“Mbak Niaaa…, awaaas…!” Seru Mas Tito sambil menarik tubuhku, melindungiku dengan merapatkan tubuh kami ke tebing di atas air terjun untuk menghindari reruntuhan tanah dan kerikil dari atas tebing.
Setelah tak terdengar lagi suara reruntuhan, aku membuka mataku dan terkejut mendapati Mas Tito memelukku erat. Spontan kulepaskan pelukannya dengan tersipu malu. Sejenak kami salah tingkah. Kemudian aku tersadar kalau kening Tito berdarah karena terkena batu kerikil saat melindungiku tadi.
“Yaa Allah, Mas Tito. Keningmu berdarah!” seruku dengan nada penuh kekwatiran.
Kuusap pelan darah di keningnya dengan ujung jempolku. Sejenak netra kami saling mengunci. Sejurus kemudian kami saling tersenyum gugup.
“Maaf, keningmu terluka,” kataku sambil menjauh darinya.
“Terima kasih, Nia,” jawab Mas Tito, dengan suara bergetar sedikit terbata. Akhirnya kami pun melanjutkan langkah menaiki jalan setapak tanpa bersuara.
“Niaaa…, Mas Tito…, kalian tidak apa-apa?” teriak Rista dan kawan-kawan dari atas tebing.
“Aman, Mbak…!” jawab Mas Tito sambil mengacungkan jempolnya.
Sejak kejadian dari air terjun itu kami semakin akrab. Bahagia melingkupi hatiku jika bertemu dengannya. Dan hari-hari terasa begitu indah. Dia selalu mendampingiku setiap aku dan Rista sahabat karibku mendapat job bermain voli di klub lain pada malam hari. Kecuali malam hari ini, karena dia ada seminar kedokteran di luar kota.
“Nia… Kamu pacaran dengan Mas Tito ya? Kulihat dia selalu mengikutimu kemanapun kita pergi.” tanya Rista di saat kami selesai bertanding voli. Aku tergagap mendapat pertanyaan mendadak dari Rista.
“Eh, oh, itu… aku tidak tahu, Ris.” jawabku. Karena memang kami tidak pernah saling mengutarakan isi hati kami.
“Aneh kalian ini. Apa dia tidak pernah menyatakan sesuatu padamu, Nia?” lanjut Rista.
“Tidak pernah.” jawabku singkat sambil melepas sepatu Mizuno-ku.
“Terus, perasaanmu sendiri terhadapnya bagaimana?” tanya Rista lagi.
“Jujur, aku suka banget kalau ketemu dia, dan ada rasa berdebar-debar kalau dekat dengannya.” jawabku jujur.
“Itu tandanya kamu menyukainya, atau bahkan mencintainya Nia.” tukas Rista.
“Apa begitu ya, Ris. Karena ini baru pertama kali aku merasakan ini kepada seorang pria.” jawabku balik bertanya, menghentikan aktivitasku kemudian menatap Rista, sahabatku.
“Kamu harus meminta kepastian padanya, Nia. Sebentar lagi kamu kuliah ke luar kota!” tegas Rista, sambil menepuk pipiku. “Kulihat Mas Tito orangnya baik, perhatian banget padamu, sudah mapan juga,” lanjut Rista. Aku terdiam, menggaruk keningku yang tidak gatal.
Kami berdua pun akhirnya mengemasi dan memasukkan sepatu dan kaos voli ke dalam tas kami masing-masing, kemudian bergegas pulang dengan berboncengan motor merah milik Indah. Kupeluk erat pinggang Rista, ku sandarkan kepala di punggungnya. Ingatanku melayang pada saat-saat aku bersama Mas Tito, dan itu membuatku berkali-kali tersenyum sendiri. Hingga tak terasa kami sudah tiba di halaman rumahku.
“Nia…, sudah sampai! Kamu tidur ya, dari tadi tidak bersuara?” Panggil Rista, sambil menepuk pahaku. Aku tergagap dan tersadar dari lamunanku.
“Eh… oh…, sudah sampai ya…” jawabku sambil turun dari motor Rista.” Terima kasih Ris, kamu langsung pulang atau menginap disini saja, besok kan libur?” lanjutku.
“Langsung pulang saja, Nia. Kasihan ibuku sendirian, ayah ke luar kota. Kamu langsung tidur jangan banyak melamun. Selamat tidur, semoga bermimpi ketemu Mas Tito, daa…!” Kata Indah, sambil nyengir, sebelum melajukan motornya meninggalkan halaman rumahku. Ku pandangi motor Rista sampai hilang ditelan gelap malam, kemudian segera kuseret langkah memasuki rumah dan menuju kamar tidurku.
Setelah membersihkan diri, kurebahkan tubuh di atas ranjang. Kata-kata Rista yang menyarankanku untuk meminta kepastian kepada Mas Tito terus terngiang-ngiang, hingga membuatku kelimpungan susah tidur. “Benarkah aku mencintai Mas Tito? Benarkah Mas Tito mencintaiku juga…?” batinku berperang dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk, hingga akhirnya membuatku terlelap bersama berjuta tanya yang belum terjawab.
Kreator : Niken Nuruwati
Comment Closed: CINTA DALAM DIAM
Sorry, comment are closed for this post.