Bersyukur atas nikmat Tuhan tak kan pernah memalingkan haluan, jika niat dan ketulusan melampaui semua tahapan. Tahapan kehidupan manusia dengan segala titah-Nya yang tiada terduga. Dan yakinlah bahwa semua usaha takkan mendustai segala asa.
Sebagai pasangan muda yang berjibaku dalam membangun mahligai rumah tangga tampaknya banyak tantangan. Pada era yang kian merambah ke depan di setiap zaman. Sudah tidak asing lagi bahwa masa kini pasangan suami istri harus bekerja keduanya.
Ketika komitmen awal dibangun juga telah ada ikrar saling menguatkan. Pilihan untuk saling mendukung dalam mencari nafkah. Sangat beruntung pula ketika dimampukan memiliki gubug kecil sendiri walau harus teken kontrak mengangsur puluhan tahun. Itupun sebuah rumah tinggal yang ada di pinggiran kota.
Jarak tempuh untuk mencapai tempat kerja pun bisa puluhan kilometer. Alat transportasi yang lazim dimiliki pasangan muda sederhana hanyalah kendaraan roda dua. Itupun juga sudah sangat bersyukur. Pasangan baru saja setahun menikah, bisa mengangsur rumah, diawali dengan membeli transportasi pribadi roda dua tersebut. Begitulah modal awal perjuangan bersama.
Idealisme membangun rumah tangga bersama dalam suka duka menjadi prinsip hidup. Perputaran roda kehidupan sejalan dengan tujuan berkeluarga adalah mendapatkan keturunan. Meskipun rahasia Tuhan pula, kapan mendapatkannya. Amanah keturunan menjadi suratan tangan Tuhan.
Ketika Tuhan izinkan dan percayakan kepada pasangan untuk memperoleh keturunan, mulailah babagan baru. Yang biasanya irama tiap hari hanya berdua, pagi berangkat kerja dan sore pulang kerja, berboncengan dengan kendaraan roda dua tanpa ada tanggung jawab orang ketiga. Ya, Sang Buah Hati yang mulai membersamai. Dengan siapa dia harus ditinggalkan kerja?
Fenomena itu sebagian besar dialami para pasangan muda. Sangat beruntung bagi yang masih memiliki orang tua alias kakek nenek Sang Bayi. Apalagi bila kakek nenek tinggal di satu kota atau satu wilayah atau berdekatan. Begitulah satu pengalaman yang tiada terelakkan. Kakek nenek yang menjadi tumpuan. Meskipun di usia renta, mereka sangat bahagia mengasuh Sang Cucu. Kembali pada prinsip bahwa tak ingin anak diasuh orang lain kecuali keluarga terdekatnya. Ya, kakek nenek yang limpahan kasih sayangnya melebihi ayah bundanya. Bahasa Jawanya Simbah menjadi tempat untuk ‘tambah-tambah’.
Prinsip yang kuat untuk ‘kaku’ pada idealisme membangun mahligai rumah tangga sendiri alias mandiri ternyata tak akan tergantikan dengan peran Simbah. Seperti halnya kisah pasangan yang sudah tinggal di rumah sendiri harus berputar haluan tinggal di rumah Simbah ini.
Dengan mengatur rencana bahwa ketika Sang Bayi lahir akan dititipkan Simbahnya. Pagi hari bertiga meluncur ke rumah Simbah dulu, menitipkan bayinya. Sore hari pulang kerja menjemput kembali dan baru pulang ke rumah sendiri. Tiap hari menempuh jarak tiga puluhan kilometer. Hal itu bertahan sampai Sang Bayi usia tujuh bulan. Hingga suatu hari Sang Bayi harus dirawat di sebuah rumah sakit. Dia mengalami diare sampai dehidrasi. Sangat bersyukur Sang Bayi kembali sembuh dan sehat wal afiat. Kata Simbah, kata orang tua zaman dulu; itu karena kena angin tiap hari pergi pulang naik sepeda motor.
Sejak saat itulah keputusan untuk tinggal di rumah Simbah. Tak perlu lagi perjalanan pergi pulang dan menitipkan anak atau cucu. Kelapangan dan kebesaran hati Simbah merawat cucunya harus diimbangi keluasan hati anak serta menantunya. Tak semua menantu bisa menerima keadaan ini.
Tulisan ini mewakili para menantu yang musti siap dan berdamai tinggal bersama mertua, utamanya bagi para anak dan menantu yang sama-sama bekerja. Peran Simbah dalam mengasuh serta merawat cucunya adalah gambaran masa depan anak keturunan dalam sebuah keluarga besar. Kasih sayang Simbah menjadikan penerus keturunan yang senilai dengan penanaman karakter Simbahnya.
Begitulah ibarat coretan pena dalam lembaran asa. Pasangan hidup yang melahirkan keturunan dengan dinamika tugas kerja. Sang anak yang harus dalam pengasuhan Simbah. Jalinan kasih sayang keluarga besar yang terajut dengan benang-benang garis keturunan secara lahir batin terpaut dalam hati nurani yang tiada pernah terputus.
Kisah inspiratif ini hanyalah sebagian kecil coretan pena dalam lembaran asa yang terhampar di muka bumi ini. Ritme pun irama nada kehidupan penuh warna.
Kreator : Dwi astuti
Comment Closed: Coretan Pena dalam Hamparan Asa
Sorry, comment are closed for this post.