KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Cinta Pertama

    Cinta Pertama

    BY 29 Des 2022 Dilihat: 146 kali

    Oleh : Nurkaisah Moka

    Aku pernah berharap akan menikah dengan pria asing berkulit putih. Impianku itu mungkin dikarenakan pendapatku yang melihat orang bule itu smart dan penuh pengertian. Hal itu wajar untuk ukuran gadis belia  sepertiku kala itu. 

    Aku lahir dan besar di Makassar hanya saja aku jarang sekali menyukai pemuda dari suku Makassar ataupun suku lain yang ada di Sulawesi dalam hubungan relationship. Aku berpendapat umumnya pemuda di sana arogan dan mau menang sendiri terhadap wanita, sedang aku tau, aku paling tidak suka diperlakukan seperti itu. Maka dalam pergaulan di mana pun baik di lingkungan rumah, sekolah/kampus maupun di lingkungan organisasi, sangat jarang aku tertarik terhadap lawan jenisku. Ini sebab pria yang ada disekitarku pada umumnya pria dari Makassar. Kalaupun sempat aku tertarik pada seorang laki-laki, itu karena laki-laki tersebut smart dan berkulit terang. Haa haa … aku tidak pernah tertarik kepada laki-laki berkulit gelap. Kecuali kalau senyumnya manis, tentu saja. Seingatku aku tidak pernah suka pada seorang laki-laki dikarenakan dia kaya, atau berkelimpahan harta. Apalagi kalau kekayaannya berasal dari orangtuanya. Bagiku itu bukan suatu daya tarik. Meskipun demikian kalau dia baik hati aku dan sopan aku mau berteman. Hanya berteman saja.

    Seiring dengan makin baiknya pengetahuan agamaku, kriteriaku tentang pemuda idaman berubah cukup signifikan. Ketertarikanku  terhadap mereka cenderung karena  kecerdasan  spiritualnya. Penilaian fisik tidak lagi jadi prioritas utama. Tetapi tetap saja aku tidak menyukai pria dari Suku Makassar. Aku lebih menyukai pria dari  Suku Jawa. Aku melihat laki-laki Jawa sangat pengertian terhadap istrinya. Aku menilai laki-laki dari Suku Jawa suka membantu dan bahasanya sangat sopan. Itulah yang membuatku berangan-angan punya suami dari Suku Jawa.

     Aku teringat, ketika masih jadi siswa Sekolah Menengah Pertama, aku jatuh cinta kepada seorang cowok keturunan Arab yang sering lewat di depan kelasku meski aku tak tau namanya.

    Aku sekolah di Tsanawiyah dan dia sekolah di Aliyah. Seperti umumnya orang Arab, cowok itu berpostur tinggi, berkulit putih, bermata tajam dan senyumnya sangat manis. Ma shaa Allah, kalau do’i lewat di depan kelas rasanya jantungku berdegup kencang dan hatiku dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Bahagia… Aku menikmati nya dalam bisu. Aku tak pernah mengutarakan perasaan ini terhadap  siapa pun. Allah lah yang tau bagaimana remaja ini sedang jatuh cinta.  

    Suatu pagi aku tiba di sekolah lebih awal. Aku berdiri di depan kelas seorang diri, tau-tau dari ujung koridor do’i sedang berjalan melintas di depanku. Aku dengan sangat malu tersenyum tipis ke arahnya dan… Dia tersenyum sangat sopan ke arahku. Manis sekali. Demi Allah, itu adalah kali pertama aku merasa bahagia tak terkira disebabkan oleh seorang cowok. Perasaan bahagia itu terbawa sampai di rumah. Aku sangat bersemangat mengerjakan pekerjaan rumah yang ditugaskan kepadaku. Alangkah dahsyatnya pengaruhnya.

    Setelah hari bahagia itu aku sudah sangat jarang melihatnya. Hanya sekali-sekali saja aku melihatnya. Itupun hanya sekilas. Kami tak pernah lagi bertemu pandang. Sampai suatu ketika aku mendengar  dari temanku bahwa do’i sudah pindah, tidak lagi sekolah di Madrasah Aliya. Ya Allah, diam-diam aku merasakan kehilangan yang sangat dalam. Hatiku hampa, merana dan  hari-hariku berjalan dengan tidak  bergairah selama beberapa lama.

    Mungkin itu salah sebab, aku tidak pernah jatuh cinta kepada seorang laki-laki setelahnya. Aku masih sangat mendambakan lelaki pujaanku itu  hadir dalam kehidupanku.

    Beberapa  puluh tahun kemudian aku baru menyadari bahwa sesungguhnya Allah “melindungiku” dengan caranya yang sungguh sangat lembut.  Disebabkan patah hati yang aku alami itu, aku sama sekali tidak tertarik untuk menerima perhatian seorang lelaki. Dalam anganku, lelaki pujaanku  selalu jauh dengan lelaki yang hadir dalam kenyataan. Ini yang membuatku selalu menepis perhatian mereka. Semua itu  membuatku selamat tidak mengalami masa pacaran dimasa gadisku..

    Kehidupan asmaraku pernah hampir tercipta ketika seorang sahabat penaku datang ke rumah. Dia seorang Insinyur teknik yang bekerja di Pabrik Gula, seorang pemuda Jawa. Sebenarnya dia bukankah pemuda yang kuidamkan, selain dia berkulit gelap, dia juga jauh dari kata ganteng menurut panilaianku namun karena dia telaten mengunjungi sekali sebulan maka lambat laun  aku mau juga menerima perhatiannya.

    Mau dalam arti, aku mau menemuinya ketika dia datang berkunjung ke rumah dan ngobrol berjam-jam lamanya. Banyak hal yang kami omongi. Tetapi inti dari semua percakapan kami adalah, dia hanya ingin menyampaikan bahwa dia butuh perhatian dan pengertian dariku. Kala itu aku mengartikan perhatian dan pengertian telah aku berikan dengan mau menemaninya selama berjam-berjam di ruang tamu rumahku. Hanya itu.

    Aku menyangka dia pun demikian adanya sampai pada kunjungan yang kesekian kalinya niat mesumnya mulai tercium.

    Awalnya dia mengatakan ingin bertunangan denganku. Waktu itu aku hanya tersenyum. Dalam hati aku berkata, apa dia tidak tau betapa “mahalnya” gadis Makassar yang dia ingin pinang ini? Aku membiarkan dia berangan-angan dan tidak menjawab. Mungkin karena aku hanya tersenyum dalam diam dia menyangka aku bersedia menerima tawarannya.

    Kami kemudian diam tak berkata-kata untuk sekian menit tau-tau dia sudah meraih tanganku dan meremasnya dengan lembut. Aku yang tak pernah disentuh lain jenis tentu saja merasa asing, aneh dibuatnya. Tubuhku tiba-tiba perlahan menjadi dingin dan lemes. Aku tak tau itu apa namanya. Melihat aku seperti terbuai dia lalu mencondongkan wajahnya di depanku dan bibirnya mendekati bibirku.

    Untuk sekian detik aku merasakan dia mengulum bibirku dan… akh!

    Aku mendorong dadanya cukup keras dengan kedua tanganku.

    Aku merasa jijik luar biasa. Tubuhku lunglai tak bertenaga tetapi perasaan marah berkobar-kobar dalam dadaku. Berani sekali orang brengsek ini. Jelas sekali dia tidak menghargai diriku.

    Aku tak tau apa yang dia rasakan setelah penolakan itu, yang aku ingat kami lalu diam membisu hampir setengah jam. 

    Aku tak bisa lagi berusaha untuk bersikap manis. Aku muak melihatnya, aku tak sudi lagi mengalihkan pandanganku kepadanya. Aku ingin dia tau, aku sangat “terluka” atas sikap lancangnya tadi. Aku ingin dia segera enyah dari depanku.

    “Aku pulang, Ti,” katanya lemah.

    “Ya, pulanglah,” jawabku dingin tanpa melihatnya.

    “ Maafkan aku…” suaranya terdengar bersalah.

    Aku hanya menarik nafas dan berdiri.

    “Pulanglah,” kataku tanpa perasaan. Dia hanya mengangguk pelan kemudian menundukkan kepala.

    Aku lalu meninggalkannya sendiri di ruang tamu dan tak peduli lagi bagaimana dia pamit ke penghuni rumah saat itu.

    Setahun kemudian barulah aku bertemu dengan pemuda dambaanku. Seorang cowok ganteng dari Jogja. Tetapi  anehnya selama puluhan tahun aku bersamanya aku tidak pernah merasakan bagaimana nikmatnya berciuman itu. Aku berpikir apakah itu akibat keperawanan bibirku sudah diambil oleh pria brengsek itu? 

    Subhanallah, sungguh aku baru mengerti apa makna dari firman Allah, “janganlah engkau mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah seburuk-buruknya jalan.”


    Bagikan ke

    Comment Closed: Cinta Pertama

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021