Tidak terasa, tahun ini adalah tahun ke 40, Papa, Mama juga Dik Erry meninggalkan Aku dan Mas Eko. Serasa baru kemarin, kami masih berbahagia bersama berlima di rumah kami yang tenang dan nyaman di Simomulyo Baru, Ngesong Surabaya. Masih segar dalam ingatan, semua hal yang Papa, Mama dan Dik Erry lakukan dalam kehidupan keluarga kecil kami. Rasanya, tak akan terlupa sampai akhir masa.
Alhamdulillah, 10 Juni 1993, Aku menikah di rumah Simo yang Papa dan Mama tinggalkan. Qodarullah, Allahu Akbar, aku menikah dengan Mas Ilmi yang ternyata adalah murid Papa di SMA. Mas Ilmi pernah bercerita padaku, kalau dulu, di awal tahun 1980-an, ia pernah silaturahmi ke rumah dalam kapasitas Mas Ilmi sebagai Ketua OSIS yang akan memusyawarahkan kegiatan sekolah bersama Bapak Kepala Sekolahnya. Ternyata, memang hidup ini penuh misteri. Ternyata, mantan murid Papa ini yang menjadi anak menantu lelaki beliau. Alhamdulillah, dariku, Papa dan Mama menjadi Opa dan Oma dari tujuh cucu. Tiga cucu laki-laki, yaitu Kamal, Bilal, dan Alif. Empat cucu perempuan, yakni Mila, Alsa, Lala, dan Khadijah.
Kamal, sungguh membawa ‘Ambon Manise’ dari Papa. Wajahnya ganteng, manis, dengan rambut hitam dan tebal seperti rambut Papa. Hidungnya juga mancung seperti beliau. Bibirnya juga belah seperti bibir Papa. Kalau Mila, yang nomor dua, justru lebih mirip wajah Mas Eko. Ia tinggi, besar dan pintar memasak. Walau kadang suka meledak-ledak, tetapi ia adalah gadis yang lembut hati dan nggak tegaan pada orang yang membutuhkan seperti Papa dan Mama juga Umi dan Abi-nya. Nah, si nomor tiga ini, ia lebih condong seperti keluarga Banjarmasin. Kulitnya kuning bersih dengan hidung mancung dan alis mata tebal dan hitam. Ini cucu Papa yang orangnya detail dan rapi. Sekarang ia yang membantu Abi-nya menjalankan roda usaha keluarga di toko bahan bangunan. Pintar juga ia mengelola usaha ini. Tertib dan disiplin dalam urusan hutang dan piutang.
Menyusul berikutnya, yang nomor empat, namanya Alsa. Ini cucu cewek Papa dan Mama yang ‘pleg’ orang Ambon. Kulitnya cenderung gelap. Namun, wajah dan senyumnya sungguh manis seperti senyum papa yang selalu aku ingat hingga kini. Ia yang paling kalem di antara empat anak cewekku. Saking kalemnya, sampai-sampai di rumah, ia punya julukan keren, Mbak Alsa Si Putri Solo. Hebatnya, Alsa ini baik hati dan nggak gampang sakit hati walau kadang suka dikerjain kakak-kakaknya. Yang nomor lima, cewek lagi. Nama panggilan aslinya adalah Lala. Tetapi, kami lebih terbiasa memanggilnya dengan ‘CAPO’. Gadis cantik yang pemalu padahal ia punya potensi mudah dalam menghafal ayat-ayat Allah. Sampai saat ini, di antara mereka bertujuh, yang paling banyak celengan hafalannya ya Si Capo ini. Capo pula gadis kecilku yang hidupnya penuh drama. Lain waktu saja, aku akan bercerita tentang perjalanan hidup Capo yang penuh derai air mata.
Cowok terkecilku, Alif namanya. Ia yang kayaknya bawa gen Opa Buyutnya, Teta Haji Baba Abubakar Payapo, kecil mungil tubuhnya. Namun, meski mungil, ia seorang pemain futsal yang lincah dan gesit, lho. Sekarang, ia sudah kelas IX SMP di Pondok Pesantren Al Irsyad, Batu. Alhamdulillah, saat lulus SD, ia sudah menjaga lima juz hafalan Al Quran-nya. Nambah 1 juz saat ia mondok setahun di Al Fitrah Quran School. Ia punya cita-cita besar yang mulia, menjadi ulama dan imam besar di Masjidil Haram. Semoga tercapai cita-citanya. Aamiin ya Rabbal’alamiin.
Si bungsu kami, gadis kecil nan lucu. Namanya Khadijah Ash Shalihah Ilmi dan sekarang sudah duduk di kelas VIII di SMP Muhammadiyah 9 Gondanglegi Malang. Ia sekalian mondok di Pondok Pesantren Entrepreneur Muhammadiyah Gondanglegi Malang. Ia gadis kecil yang manis dengan wajah lonjongnya dan bibir belahnya. Sekarang, ia sudah setinggi uminya. Ia yang mengikuti jejakku, punya minat di kerajinan tangan (menyulam dan merajut). Ia punya jiwa seni yang tinggi dan kreatif. Ada aja ide yang berkelebat di batok kepalanya. Setelahnya, ia langsung action mewujudkan ide cemerlangnya itu. Ia juga yang mengikuti hobi kita yang lain, menulis. Jika kubaca tulisannya yang bercerita tentang pengalamannya sehari-hari, rasanya pengen ketawa sendiri dalam hati karena seperti melihat diriku dalam dirinya. Gaya menulisnya seperti orang yang sedang bercerita, runtut dan jelas. Semoga kelak aktivitas menulis ini yang dapat mengantarnya melihat indahnya dunia, bumi Allah yang lainnya. Aamiin ya Rabbal’alamiin.
Nah, kalau Mas Eko, qodarullah, berjodoh dengan teman kuliahku tetapi lain jurusan. Kalau aku kan kuliahnya di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Bahasa dan Seni Indonesia IKIP Surabaya (meneruskan perjuangan Papa dan Mama sebagai pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia). Kalau mbak Ruro, di jurusan Pendidikan Matematika. Orang dari Sungonlegowo Bungah Gresik. Ketemunya, ya waktu Mbak Ruro jadi panitia penerima tamu saat aku menikah. Alhamdulillah, dari Mas Eko, Papa dan Mama punya empat cucu yang semuanya cowok keren. Yang pertama, Bang Yayak percis Opa. Ya badannya, ya mukanya, ya rambut ikalnya. Nomor dua, Bang Razaq. Nomor tiga, Bang Haqqi yang rupanya menjadi penerus Papa, cerdas bahasa. Sering ikut lomba menulis puisi dan membaca puisi. Kalau yang nomor empat, Bang Raka, sudah kelas IX di SMP Pondok Pesantren Al Irsyad 7 Tengaran Batu, bersama anak keenam-ku, si Alif.
Sekian dulu ya cerita tentangku dan Mas Eko, bersama anak-anak dan cucu-cucu kami.
Kreator : Maryam Damayanti Payapo
Comment Closed: Cerita tentang Kami
Sorry, comment are closed for this post.