Mohammad Fatih dan Angel pulang ke dusun Sri Melati setelah anak mereka berumur lima tahun. Angel yang baru pertama ke Sri Melati begitu takjub dengan kehidupan masyarakat disana walaupun sederhana tapi tenang, bersih. Masjid selalu penuh setiap shalat wajib yang tidak ditemuinya di Swiss. Orang-orangnya ramah, apalagi melihat anak mereka yang ganteng dan cantik, tak henti hentinya orang mengagumi kedua anak itu. Yang paling menarik hati Angel, di dusun ini rata-rata memakai rumah kayu panggung tapi beda dengan rumah kayu di Swiss. Kalau disini rumah panggung untuk mengantisipasi banjir, di Swiss untuk menahan dingin, angin dan salju. Lebar dan bentuk atapnya miring agar salju tidak menumpuk di bagian atas. Kayunya berkualitas tinggi. Dindingnya dari kayu tebal dan berlapis serta dihiasi ukiran ukiran khusus daerah ini. Di dalamnya ada perapian sehingga membuat hangat ruangan. Ini banyak didapati di desa desa di kaki pegunungan. Banyak juga yang digunakan sebagai penginapan turis, rumah yang cantik dengan ukiran ukirannya dan dihiasi dengan pot pot bunga warna warni, sebagai simbol kebudayaan negara Swiss. Membuat rumah kayu seperti ini bisa menghabiskan biaya sekitar 15 milyar rupiah, namun kalau dibuat di Indonesia paling 10% nya, karena disini kita tidak memerlukan kayu yang mahal dan banyak karena tidak ada salju di negeri kita, untuk itulah terpikir oleh Angel untuk mendesain rumah kayu ala Swiss di Sri Melati, namun semua itu terkendala oleh biaya yang tak mungkin dapat dijangkau oleh masyarakat Sri Melati.
Selama sebulan Fatih dan keluarga berada di dusun Sri Melati. Rupanya ada juga di antara teman Fatih yang bekerja di Jepang untuk menambah pengalaman dan penghasilan serta kesempatan untuk tinggal di negara maju. Mereka yang laki-laki bekerja di perakitan elektronik dengan gaji yang besar. Di Jepang haruslah menguasai bahasa Jepang karna mereka sehari hari bahasa Jepang bukan bahasa Inggris. Banyak dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berhasil kerja di Jepang seperti di bidang pertanian. Selain mendapat gaji, juga mendapat ilmu yang bisa diterapkan di tanah air.
Ada tiga orang laki laki dan dua orang perempuan teman Fatih yang bekerja di Jepang. Selain bekerja mereka juga berdakwah, setiap malam sesudah sholat maghrib di mushola, mereka ceramah. Banyak juga TKI asal Indonesia yang kerja di Jepang ini. Teman Fatih yang perempuan bekerja sebagai perawat lansia di panti jompo. Tugas mereka membantu makan, minum, mengganti popok, memandikan, memakaikan pakaian, mengajak ngobrol dan membersihkan ruangan. Awalnya mereka ini takut tidak bisa sholat, tapi ternyata mereka sangat menghormati bahkan disediakan ruangan tempat sholat.
Di Jepang ada juga komunitas Sufi tapi tidak banyak. beberapa tarekat Sufi memiliki pengikut di sana seperti Naqsabandiyah dan Qodiriyah. Ada juga yang dari Turki yang dikenal dengan tarian darwis berputar. Masjid-masjid juga banyak di Jepang. Beberapa kajian dzikir, tasawuf dilakukan tertutup. Warga Jepang yang tertarik Islam justru pada tasawuf dikarenakan nilai spiritualnya yang lembut dan damai. Mereka beranggapan Sufi sebagai jembatan antara agama dan kedamaian batin.
Ada seorang mualaf Jepang yang belajar tasawuf dan dzikir dari ustadz Indonesia, dia berkata bahwa ia menemukan kedamaian dalam tasawuf yang tidak ia temukan di tempat lain. IsIam bukan hanya hukum tapi juga cinta, ajaran tasawuf yang sering menjadi jalan masuk mualaf Jepang yang mencari kedamaian batin.
Sepulang dari Sri Melati, Angel mendapatkan ide untuk membuat rumah kayu ala dusun Sri Melati di Swiss. Bentuknya yang sederhana, ruangan keluarga yang luas, dapur yang lapang, kamar tiga buah, ada teras, tapi bedanya dengan kayu yang tebal dan kuat untuk menahan badai salju karena rumah ini sederhana tidak menghabiskan biaya yang begitu mahal seperti rumah rumah kayu di Swiss-belhotel, sangat terjangkau bagi penduduk desa pegunungan, dari hasil buatan Angel banyaklah masyarakat yang memesan rumah tersebut. Dia juga membuat sebuah rumah yang dibangun di tengah kebun anggur mereka. Dari sanalah banyak orang orang yang melihat dan tertarik untuk membeli karena harganya yang murah namun kuat. Jadilah Angel seorang pengusaha properti di bidang rumah kayu. Ada saja penduduk yang membelinya sehingga Angel memerlukan tenaga tukang yang ahli. diambilnya dari dusun Sri Melati sebanyak lima orang.
Dari waktu ke waktu, usaha Angel makin maju. Sementara Fatih mengurus kebun anggur mereka. Bila panen tiba, terlihat kebun anggur ini sangatlah indah. Sejauh mata memandang buah anggur yang ranum warna-warni bergelantungan di pohonnya. Anggur-anggur ini sebagian akan dijual, selebihnya dibuat manisan. Kebun anggur mereka juga dijadikan tempat wisata. Pengunjung bisa ikut panen, mencicipi anggur segar, berjalan jalan di antara ladang yang indah di lembah Pegunungan Alpen.
Di antara pemetik anggur ini, ada seorang mahasiswi pertanian yang berasal dari Jawa (Indonesia) yang ikut magang pertanian di Swiss. Karena mahasiswi ini seorang muslimah, maka Fatih menyediakan mushola kecil untuknya beribadah. Teman-temannya pemetik anggur pada heran melihat Lisma (mahasiswi) yang sering pergi ke tempat itu untuk shalat. Mereka bertanya, “Apa yang anda lakukan di gubuk itu? “
”Saya menemui Tuhanku.”
“Apakah Tuhanmu ada disana?” tanya mereka lagi.
“Bukan begitu. Saya menghadap di tempat suci dengan hati yang suci.” jawab Lisma.
“Dapatkah kami menemui Tuhan kami juga?” tanya mereka lagi.
“Tentu dapat.” jawab Lisma. “Sayangnya, saya tak punya pengetahuan untuk itu.”
“Bagaimana kalau kami menemui Tuhanmu, Lisma? Apakah boleh?”
“Tentu saja boleh, tapi ada syaratnya.”
“Katakan kepada kami, apa syaratnya?”
“Bersihkan hati kalian dari kotoran dunia.”
Mereka bingung, tapi sejak saat itu mereka sering berdiskusi tentang apa saja, tentang kebaikan, pergaulan, saling berbagi dan sebagainya.
Melihat itu, Angel membuatkan satu rumah kayu untuk mereka berkumpul, istirahat sambil diskusi. Demikianlah komunitas itu perlahan mendapatkan cahaya sejati yang sebenarnya mereka cari selama ini. Sutji, seorang mahasiswa pertanian Jepang yang magang disitu juga, diam-diam memperhatikan Lisma yang sedang berwudhu lalu sholat dengan wajah yang tenang dan bersih.
“Lisma, kamu terlihat damai sekali. Apa tak ada yang kamu takutkan di dunia ini?”
“Sebenarnya aku takut juga, tapi setiap kali bersujud aku yakin Tuhan akan menolongku.”
Pergaulan mereka berjalan seperti biasa, dekat namun tetap dalam batasan. Sutji mulai membaca terjemahan al Qur’an. Lisma tak pernah mengajaknya masuk Islam, tapi tindakannya mencerminkan dakwah yang halus.
Suatu hari, Sutji bertanya, “Kalau aku masuk Islam, apakah kita bisa dekat?”
“Islam tidak datang dari nafsu, tapi dari hati yang mencintai kebenaran.”
Malamnya, Sutji menangis terisak. Bukan karena cintanya ditolak, tapi karena hatinya telah menemukan sesuatu yang lebih dalam yaitu rasa tunduk kepada Sang Pencipta. Setelah satu tahun, Sutji mengucapkan dua kalimah syahadat di masjid desa di lembah pegunungan Alpen. Dari salju dan anggur dia mendapat hikmah bahwa segalanya Allah yang menciptakan.
Mereka berdua, Lisma dan Sutji, terus menjaga iman dan membawa kebaikan kemanapun pergi. Setelah Lisma kembali ke Indonesia dan Sutji ke Jepang melanjutkan kembali studinya, mereka berpisah. Mereka tidak menjadi pasangan, tapi saling menguatkan dari kejauhan karena cinta sejati bukan tentang bersama, tapi saling menuntun ke jalan Allah.
Tiga tahun telah berlalu sejak Lisma pulang dari Swiss, ia kini mengelola kebun di Sleman dan sesekali diundang menjadi pembicara “Perempuan Muslim Dalam Dunia Pertanian.” Suatu hari, dia diundang haji dari lembaga beasiswa. Terharu sekali Lisma bersujud dan menangis dalam sujud panjangnya. Di antara jutaan manusia, dia berada di pelataran Ka’bah. Di kejauhan terlihat olehnya seorang laki-laki, tinggi dengan wajah yang familiar.
“Sutji.” gumamnya.
Kini, namanya telah berubah menjadi Latif. Di bawah Ka’bah, Latif bergumam, “Aku tak tahu bagaimana cara mencintaimu tanpa melanggar Allah, aku mendekat kepada-Nya bukan suatu kebetulan kita bertemu di sini.” Lisma menahan air mata, perasaannya dijaga dan terawat dengan iman.
Malam harinya Latif melamar Lisma.
“Saya bukan laki-laki sempurna, tapi saya ingin mencintaimu karena ridha Allah.”
Di Indonesia mereka menikah secara sederhana. Dari kebun anggur di lembah pegunungan Alpen ke tanah suci, cinta mereka tumbuh dalam sujud, dalam do’a yang terpelihara oleh iman dan taqwa. Kini, mereka berdua mengelola perkebunan dan pesantren untuk anak yatim piatu. Mereka menerapkan ilmu yang didapat di luar negeri. Di Indonesia, anggur juga bisa dibudidayakan. Dengan teknologi modern mereka merintisnya. Mereka mempekerjakan anak-anak pesantren dari sela-sela belajar mereka. Sambil menuntut ilmu dapat pemasukan untuk biaya sekolah. Kebun ini, selain indah, menghasilkan buah yang segar dan manis. Banyak masyarakat yang minta bibit untuk ditanam di kebun mereka sendiri. Jadi, berkembang biaklah tanaman anggur ini yang hasilnya masuk ke supermarket.
Usaha rumah kayu Angel sudah merambah ke mancanegara. Dia menjaga betul kualitas dari rumah ini jangan sampai orang kecewa membelinya. Kayunya dari kayu yang berkualitas tinggi seperti kayu marah, cocok untuk jendela dan atap (tahan terhadap pembusukan) kayu pinus sering digunakan untuk lantai, dinding dalam atau perabot, aromanya harum memberikan kesan alami, kayu pak biasanya digunakan untuk bangunan tertentu seperti balok penyangga. Rumah kayu Anggel ini banyak diminati baik di Swiss maupun mancanegara karna kuat, tahan cuaca dan harganya lumayan terjangkau karena banyak pesanan Angel mengambil lagi tukang dari Srimelati sebanyak lima orang lagi, demikianlah usaha rumah kayu dan kebun anggur Angel semakin berkembang, keluarganya hidup tenang dikaki pegunungan Alpen yang indah itu, bila ada orang Srimelati yang ke Swiss selalu mampir kerumahnya, keluarga mereka sangat senang menerima tamu, tamunya juga senang dengan sambutan mereka dan melihat kebun anggur yang indah, luas, buahnya bergelantungan menerbitkan air liur ingin mencicipinya, tak lupa Anggel memberikan buah tangan pada mereka untuk dibawa ke dusun, dibagikan kepada sanak famili disana. Anggur Swiss terkenal enak sekali, manis, harum dan segar, lagi pula tak ada jualannya didusun Srimelati, pernah seorang pemuda menanamnya tapi tiada berhasil, buahnya hambar dan kecil kecil, mungkin ada tehnik khusus untuk membudidayakannya ini yang belum terpikir oleh pemuda pemuda disana untuk belajar caranya dan lagi didusun tanah sudah terbatas, banyak diambil oleh perkebunan tebu yang akan dijadikan gula, kalaupun ada tanahnya kering, tidak subur, untuk mengelolanya menjadi kebun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit sementara mata pencaharian disini hanya tukang, pedagang kecil atau sopir.
Di Madinah Mukhlis terkenal dengan ahli pengobatan, semenjak ia mengobati istri juragan yang lumpuh dulu itu banyak orang yang datang kepadanya untuk mohon dido’akan supaya sembuh, tersebutlah seorang pengusaha minyak di Madinah putranya sakit sudah puluhan tahun, datanglah utusannya ketempat Mukhlis untuk minta diobati anak pengusaha tsb, Mukhlis menyarankan agar orang tuanyalah yang mendo’akannya karna do’a orang tua lebih diijabah oleh Allah, pulanglah utusan tadi menyampaikan apa yang diucapkan oleh Mukhlis “BAIKLAH berarti dia sudah berkenan “kata pengusaha itu, malamnya pengusaha itu bermimpi didatangi oleh seorang tua yang fakir, dia berkata “kalau kamu tidak yakin dengan ucapan seorang Sufi(Mukhlis) anakmu tidak akan sembuh, setelah dia terjaga lalu dia berdo’a” yaa Rabb aku ini hamba Mu yang tak berilmu lagipula banyak dosaku tapi tolonglah anakku ia dalam keadaan sakit parah maka sembuhkanlah karna Maha Kuasa dan Maha Kasih Mu, setiap waktu dia berdo’a untuk anaknya, Alhamdulillah secara berangsur-angsur anak tsb pulih kembali, maka diutusnya orang untuk memberi hadiah kepada Mukhlis berupa emas dan uang tapi Mukhlis menolak “tak ada kontribusiku dalam hal ini “, dengan begitu disedekahkanlah uang dan emas itu kepada fakir miskin oleh pengusaha tsb serta kepada sekolah yang dipimpin oleh Mukhlis. Begitulah cara Mukhlis mengobati pasien pasiennya, mengenai anak pengusaha minyak tsb ketika telah sembuh dia berguru dengan Mukhlis, semua syarat dan aturan aturan sekolah dia penuhi walaupun dia biasa manja tapi setelah dibawah asuhan Mukhlis sifat itu lama lama luntur berganti dengan tanggung jawab, disiplin, keikhlasan, setia kawan hingga akhlak yang baik, bertahun-tahun dia mengasah hatinya untuk mendekatkan diri kepada sang Penciptanya, semua cobaan, suka duka dialami selama proses pembersihan hati sampai ia menjadi Sufi seperti gurunya Mukhlis.
Setelah tua Mukhlis kembali kedusun Srimelati, ia ingin mengabdikan ahir hidupnya dikampung halaman, untuk urusan pendidikan di Madinah diserahkan kepada temannya Solihin, didusun dia kembali mengajar (berdakwah) untuk masyarakat disitu, berduyun duyun anak anak muda berguru kepada Mukhlis yang sudah tersohor itu, betapa senangnya masyarakat dengan kembalinya Mukhlis ditengah tengah mereka, ilmu yang dimiliki Mukhlis dan pengalamannya ia berikan, ia ingin masyarakat dusun ini menjadi masyarakat yang imani, berakhlaq mulia meneladani Rasulullah SAW, didirikannya pula sekolah khusus untuk para salik (pencari Tuhan) walaupun sederhana tapi dapat menampung keinginan masyarakat untuk bergabung, dengan sabar dan hidmad Mukhlis memberikan pelajaran tentang Islam(syari’at, tharikat, hakikat dan makrifat) bagaimana seorang salik menapaki jalan menuju Tuhan dengan segala cobaan, luka, sabar, ikhlas, mujahadah, membiasakan dzikir utama disetiap waktu sambil membersihkan hati dari kecintaan terhadap dunia sampai sebersih bersihnya hingga cahaya iman akan berangsur-angsur masuk, memang tak mudah menjalankannya kalau bukan karna keteguhan hati dan displin yang tinggi, akan terasa sangat berat tapi kalau sudah diniatkan dengan ikhlas apapun itu pasti akan tercapai, demikianlah Mukhlis dengan gigihnya mengajak masyarakat dusun Srimelati untuk beriman dan bertawakkal pada Allah hingga ahir hayatnya dia wafat dengan tenang dan dimakamkan disebelah istrinya yang telah mendahuluinya, semoga keduanya dipertemukan Allah dalam keadaan bahagia disana. Oleh masyarakat dusun Srimelati dia dikenang sepanjang masa sebagai perintis ulama ulama besar kelak sepeninggalnya. Cahaya imannya telah ia wariskan ke anak cucu didusun ini, harum namanya menghiasi kalbu murid muridnya dimanapun berada sampai ke mancanegara.
Mendengar ayahnya wafat Fatih pulang kekampung halamannya sekeluarga, dia berada didusun selama satu bulan, kesedihan mendalam dirasakannya semenjak kepergian ayahnya, mengingat semasa hidupnya Mukhlis tidak menggantikan posisi Annisa disampingnya, Annisalah satu satunya bidadari hatinya, dia senantiasa berdakwah semenjak Annisa tiada, dia Cuma berharap kelak akan berjumpa kembali dialam yang hakiki, dialam yang kekal disamping Allah swt, berhari hari Fatih hanya termenung rasanya ia tidak ingin kembali ke Swiss, ingin bersama orang tuanya didusun tapi Anggel ingin pulang, sesampainya di Swiss Fatih jatuh sakit hingga harus dirawat diklinik namun setelah diperiksa semua organ tubuhnya normal tak ada kelainan apa apa, Anggel bingung juga apakah mereka harus berpisah kalau Fatih ingin kembali kekampung “seandainya kamu lebih senang hidup dikampung sayapun rela melepasmu “ ujarnya kepada Fatih tapi anak anak biar saya yang merawat mengingat mereka masih kecil “”baiklah kata Fatih tapi saya bukan pulang kekampung melainkan ke Madinah meneruskan dakwah ayah dahulu, ahirnya Anggel menyetujui, berangkatlah Fatih ke Madinah menjalankan apa yang dulu dilakukan oleh ayahnya termasuk menepi dari urusan dunia dibukit tempat zawiyah ayahnya dulu, hampir dua tahun dia di Madinah sudah banyak murid muridnya tapi hatinya belum mendapat ketenangan, kedekatan pada sang Pencipta, masih terpikir olehnya tanggng jawab kepada keluarga, sebulan sekali dia pulang ke Swiss menjenguk keluarganya, senang sekali Anggel melihat perubahan pada diri Fatih, air mukanya mulai berseri tidak kusut seperti dulu dan Anggel selalu berdo’a agar Tuhan mengembalikan Fatih kepadanya lagi “Anggel suatu saat saya akan kembali, bersabarlah karna saat ini saya masih ada tugas sampai murid muridku benar benar teguh imannya dan mengenal Allah lebih dekat “baiklah kata Anggel, apapun yang kamu lakukan saya akan mendukung sepenuh hati.
Setelah dua tahun Fatih di Madinah dia kembali ke Swiss, kembali bercocok tanam dikebun anggur dan mengajar dipesantren, hari harinya dipenuhi kerja dan dakwah, bila malam tiba dia tawajuh dipondok kecil jauh dikaki pegunungan Alpen, disitu dia menyendiri bermunajat kepada Tuhannya, demikian kehidupannya yang sudah pasrah, tanpa pamrih, penuh keikhlasan, berharap bertemu dengan Tuhannya setiap saat, berbeda cara dengan Anggel walaupun tujuannya sama. Anggel lebih senang dialam terbuka, ditengah masyarakat, istilahnya “menyepi ditengah keramaian “ sambil membesarkan anaknya dia membina masyarakat dalam hal ilmu pertanian dan ilmu agama, hari harinya selalu dikelilingi orang banyak, belajar mengajar itu prinsipnya, ia menyiapkan menanam anggur, dari menggemburkan tanah sampai memasang penopang (tiang) setelah ditanam rutin disiram, pemberian pupuk, disaat musim semi baik untuk memulainya, setelah enam bulan sudah bisa dipanen.
Di bulan Agustus, Oktober dan penanaman dilakukan secara manual, untuk menjaga kualitas setelah dipanen anggur diproduksi menjadi jus anggur dan bisa dimakan langsung, dilangit Zurich yang membentang biru, jernih hamparan kebun anggur terlihat rapi, dilereng lereng bukit yang menghadap ke lembah, diantara para pekerja kebun tampak seorang gadis muda berjilbab biru tua sedang memegang gunting panen, wajahnya teduh, matanya berbinar ia bukan orang lokal namanya Fahirah, tak pernah dibayangkannya akan menginjak tanah Swiss tapi sejak lulus dari kuliahnya diagronomi ia tertarik pada dunia budidaya anggur, dalam sebuah program pertukaran pertanian Eropah membawanya kesana, daerah penghasil anggur dunia, hari pertama dia dikebun disambut oleh Anggel, Fahirah diajari cara memangkas, mengikat batang merambat hingga memahami seluk beluk varietas anggur, pekerja lain awalnya melihat gadis berjilbab ini sholat lima waktu, berpuasa saat musim semi masih dingin tapi dari waktu ke waktu mereka mulai kagum, dia bangun paling pagi, kerja paling rapi tak pernah mengeluh walaupun kerjanya berat, dia berdiri diatas lereng sambil menengadah “yaa Allah berikanlah berkah pada tanah ini, jadikan kehadiranku membawa cahaya, bukan hanya panen yang baik. Suatu hari Fahirah bertemu dengan Mary mahasiswi Swiss yang tertarik pada Islam, mereka sering diskusi tentang spiritual, tentang tanah dan langit, dll, Fahirah tidak berdakwah tapi sikapnya menarik untuk orang ingin mengetahui tentang Islam.
Setelah enam bulan Fahirah kembali ke Indonesia tapi jejaknya tertinggal di Swiss, Mary mengirim pesan padanya “terimakasih telah menunjukkan Islam yang lembut, aku mulai mendalami al Qur’an, di Yogyakarta Fahirah membuka kebun anggur kecil dilereng merapi bukan untuk dijadikan wine tapi untuk edukasi dan pemberdayaan petani Indonesia, diatasnya ia menuliskan nama “Budidaya anggur cahaya dari Swiss ke Nusantara “
Fahirah teringat kembali saat dia dan Mary istirahat sore dikebun anggur “kamu sering berdo’a ya Fahirah, apa kamu selalu bicara dengan Tuhanmu diladang seperti ini? “Fahirah tersenyum “iya bagiku ladang ini seperti sajadah panjang, langitnya atap, tanahnya karpet “aku suka menyendiri dialam, tapi tak pernah tahu apa yang harus kubicarakan pada Tuhan””Tuhan tak perlu kata yang sempurna cukup tolong ya Allah atau terimakasih”, aku tahu kamu tidak minum wine Farah tapi mengapa kamu menanam anggur “manusia harus menanam kebaikan Mary, tentang hasilnya itu urusan hati dan pilihan””aku sering gelisah, terlalu banyak pikiran dikepalaku, tapi kamu kelihatan tenang sekali, apakah Islam yang membuatmu begini? “”bukan aku yang tenang Mary tapi saat aku berusaha Allah yang menenangkan “ “Bagaimana kamu berserah diri Fahirah? “ “Dengan sholat, dengan meyakini bahwa hasil bukan tugasku, hanya usaha dan keikhlasan “ “Kamu puasa padahal pekerjaan berat sekali, apakah tidak menyiksa? “ “Justru puasa membuatku lebih peka, aku merasa lebih ringan, lebih bersih “ “Tapi kenapa harus susah? Bukankah Tuhan lebih mengerti? “ “Karna cinta tidak selalu mudah tapi dalam susah ada kedekatan, seperti anggur semakin terik matahari semakin subur “ “Fahirah apakah aku boleh belajar Islam? Bukan untuk pindah agama tapi aku menginginkan cahaya seperti kamu menjalani hidup “ “IsIam bukan milikku, ia seperti matahari siapapun menghadap akan merasakan hangatnya.
Suatu pagi disaat hujan baru reda seorang pemuda pemetik anggur mendekati Fahirah dan berkata “Fahirah sejak dulu tak pernah ada pekerja yang mengambil waktu untuk sholat sedang bekerja “ “Waktu saya bicara dengan Tuhan saya berjanji tidak akan mengurangi hasil kerja saya “ “Iya mulanya Saya khawatir tapi kamu malah menghasilkan lebih cepat dan hati hati “ “Aneh ya, saya tak percaya Tuhan seperti kamu tapi melihatmu saya percaya kamu dijaga oleh kekuatan yang besar “
Ada lagi peserta dari Pakistan namanya Sahara, dia muslim tapi tak pakai hijab “Fahirah kamu selalu pakai hijab saat bekerja, apa tidak panas? “ “Kadang panas tapi saya merasa ringan, karna ini bagian dari ibadah saya “ “Aku dulu juga pakai tapi orang melihat kita seperti aneh” “Jika kita ikhlas akan membuat hati orang melembut “Kamu membuatku rindu pada sesuatu yang membuatku dulu tenang “demikianlah cara Fahirah berkomunikasi dengan orang,menjawab dengan sopan dan lembut serta tidak meninggikan suara sehingga banyak yang mendapat manfaat dari caranya bicara
Setelah wafatnya Mukhlis didusun Srimelati banyaklah pengusaha di Madinah untuk menyumbang masyarakat disitu, dibuatlah sebuah Pesantren, sebagai ungkapan terimakasih mereka pada Mukhlis selama berdakwah di Madinah, pesantren itu dinamakan “Pesantren Syekh Mukhlis “.
Ditepi sungai didusun Srimelati sore itu duduklah dua orang, yang satu Syekh Maulana yang satu lagi muridnya Ilham, mereka ngobrol, Ilham bertanya “guru banyak orang beragama tapi mengapa dunia tetap gaduh oleh kebencian? “”karna banyak yang mengenal agama hanya dibibir belum sampai kehati “ jawab Syekh Maulana “agama itu cinta, tanpa cinta ibadah hanyalah rutinitas, lidah melafazkan Tuhan tapi hati kosong “apakah semua agama menuju cinta yang sama guru? “”jika hati mereka tulus mencari Tuhan maka setiap langkah mereka dari agama manapun adalah langkah menuju Dia yang Esa “ “Tapi bagaimana dengan orang yang berbeda keyakinan guru “ “Lihatlah bunga bunga itu dipadang warnanya beda tapi semua tumbuh dibawah cahaya matahari yang satu “ “Apakah itu sebabnya setiap Sufi lemah lembut kepada siapa saja, termasuk yang membenci mereka “ “Karna cintanya mereka dapat melihat wajah Tuhan dalam setiap makhluk “ “Apakah aku bisa sampai pada agama yang penuh cinta itu guru? “ “Tentu saja, sucikan hatimu dulu, nanti kau akan ketemu dengan cinta direlung hatimu, coba kau lihat mengapa bangsa Arab itu mau berbagi kepada kampung kita yang jauh, bukan leluhur mereka disini semuanya karna cinta “”kuberi contoh, ada dua orang sufi berbeda negara, satu dari Indonesia yang lain dari Turki mereka bertemu di Turki “Aku senang kau datang jauh jauh dari timur tapi aku heran mengapa kau akrab dinegeri asing “kata sufi Turki “karna bumi siapapun tetaplah ciptaan Nya, dimana ada sebutan Allah disitulah aku merasa dirumah “ “Di Turki kami menari dalam berdzikir tapi dinegerimu kudengar banyak berdiam dalam tafakur”memang kami banyak diam dimanapun tapi tuh kita tetap menari didalam hati “”jadi hari atau diam bisa untuk jalan pulang kepada Tuhan? “”ya selama niatnya hanyalah cinta, selama kau menari karna ingin dirindu tapi bukan dipuji “”apakah sufi hanya untuk muslim “ “Sufi ialah orang yang mencintai Allah dan makhluknya sampai tiada ruang kebencian dihatinya “”engkau jauh dari rumah tapi ucapanmu membuatku merasa duduk dekat saudaraku sendiri “karna cinta menyatukan kita lebih erat dari darah dan negara, langit tak pernah membedakan dari mana kita berasal, ia hanya membuka cahaya bagi siapapun yang mencari jalan pulang “.
Selanjutnya mereka berdua mengadakan perjalanan ke Makkah, diatas unta mereka menyeberangi gurun pasir, malam hari mereka beristirahat dipadang sunyi, angin gurun meniup lembut, bintang bintang menghiasi langit seperti do’a yang naik ke langit “Syekh setiap langkahku ke Makkah, terkadang aku merasa tak layak datang kerumah Nya “kata Syekh Turki “Jika hanya yang sempurna diundang ke Makkah maka ka’bah akan kosong “”engkau benar Syekh tapi apakah ka’bah itu rumah Tuhan yang sejati? “”Ka’bah adalah arah, rumah Tuhan yang sejati adalah hati manusia “”Aku merasa baru mulai belajar mencintai Nya “, demikianlah Syekh Maulana menggambarkan kepada Ilham perjalanan sufi menuju Tuhan “Kamu bisa belajar ke mancanegara Ilham, kelak setelah ilmumu disini siap untuk menuju yang lebih berwarna ,giat giatlah belajar dan beribadah demi tujuan sucimu.
Setelah tiba saatnya Ilham melanjutkan studinya ke Makkah, mengapa ke Makkah? Karna dia merasa tempat suci itu lebih cocok baginya yang masih sangat sedikit ilmunya, ini sudah menjadi impiannya sejak lama karna disini banyak ulama ulama besar dan ada mesjid bersejarah yang dikunjungi oleh orang orang dari seluruh dunia. Ilham belajar di Masjidil Haram sambil umroh, sebelum berangkat dulu Ilham sudah belajar bahasa Arab supaya lebih mudah berkomunikasi baik diruang belajar maupun ditempat umum, kalau tentang ilmu agama dia sudah menyelesaikan strata satunya di Indonesia, disini ia ingin meningkatkan lagi pelajaran tasawuf, di Makkah tasawuf yang diajarkan berlandaskan al Qur’an dan hadist bukan tasawuf ekstrem serta menjaga akidah Ahlussunnah, ada majelis ilmu di Masjidil Haram membahas tentang iman yang tinggi, sifat yang baik seperti, ikhlas, tawakkal, sabar dan syukur, kemudian pembersihan jiwa seperti yang telah disebutkan diatas, biasanya ini diajarkan oleh ulama senior, ulama ulama ini hidup zuhud dan wara’, walaupun tidak semua tarekat menerima murid di Makkah, bisa diawali dulu dengan melakukan qiamullail rutin, dzikir, mujahadah, membaca kitab ulama ulama yang benar, menempuh jalan (suluk) untuk menuju ridha Allah dengan memperbaiki hati, niat dan amal, amalan amalan mereka, sholat subuh berjamaah, dzikir pagi, tilawah Qur’an, niatkan semua aktivitas karna Allah, dzikir setelah sholat wajib, menjaga lisan dan hati, sedekah walau sedikit, qiamullail, berdo’a penuh tangisan dan harapan, istighfar, untuk dzikir dzikir dasar dianjurkan astagfirullah, laa ila haillallah, sholawat atas Nabi, ya hayu ya Qoyyim, hasbunallahu wanikmal wakil.
Minggu pertama, taubat dan kesadaran diri, fokus taubat nasuha, istighfar dan membuka hati kepada cahaya, Allah amalannya, istighfar 100 sampai 300 x perhari, menulis dosa masa lalu dan berniat meninggalkannya, sholat taubat setiap malam. Minggu kedua, penyucian hati, amalan dzikir hati, “ya Allah bersihkan hatiku,” menghindari debat banyak bicara, muhasabah sore, apa penyakit hati yang muncul hari ini. Minggu ketiga, cinta kepada Allah dan Rasul, amalan sholawat 300 x perhari, menuliskan surat cinta kepada Allah(untuk diri sendiri), membaca kisah Rasulullah sebelum tidur. Minggu keempat, tauhid dan penyerahan diri, amalan dzikir hasbunallahu wanikmal wakil 100 x, qiamullail minimal dua rakaat, menyebut nama Allah saat bangun, berjalan, bekerja, harapan setelah 40 hari, hati lebih tenang dan jernih, ibadah lebih terasa nikmat, muncul rindu pada Allah dan Rasul, mulai mengurangi kecintaan dunia, siap melakukan suluk dengan bimbingan guru.
Kreator : Dewi Yusnani
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Dari Sri Melati ke Mancanegara Bab 8-11
Sorry, comment are closed for this post.