahan. Aku tak ingin demikian.

    Mungkin kita butuh sesekali lepas kerjaanmu, diapun lari dari pekerjaannya, nggak harus nunggu libur, nggak perlu nunggu weekend, seinginnya kalian saja sekedar bertemu di sebuah tempat makan yang pesannya boleh sedikit tapi duduknya bisa berjam-jam, kau boleh bilang “jangan sentuh dulu, bentar aku foto buat upload”, iya kamu foto pesanan kalian buat upload kapan-kapan karena nggak mungkin kamu upload saat itu karena kalian sama-sama bolos kerja. Lalu kalian boleh saling tukar pesanan seperti biasanya. Kau meminum minumannya sementara dia mencicipi makananamu. Kamu sisihkan semua cabai makanannya yang kau ambil ke piringmu, kau makan seolah kamu bilang “cemen, masa cowok nggak suka pedas”. Oh ya, banyak hal yang bisa kamu ceritakan dan dia dengarkan, aku masih yakin kamu pencerita yang sangat cerewet jika harus menguraikan apa-apa yang ingin kau ceritakan.

    Mungkin kamu butuh minta, minta padanya apa yang harus diperbuat, kadang ada hal yang masih sungkan kau sampaikan sementara dia tidak tau apa yang harus dilakukan. Jika Bahasa lisan mengekangmu, percayalah dalam komunikasi tak pernah ada batasan media yang kamu gunakan, kau boleh tulis dalam chat ponselmu atau di secarik kertas, kuharap jangan penuh dengan kode yang masih bias untuk dimaknai, sederhana saja, bahasa rindu, bahasa kamu yang dia kenal. Namun hindari bikin uploadan yang multitafsir di orang lain, bagaimanapun kita tidak pernah tau dalamnya kecerdasan mereka yang membaca setiap uploadanmu, mereka kadang kejam menghakimi apapun menurut versinya masing-masing.

    Mungkin kamu butuh mencari kata-kata gombal yang pas untuknya, tak apa menggombali seseorang yang memang pantas untuk digombali secara tulus, mungkin saja gombal kepura-puraan dan berlebih di matamu, tapi coba aja.. coba berpura-pura kamu sangat kangen, berpura-pura kamu mencari, berpura-pura kamu menunggu, berpura-pura kamu berharap banyak; untuk tujuan baik kukira pada akhirnya kepura-puraan yang kau perbuat nanti akan luluh lebur dan hilang, bukankah setelah tertaut menjadi sayang semua kepura-puraan akan hilang?

    Atau mungkin kamu butuh jeda, butuh jarak, sedikit menjauh sementara waktu, tak apa.. menjauhlah. Mundur beberapa langkah untuk maju puluhan langkah kukira tak salah. Beri kabar dia bahwa kamu butuh sendiri, jangan dicari, tetapi yakinkan bahwa dalam waktu tak lama pasti kembali, yakinkan bahwa jeda tak akan membuat satupun spesies sepertinya menggantikan posisinya saat ini. Lalu setelah itu tenggelamkan dirimu dalam sepi, dalam sendiri, lakukan apa yang memang harus kamu lakukan. Dari jeda orang tau pentingnya seseorang, dari jarak orang tau rasanya rindu. Ada yang kurang jika tidak ada dia, yach setidaknya kamu akan menemukan beberapa hal kecil yang tidak bisa dilakukan siapapun kecuali dia.

    Adakalanya rasamu akan terasa hambar saja, tak apa itu hal yang wajar, kamu punya alasan untuk itu, tapi kamupun punya banyak alasan lain untuk merubah hambar menjadi tautan seerat-eratnya seperti hal yang biasa kau lakukan setiap hari kepadanya. Kamu masih mencintainya khan?

    BACALAH JIKA RINDU

    Sekali lagi kau memintaku menulis jika aku sedang merindukanmu. Lagian kau benar, mana bisa aku menulis tanpa mengingatmu, tulisanku tiba di kebuntuan tanpa kamu, kamu seolah jadi pemandu otakku bekerja, jadi pemandu jariku bergerak memijit tombol demi tombol di keyboard, meski aku nggak pernah tau apa jadinya tulisanku, aku cuma tau dengan mengingatmu jariku bekerja dengan baik.

    Lewat tulisan ini, jika kamu memintaku menulis saat merindukanmu, maka akupun memintamu membaca tulisanku jika kamu sedang rindu. Kurasa akan jadi perpaduan yang indah jika rindu dipertemukan, kita bisa loncat bersama sesaat, menautkan kembali rasa yang mungkin kadang memudar, mempertemukan mimpi apapun kenyataannya. Aku menyapamu dalam rindu melalui tulisan, kamu menyapaku dalam rindu dengan membacanya. Adil khan?

    Ini tulisan bukan sajak kekasih, yang mungkin tak ada kriteria yang tersurat jelas, memang aku tidak mau terkurung dalam nada apapun, aku sudah memutuskan tak peduli tulisanku akan indah atau biasa saja, bahkan mungkin buruk. Aku hanya sedang bicara mengungkapkan rindu, aku tulis apapun yang kukenang tentangmu, yang mungkin saat aku bicara kamu sedang tidak rindu, tidak apa-apa wanitaku, nanti hanya saat kamu rindu, temui aku di sini, dalam tulisan ini. Aku tau merindukan sesuatu kadang membuat dada lebih sesak dari biasanya, temui aku di sini, berkali-kali saat kamu sedang rindu. Siapa tau pesan rinduku tersampaikan sempurna padamu, kamu boleh sesekali menarik nafas dalam, menutupkan mata dan menghadirkan aku dalam ruang kenangmu, sebagaimana yang kulakukan saat menulis, iya akupun sesekali menghentikan jariku yang bergerak, lalu menghela nafas dalam, menutup mata, menghadirkan sosokmu, dan saat kamu sudah hadir dalam mata yang tertutup itu, aku bilang dengan lirih “Aku rindu kamu, wanitaku”, disana kau tersenyum dengan simpulan kedamaian yang luar biasa, senyum yang sangat indah.

    Saat kamu menemukan tulisan ini, membacanya, aku mungkin sedang tidak rindu-rindu benar padamu, tapi saat aku tengah menulisnya, aku sedang sangat rindu padamu. Sama-sama rindu tapi bobotnya berbeda, ah kamu nggak usah berkecil hati, setidak-tidaknya aku rindu kamu.. aku pasti sedang rindu.

    Apa kau sedang baik-baik saja? Aku berdoa untukmu agar selalu baik-baik saja, tanganku jauh aku hanya bisa memelukmu dalam doa, dan berharap menguatkan tangan-tangan di sekitarmu untuk membuatmu baik-baik saja saat kamu sedang tidak baik-baik saja.

    Banyak yang dipertemukan lalu bersama, banyak yang dipertemukan tak bisa bersama, banyak yang merindukan dengan mudahnya bertemu, banyak juga yang merindukan tak pernah bisa bertemu. Kau boleh pilih yang manapun selama kau suka, setidaknya aku sudah tau cara yang harus kulakukan saat merindukanmu, menulis; kuharap kamu tau cara yang harus kau lakukan saat kamu merindukanku, membaca.

    AKU PERGI

    Aku pergi ya, sepertinya perjumpaan kita hanya sampai di sini, di persimpangan ini, ternyata jalan yang akan kita lalui harus berbeda. Jangan menangis, akupun akan berusaha tidak, sebagaimana kita berjumpa diiringi rasa harap begitupun kuharap perpisahan harus diiringi dengan rasa harap juga.

    Sini tanganmu, biar kugenggam dulu; Tangan halus yang senantiasa kucari saat aku terperosok selama ini, tangan yang selalu membelai hangat dalam resah yang sesak, tangan yang jail dengan cubitannya saat kamu terpojok dalam candaanku, tangan yang kugandeng dan kupamerkan pada dunia bahwa inilah tangan yang nyambung dengan tulang rusukku yang hilang. Sini sebentar, biar kugenggam sesaat.

    Sini matamu, biar kutatap lekat dulu; Mata biasa yang mampu menghancurkan segala egoku, mata yang sorot tajamnya justru bisa meneduhkan, mata yang sering kutatap saat pulang penuh lelah dari serangkaian aktivitas di luar sana lalu setelahnya energi kecil bertumpuk sedikit-sedikit, memaksa keletihan pergi. Sini matamu sebentar, biar kutatap lekat terlebih dulu.

    Sini kepalamu, biar ku elus dulu; kepala yang di depanku isinya selalu sombong, ambisius, lucu, kekanak-kanakan, dewasa, cemburuan, apatis, dan sebanyak sifat lain yang muncul setiap hari, kamu memang hebat dalam memerankan peran, kapan dan dimana setiap sifat-sifat itu bisa kau perankan. Sini kuelus sebentar, kuacak rambutmu terakhir kali.

    Dulu kita bercerita banyak, tentang masa depan, yang kini kita tau ternyata masa depan kita berbeda. Kini kita harus membuat cerita baru dengan orang lain, kisah-kisah baru, harapan-harapan baru. Kita sudah bicara banyak hal tentang kenapa dan karena apa, kukira semua sudah kita pahami bersama, andaipun belum aku yakin setahun dua tahun, atau bertahun-tahun kemudian kita akan saling paham kenapa kita berpisah.

    Aku pergi ya, biar sekarang kulepas genggaman tanganmu, kupalingkan tatap lekat dari matamu, kusudahi elusan di kepalamu, kurapikan sisa rambutmu yang masih berantakan sisa elusan terakhir. Jangan menangis, wanita itu harus kuat, biar tidak direndahkan.

    Aku pergi ya, jaga dirimu baik-baik.

     

    ———–

    Kubilang juga padaku, Jangan menangis, laki-laki itu harus kuat, biar tidak direndahkan. Dan aku benci aku mengatakan itu kepada aku di saat seperti ini.

     

     

    Kreator : Pipin Piniman

    Bagikan ke

    Comment Closed: Celoteh Dua Jari

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021