Beberapa menit kemudian.
“Kopi latte dingin untuk pembeli pertama di hari yang cerah ini segera datang, untuk orang yang spesial!” seru Gavin sembari membawa segelas kopi pesanan pelanggan pertamanya.
“Nih, Tuan, silahkan dinikmati.” lanjutnya kembali, sembari menyodorkan gelas kopi dingin yang ada di tangannya.
“Eh, sumpah ya, Gav! Lo alay banget tau! Jijik gue liatnya!” keluh Melody melihat tingkah Gavin yang menurut gadis itu sangat-sangat lebay.
“Huuusstt … Berisik, lo!” balas Gavin tak mau kalah, sembari menutup mulut Melody yang sedang cemberut.
“Yang penting dia mau beli di sini, kan lumayan. Penglaris hari ini,” lanjutnya lagi.
Setelah berucap seperti itu kepada Melody, barista laki-laki itu segera membuka kamera ponsel yang sedari tadi sudah berada di genggaman tangannya.
“Iya, gitu. Deketan dikit napa, Mel! Iya, cakep tuh.” satu jempol teracung ke udara. Menandakan kamera siap membidik objek di depannya.
“Satu, dua, tiga!” instruksi Gavin kepada dua orang yang ada di hadapannya.
Masih saja raut wajah Melody sama sekali tak berubah sedikitpun, masih seperti awal. Tapi tidak dengan anak SMA itu, dia tetap masih tersenyum. Suara dari hp yang dipegang Gavin begitu nyaring terdengar beberapa kali. Seraya anak laki-laki itu menginstruksikan model yang sedang berpose. Mirip seperti fotografer profesional.
Gavin merasa senang membidiknya, tapi tidak dengan Melody. Padahal terlihat jelas raut wajah Melody menunjukkan kekesalannya. Tangan Melody mulai mengepal, seakan ingin menghantam wajah barista laki-laki yang ada di hadapannya detik itu juga. Mungkin kalau tidak ada hukum, sudah pasti kepalan tangan itu sudah melayang ke area wajah Gavin. Bisa-bisa, dijadikan samsak tinju oleh Melody.
***
Setelah selesai, laki-laki berseragam putih abu-abu itu langsung pergi dengan muka merah merona yang sangat kesenangan. Mungkin ia merasa bahagia bisa berfoto sama idolanya, Melody.
Lelaki mana yang tidak tertarik dan jatuh hati akan kecantikan seorang Melody. Kulit putih, rambut hitam sedikit bergelombang. Dengan postur tubuh yang ramping dan sedikit agak tinggi. Siapapun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta.
“Cie yang abis foto sama fans. Fans apa calon pacar?” goda Gavin dengan nada mengejek, sembari mencolek bahu Melody.
Dengan sigap Melody menghempaskan jauh-jauh tangan lelaki yang telah membuat darah di kepalanya naik secara drastis.
Terlihat sekali dari raut wajah Melody yang memerah, bibir yang menyungging, mata melotot. Pertanda ia sangat geram atas apa yang Gavin lakukan tadi. Melody mencoba mengoptimalkan pernapasannya yang sedikit tersendat gegara bocah tengik satu ini yang membuat pagi hari Leora kali ini begitu menyebalkan.
“Ini semua gara-gara, lo!” Melody mengalihkan pandangannya ke arah Gavin, serta jari telunjuknya lurus menunjuk dada bidang laki-laki di hadapannya. Melody sedikit kesal kepada Gavin, ia melampiaskan kekesalannya dengan cara marah-marah tepat di depan matanya Gavin.
Kedua bola mata Melody membulat kemerahan, lalu maju beberapa langkah sehingga mereka berdua jadi lebih dekat. Detik berikutnya, Melody mengangkat kedua tangannya dan meremas kerah baju laki-laki di hadapannya. Sehingga Gavin sedikit tertarik ke depan. Alhasil membuat mereka semakin dekat dan mata mereka saling tatap. Bagi Melody tatapan penuh kebencian, tapi tidak dengan Gavin yang mengartikannya ini semua sebuah keindahan. Momen langka yang jarang banget terjadi.
Napas keduanya memburu, lalu Melody memberikan bibir sinisnya, sedangkan Gavin mengulas senyum bahagia.
“Mel, lo kalau lagi marah, jadi makin cantik aja,” puji Gavin.
“Cih, modus banget lo!”
Melody melepaskan cengkramannya dengan kasar, sehingga Gavin sedikit terhuyung. Setelahnya ia berkacak pinggang, lalu berucap kembali masih tepat di hadapan Gavin yang menunjukkan muka tanpa dosa.
“Pokoknya, ini peringatan terakhir! Sampe lo kaya tadi lagi? Nggak segan gue … gue bakalan jadiin lo adonan donat.” Melody mempertegas ucapannya.
“Ihhh … atut!” Gavin memundurkan tubuhnya berapa langkah.
“Buset dah! kejam amat lo ama gue, Mel,” tambahnya setelah sedikit jauh dari gadis yang saat ini menjadi list yang akan ia kejar cintanya.
Gavin benar-benar terkejut dengan ancaman Melody. Tapi ia menyikapinya dengan santai serta terus mengukir senyum di bibirnya. Alih-alih takut, Gavin malah merasa senang. Meskipun tiap bertemu dengan Melody harus berdebat, itu tidak masalah baginya. Yang penting bisa bercanda dengan orang yang ia suka.
Kreator : Suryana
Comment Closed: Cherry Blossom in the Sky Bab 2
Sorry, comment are closed for this post.