KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Dari Sri melati kemancanegara bab 1

    Dari Sri melati kemancanegara bab 1

    BY 05 Sep 2025 Dilihat: 20 kali
    Dari Sri Melati ke Mancanegara_alineaku

    Bab I : Mukhlis Pemuda Srimelati 

        Hari ini Mukhlis diajak ayahnya mendaftar sekolah madrasah ibtidaiyah di dusun Srimelati kabupaten ogan ilir provinsi Sumatera Selatan. 

        Ayah Mukhlis seorang pedagang keliling dari pasar ke pasar, sementara ibunya tidak bekerja hanya mengurus rumah tangga saja, Mukhlis anak pertama dikeluarga ini, sedangkan adiknya dua orang perempuan semua

        Bukan main senangnya Mukhlis masuk sekolah, paling tidak dia bebas dari ngangon (memelihara) sapi. Biasanya kalau pagi sapinya dibawa ke padang rumput supaya dapat bebas makan. Sejak kakeknya masih hidup, Mukhlis sudah diberi tugas ngangon sapi. Kakeknya seorang ulama yang terkenal di dusun mereka. Beliau mengajar ngaji dan seluk beluk agama di madrasah maupun di rumahnya. Muridnya sangat banyak bahkan ada yang dari luar dusun. Siapa yang tidak kenal dengan haji Mustofa yang kharismatik, berwibawa dan penyayang. Beliau mengharapkan anak cucunya kelak ada yang menjadi ulama besar yang memberikan manfaat bagi banyak orang. Anak cucunya bukan saja diajarkan agama melainkan juga cara hidup yang benar, rajin, tidak sombong, mau bekerja apa saja asalkan tidak dilarang agama, waktu kakek Mukhlis masih hidup dia punya ratusan sapi tapi sekarang ayah Mukhlis hanya memelihara puluhan saja

        Setiap malam Jum’at, di rumah mereka diadakan khataman al Qur’an dilanjutkan dengan tawajjuh (menghadapkan wajah kepada Allah) dengan dzikir La ilaaha haillallah yang mana ini diajarkan oleh seorang mursyid (guru) kepada murid-muridnya. Sampai sekarang, tawajjuh ini masih terus berlangsung dan Mukhlis selalu mengikuti kegiatan itu walaupun belum mengerti benar makna dari kajian tersebut. Hanya saja, kakeknya membiasakan Mukhlis untuk berbuat baik. 

        Hari pertama Mukhlis di sekolah sangat menyenangkan. Ibu guru mengajak anak-anak saling berkenalan satu sama lain. Ternyata, muridnya berasal dari satu dusun ini. Ya iyalah, namanya juga sekolah di dusun … hehehe.

    Di hari berikutnya barulah kelihatan sifat Mukhlis yang kolokan, minta perhatian dan jahil pada temannya. Mukhlis suka iseng kepada teman-temannya yang sangat  menyenangkan baginya. Hal ini membuat teman-temannya kebingungan dengan sikapnya.

    Pernah sekali waktu salah satu temannya, Annisa, kehilangan tas yang memang sengaja disembunyikan oleh Mukhlis. Annisa menangis sambil mengadu pada ibu guru.

    “Bu, tas Annisa hilang.” ujarnya.

    “Coba ditanya dulu teman-temanmu, mungkin mereka ada yang tahu.” kata ibu guru.

    Tiba-tiba Mukhlis muncul membawa tas tersebut. Oleh ibu guru Mukhlis pun diinterogasi.

    “Dari mana kamu mendapatkan tas itu, Mukhlis?” tanya ibu guru.

    “Dari Tuhan, Bu.” jawab Mukhlis seenaknya.

    “Makanya jangan sombong, Annisa. Jadinya tas kamu hilang deh.” tambah Mukhlis.

    Annisa semakin menjadi tangisnya. “Awas kamu, Mukhlis. Nanti kuadukan pada ayahku” balas Annisa.

    “Siapa takut!” bentak Mukhlis.

    “Sudah, sudah. Kalian harus bermaaf-maafan.” nasihat ibu guru.

    Ayah Annisa seorang pengusaha mobil sewaan di dusun ini. Mobilnya banyak, terkenal sebagai orang kaya yang dermawan. Ketika Annisa mengadukan Mukhlis pada ayahnya, beliau hanya tertawa.

    “Tidak apa-apa, Annisa. Biasa, anak laki-laki agak nakal. Tapi, dia keturunan orang baik. Kakeknya ulama, ayahnya pedagang yang jujur. Nanti lama kelamaan kalian akan bersahabat baik.” ucap ayah Annisa.

        Sekali waktu, Annisa kehilangan uang. Siapa lagi tertuduhnya kalau bukan Mukhlis. Sementara yang dituduh tenang saja karena memang dia tidak mencurinya. Beberapa minggu kemudian, Mukhlis tidak masuk sekolah selama tiga hari karena sakit. Anehnya, Annisa kehilangan uang lagi. Siapa pencurinya, yang pasti bukan Mukhlis. Bingung juga ibu guru. Digeledahlah setiap tas anak murid. Ternyata, ada di tas Solihin. Keluarga Solihin ini memang termasuk kurang mampu. Setelah ditanya bu guru kenapa dia melakukan itu, Solihin santai saja menjawab karena ingin jajan, sementara orang tuanya tidak memberi uang.

    “Tapi, mengambil hak orang lain itu tidak boleh, Nak.” kata ibu guru.

    “Kalau saya minta, tidak mungkin dikasih, Bu.” ujar Solihin.

    “Tidak apa-apa, Bu.” kata Annisa. “Kebetulan saya lagi kenyang.”

    Sebenarnya, Solihin bukan mau jajan, tapi ingin perhatian dari Annisa karena dia suka dengan Annisa. 

    Karna seringnya Mukhlis mengikuti pengajian malam Jum’at kakeknya, ia terbiasa dengan tawajjuh. Sampai sampai ketika akan tidur, Mukhlis selalu tawajjuh dulu. Keesokan harinya, Mukhlis bertanya kepada kakeknya. “Apa gunanya kita tawajjuh, Kek?”

    “Supaya hatimu bersih, hilang segala kotoran kotoran seperti, sombong, marah, benci, iri, dengki, mau menang sendiri dan banyak lagi yang lainnya. Kalau hati kita bersih, maka akan bercahaya. Dengan demikian, masuklah sifat-sifat baik dalam dirimu. Cahaya inilah yang akan menyebar ke sekelilingmu.” jawab Kakek.

    “Oh, berarti bagus ya kalau kita sering melakukannya, Kek.” ujar Mukhlis.              

    “Tentu. Tapi, sekarang kamu masih kecil. Belajar yang banyak dulu di sekolah sampai dewasa,” demikian kata Kakek.

    Mukhlis sangat menyayangi kakeknya karena memang beliau tidak pernah marah, selalu tersenyum kepada siapa saja. Wajahnya bersih bersinar.

    Setelah tamat dari ibtidaiyah, Mukhlis melanjutkan ke tsanawiyah masih di dusun Srimelati. Selama di tsanawiyah, Mukhlis bertambah baik perilakunya, tapi ada penyakit yang dirasakannya. Sepertinya, Mukhlis menyukai Annisa, sementara Annisa biasa saja dan Mukhlis mendapat saingan yaitu temannya Solihin. Keduanya sama-sama menyukai Annisa. Akan tetapi, karena mereka masih anak anak, perasaan itu mereka simpan saja. 

        Setelah tamat tsanawiyah, Mukhlis meneruskan sekolahnya ke pesantren yang ada di Jawa, demikian juga dengan Solihin. Sedangkan Annisa tetap di dusun Srimelati karena dia perempuan orang tuanya tidak mengizinkannya sekolah jauh. 

        Di pondok pesantren, Mukhlis dan Solihin digembleng dengan kedisiplinan, kekuatan, akhlak dan keimanan yang tangguh. Setiap pagi mereka bangun pukul 03.00 dimulai dengan sholat tahajud, lalu dzikir sampai subuh. Setelah sholat subuh, mereka sarapan kemudian belajar sampai siang lalu istirahat. Sore harinya, mereka berolahraga seperti pencak silat, judo, voli, dan sebagainya. Malam harinya, mereka melakukan ritual dzikir berjama’ah sampai pukul 22.00, kemudian tidur. Demikianlah hari-hari mereka jalani tanpa keluh kesah, meskipun kadang ada rasa jenuh dan rindu akan pulang kampung. Sebab, mereka baru diizinkan untuk libur setahun sekali. Bukan main senangnya mereka ketika tiba saatnya libur, bertemu orang tua, saudara dan teman-teman di dusun. 

    Ternyata, kakek Mukhlis sudah sakit-sakitan dan beliau berpesan bila sudah tiada nanti, maka Mukhlis lah yang akan meneruskan dakwahnya. Tak lupa, Mukhlis menanyakan tentang Annisa pada ibunya. Ternyata, Annisa melanjutkan sekolah ke Palembang mengambil jurusan kesejahteraan keluarga. Mukhlis tersenyum mendengarnya, senang sekali mengetahui Annisa sekolah di sana karena suatu saat ketika Mukhlis sudah berhasil dia akan meminang Annisa untuk dijadikan istrinya. Cinta pertama Mukhlis sampai saat ini hanyalah Annisa. 

        Ketika kembali ke pondok, Mukhlis semakin giat belajar guna mencapai cita-citanya dan memenuhi pesan kakeknya. Tiga tahun Mukhlis di pondok, akhirnya selesailah sekolahnya dan mendapatkan ijazah dari pondok. Maka setelahnya, ia mencari pekerjaan di Palembang yang dekat dengan kampungnya. Alhamdulillah, ia dapat diterima di sekolah madrasah di Palembang. 

        Di sekolah, Annisa mempelajari cara memasak yang benar. Kalau di dusun, Annisa biasanya masak pindang, ikan panggang bungkus, makanannya burgo, model, lakso, dan sejenisnya. Di sini ia diajarkan masakan nasional dan internasional seperti salad, burger, gudeg, aneka roti, nasi kebuli dan masih banyak lagi yang lainnya. Tentang busana, ia belajar bagaimana cara memotong bahan, menjahit, konveksi dan cara memasarkannya. Model bajunya beragam dari etnis sampai pakaian internasional. Betapa giatnya Annisa belajar sesuai dengan minatnya dimana kelak dia bercita-cita mempunyai butik sendiri dan kuliner.

    Setelah tamat dari sekolah kesejahteraan keluarga, Annisa mulai menjahit di dusun Srimelati. Dari awalnya hanya memenuhi pesanan pelanggan, mendirikan butik sederhana, hingga berangsur-angsur butiknya mendapatkan pelanggan yang setia. Dengan demikian, Annisa sudah punya penghasilan yang lumayan, namun dia tetap ingin mengembangkan modalnya dulu. 

        Dalam bidang kuliner, Annisa bersedia menerima pesanan untuk hajatan, seperti pernikahan, aqiqah, khitanan dan lainnya. Masih di sekitaran dusun Srimelati, tapi sudah banyak yang menggunakan jasa Annisa karena masakannya beragam dan modern, tidak itu itu saja serta rasa yang pas di lidah masyarakat. Annisa pun mempekerjakan teman-temannya untuk membantunya menyiapkan segala sesuatunya supaya mendapatkan hasil yang maksimal.

     

    Bab II : Kehilangan. 

    Setahun setelah Mukhlis bekerja, dia melamar Annisa dan Annisa diajaknya pindah ke Palembang. Mereka hidup berumah tangga seperti pasangan lainnya dan dikaruniai seorang anak yang diberi nama Mohammad Fatih. Mereka hidup bahagia. 

    Ketika umur Fatih tiga tahun, kakek Mukhlis meninggal dunia. Sebelumnya, beliau memberikan sebuah buku kepada Mukhlis. Buku yang berisikan petuah-petuah cara menghadapi kehidupan dan tata cara mengingat sang Pencipta, Allah SWT, dengan berdzikir sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. 

        Namun, karena kesibukan bekerja dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, seolah-olah buku itu terlupakan hanya disimpan di dalam lemari tanpa dibaca. Waktupun cepat berlalu, ketika Mohammad Fatih di bangku sekolah menengah atas, ibunya Annisa terserang penyakit kanker yang mengharuskan Mukhlis bekerja keras demi untuk kesembuhan istrinya, tapi Tuhan berkehendak lain. Setelah enam bulan Annisa menderita sakit, dia dipanggil Yang Maha Kuasa. Semenjak Annisa tiada, Mukhlis kehilangan semangat hidupnya. Diserahkannya Fatih ke adiknya yang perempuan. Dia hanya memberikan biaya hidup untuk anaknya.

    Suatu malam, Mukhlis bermimpi didatangi kakeknya yang bertanya apakah dia sudah memahami isi dari buku yang diberikan oleh kakeknya dulu. Mukhlis tersentak bangun, air matanya bercucuran karena telah melupakan wasiat kakeknya. Diambilnya buku tersebut dan dibacanya perlahan. Terbayang wajah kakeknya yang bercahaya, selalu tersenyum, tutur katanya yang lembut. Ia menangis karena sudah lama tak lagi tawajjuh seperti dulu. Rumahnya sekarang sepi, tak ada canda tawa, tak ada pengajian. Ia rindu ke masa kakeknya masih hidup.

    Mulailah Mukhlis mengajak orang-orang di dusun untuk mengadakan pengajian seminggu sekali di rumah orang tuanya di dusun Srimelati dan Mukhlis sendiri yang menjadi pemimpinnya, menggantikan almarhum kakeknya berpedoman pada buku yang beliau berikan. Secara rutin Mukhlis belajar dan mengajarkannya kepada masyarakat di dusun. Setiap kamis malam Jum’at, Mukhlis menyempatkan pulang ke dusun untuk memimpin pengajian di rumahnya. Masyarakat di dusun Srimelati sangat senang sekali karena ada pengganti kakek Mukhlis yang membina masyarakat. 

        Sementara Mohammad Fatih semakin besar dan Mukhlis mengirimnya ke Jawa untuk menuntut ilmu agama Islam. Di sana Fatih digembleng sedemikian rupa agar kelak dapat dikirim untuk meneruskan sekolah keluar negeri, mengingat kecerdasan dan akhlaknya yang bagus sehingga pihak sekolah berharap dia kelak akan menjadi seorang ulama besar yang mengharumkan nama bangsa. 

        Ketampanan dan kecerdasan Fatih diturunkan dari kedua orang tuanya. Laki laki yang bertubuh atletis, tinggi, putih seperti bidadara yang turun ke bumi. Siapapun yang memandangnya akan terpesona pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Namun demikian, dia tetap seseorang yang rendah hati. Dia menghormati orang tua dan bergaul baik dengan teman teman sebayanya. Mohammad Fatih jadi primadona di sekolahnya, namun dia tidak tinggi hati, tidak mengumbar gombalan pada teman-teman wanitanya, malah dia menganggap sebagai saudaranya. Demikianlah tabiat anak Srimelati ini. 

        Pada malam hari, Fatih sering melamun ingat akan dusun lamanya, saat bermain dengan teman-temannya di sungai, berenang, siram-siraman air, menyelam di sungai yang airnya jernih hingga kelihatan ikan-ikan yang ada di dalam. Selesai bermain di sungai, biasanya mereka mancing. Ikan di sungai ini sangat gurih karena sungainya tidak tercemar dan mengalir deras. Setelah banyak ikan yang didapat, mereka pun pulang lalu ikan dimasak oleh ibu mereka. Kalau berlebih, biasa dibuat pekasam (ikan yang difermentasi dengan garam dan nasi). Setelah seminggu barulah bisa dimakan pekasam itu. Bagi orang dusun lauk ini sangatlah enak. 

    Terkadang mereka pergi ke kebun nanas. Di sana mereka ambil nanas tiga atau empat buah lalu di rujak dimakan bersama di marung (pondok) di kebun nanas tersebut. Setelah sore mereka pulang ke rumah masing-masing. Di rumah Fatih, ibunya sudah menyediakan burgo (makanan terbuat dari tepung beras yang dikukus dan diberi kuah santan berbumbu ditambah ikan ruan (gabus) di dalamnya. 

    Sungguh, Fatih sangat bersedih teringat kembali masa-masa kecilnya kala ibunya masih ada, ibunya pandai memasak sehingga Fatih suka sekali makanan buatan ibunya. Terbayang wajah ibunya yang penuh kelembutan, tak pernah marah, selalu tersenyum, dan selalu di samping Fatih saat sakit seraya mengumandangkan sholawat. Hingga kini, bila Fatih mendengarkan sholawat, ia merasa ibunya ada di sampingnya. 

    Ibunya berpesan senantiasalah engkau bersholawat kepada Nabi agar engkau mendapat syafaat dunia dan akhirat. Akan tetapi, setiap Fatih bersholawat air matanya tak henti mengalir sambil berdo’a agar ibunya ditempatkan di sisi Allah swt dalam keadaan berbahagia. Dipandang foto ibunya seakan berharap Tuhan akan mempertemukan mereka kembali.

    Teringat pula ketika dia dan teman-temannya ngobrol di perentin (tempat istirahat di depan rumah), ibunya selalu menyediakan makanan kue tradisional khas dusun mereka. Jika ibunya pergi kondangan ke tempat orang yang mengadakan hajatan, Fatih selalu ikut karena dia paling senang melihat tarian yang ditarikan oleh anak gadis dusun Srimelati yaitu Tari Melayu yang menurutnya menggambarkan keindahan budaya Nusantara dan harus dilestarikan. Di dusun ini memang sudah ada sanggar kesenian yang didirikan oleh warga Srimelati sendiri dimana pendirinya sudah mendapatkan diploma sebagai guru tari. Jadi, anak-anak dusun ini tak perlu pergi jauh untuk belajar menari. 

        Di pondok pesantren, hari-hari Fatih untuk belajar dari kitab yang diperoleh dari gurunya kemudian menghafal ayat-ayat suci al Qur’an yang akan disetor kepada kyai (guru) yang lumayan galak. Kalau tidak bisa mencapai target hafalannya, maka akan dihukum, seperti mencabut rumput di kebun belakang pondok atau membersihkan kamar mandi santri dan mengepel ruangan belajar. Namun, ada yang dapat menghibur hatinya yaitu ibu yang masak di pondok ini. Fatih biasa memanggilnya Mak Asih

        Mak Asih adalah seorang perempuan yang tidak mempunyai anak. Suaminya sudah meninggal setahun yang lalu sehingga ia menganggap Fatih seperti anaknya sendiri. Fatih pun demikian. Diajarkannya Mak Asih membuat burgo. Apabila ia rindu akan ibunya, disuruhnya Mak Asih membuat burgo. Sekali waktu, Mak Asih membuat burgo untuk makanan sore para santri termasuk kyai. Ternyata, walaupun makanan ini berasal dari Sumatera, cocok juga dimakan di pondok. Oleh kyai dijadwalkan untuk dibuat sebulan sekali dalam menu makanan di pondok. Bukan main senangnya Fatih, secara tidak langsung ibunya memberikan kontribusi pada pondok ini. 

        Semester akhir, Fatih harus lebih giat lagi belajar karena ada lima orang siswa terbaik yang akan dikirim ke Switzerland dengan beasiswa dari pondok. semangat yang tertanam di jiwanya untuk meneruskan cita-cita leluhurnya membuat dia serius dalam menghadapi kompetisi ini. 

     

    Bab III : Hijrah. 

        Seperti biasa, Mukhlis senantiasa berdakwah dan memimpin pengajian di rumah ibunya, namun ia berencana ingin hijrah ke Madinah untuk berguru dengan Syekh disana. Kalau Mukhlis nantinya ke Madinah, Solihin akan mengikutinya karena hatinya telah begitu terpaut dengan Mukhlis. Solihin sangat kagum dengan sahabatnya itu. Ia juga ingin berdakwah seperti Mukhlis. Sampai saat ini dia belum menikah sebab hatinya hanya fokus pada pendekatan dirinya kepada Allah swt semata. Untuk itu, Mukhlis dan Solihin belajar bahasa Arab dulu di Palembang dan mencari tahu tentang kebudayaan orang di sana. Maklum, mereka masih buta sama sekali dan belum pernah bermukim di luar negeri. Setelah enam bulan mereka belajar bahasa Arab, berangkatlah keduanya ke Madinah. Sesampainya disana, mereka ditempatkan di asrama sekolah khusus untuk calon pendakwah. 

       Mulailah Mukhlis dan Solihin belajar mengenai cara-cara berdakwah di negeri Arab tersebut. Pertama kali mereka harus menyesuaikan diri dengan iklim di sana kemudian selera makan yang tidak sama dengan di negeri sendiri. Adaptasi ini membutuhkan waktu yang panjang juga. Tapi, tekadnya sudah bulat pantang menyerah demi cita-cita mengalahkan segala kelelahan, kekurangan dll, jangan sampai do’a dan air mata ibu kita sia sia ujar Mukhlis pada Solihin, kita harus berhasil, kita harus bisa imbuhnya. 

        Selama belajar di negeri orang, Mukhlis dan Solihin tidak pernah pulang kampung. Mereka giat memperdalam ilmunya, dari pagi pukul 03.00 mereka sudah bangun, sholat selesai sholat berdzikir, tawajjuh sampai subuh. Setelah sholat subuh, masih di atas sajadah hingga terbit matahari. Di siang hari mereka belajar sampai sore hingga setelah sholat isya baru mereka tidur. 

        Di dalam tidurnya, Mukhlis didatangi kakeknya yang berterima kasih karena telah mengikuti jejaknya.

    “Tawajjuh itu mendekatkan dirimu kepada Allah, istiqamahlah melaksanakannya. Mukhlis, sesungguhnya kita ini terhijab dengan Allah kalau kita tidak mengetahui ilmu-Nya, tentang syariat harus dipenuhi semua seperti, shalat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu. Namun, dibalik itu kita harus belajar tarekat, hakikat dan makrifat. Hal ini tidaklah mudah karena berdasarkan rasa yang ada di dalam hati. Untuk mencapainya dibutuhkan waktu yang panjang, walaupun ada juga orang yang diberi ilmu laduni oleh Allah swt secara langsung.” ucap kakeknya dalam mimpi. 

        Pertama, kita harus meninggalkan cinta dunia dulu, seperti harta benda, anak, istri, dan sejenisnya. Kemudian, membersihkan hati dari segala penyakit penyakitnya. Penyakit yang pertama adalah kafir, munafik, fasik, bid’ah. Langkah pertama yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin menyucikan hati dari kekafiran. Allah dan Rasul menyatakan bahwa perbuatan itu melanggar syari’at dan menggugurkan kalimat syahadat. Setelah itu, mensucikan hati dari kemunafikan (lain antara ucapan dan perbuatan) contoh berbohong, khianat dan melanggar janji. Selanjutnya, menyucikan hati dari perbuatan fasik dengan cara meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah dan mematuhi perintah-Nya, baik secara lahir maupun batin. Kemudian membersihkan hati dari perbuatan bid’ah, contoh melepaskan diri dari keyakinan kelompok yang sesat yakni kelompok yang bertentangan dengan keyakinan Ahlussunnah wal jama’ah, juga melepaskan diri dari perbuatan yang tidak didasari oleh al Qur’an dan sunnah. 

        Penyakit kedua, syirik dan riya’, menyembah sesuatu yang tidak pantas disembah, misalnya menuhankan batu, gunung, pohon, manusia atau suatu kelompok. Bagi orang yang telah tertanam ketauhidannya maka akan terhindar dari perbuatan ini, akan tetapi tidak mustahil disusupi dengan syirik kecil yang disebut riya’. Cinta kedudukan dan jabatan termasuk penyakit hati.

    Penyakit berikutnya adalah dengki (hasad), mengharapkan hilangnya kenikmatan bagi orang lain. Penyakit dengki ini dapat menghancurkan keharmonisan kehidupan manusia. Rasulullah saw bersabda, “telah menjalar penyakit umat sebelum kalian yaitu dengki dan permusuhan, penyakit itu telah menghancurkan agama, dengki ditimbulkan dari kebencian, kebencian timbul dari kemarahan.” 

        Penyakit berikutnya ialah ujub (membanggakan diri). Rasulullah saw bersabda, “apabila kamu berjumpa dengan seorang yang memperturutkan sifat pelit, mengumbar hawa nafsu, mengutamakan dunia dan selalu membanggakan pendapatnya sendiri, maka selamatkanlah dirimu, apabila kita terjangkit penyakit ini maka akan sulit bergaul atau bekerja sama dengan orang lain.” 

        Penyakit lainnya adalah sombong atau melecehkan orang lain dan menolak kebenaran, contohnya menyombongkan ilmu, amal, ibadah, kecantikan, harta, kekuatan, banyaknya pengikut, pendukung, murid, anak dan keluarga. Sifat pelit termasuk penyakit hati juga karena akan menghalangi terciptanya persaudaraan kehidupan masyarakat yang kondusif, hilangnya sifat tolong menolong, menyebabkan seseorang dikucilkan, menghilangkan keharmonisan di antara saudara dengan saudara, tetangga dengan tetangga, kerabat dengan kerabat. Bila setiap orang hilang kebaikan (pelit) siapa lagi yang memiliki kepekaan sosial untuk membantu sesama yang sedang membutuhkan uluran tangan kita? Siapakah yang mau berkorban untuk umat? Pada akhirnya, siapa yang akan membangun negara yang makmur dan sejahtera? Akan tetapi, bila semua orang dapat mengalahkan sifat ini maka akan terjadi kehidupan masyarakat yang makmur, bahagia akan banyak kebaikan yang mereka rasakan. 

        Demikianlah al Qur’an dan hadist sangat menganjurkan setiap orang yang ingin mensucikan hatinya untuk suka bersedekah dan membantu orang lain. Allah berfirman “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya” (al lail : 92 : 18)Dan janganlah orang orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang orang yang berhijrah kepada jalan Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah maha pengampun dan maha penyayang” (an-nur 24 : 22).

        Penyakit hati berikutnya adalah tertipu dengan angan kosong yakni hidup dengan khayalan mereka, malas bekerja, malas berusaha, dan selalu berharap akan keajaiban yang mendatangkan nikmat yang banyak. Mereka menaati syariat, tapi tidak mengerti maknanya apalagi mengamalkannya secara benar. 

    Lalu, penyakit hati lainnya yaitu marah yang zalim. Marah yang batil inilah yang tidak dibenarkan. Kemarahan yang bukan pada tempatnya tidak dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Kepemimpinan tidak dapat dipegang oleh orang yang emosional. Suri tauladan yang paling baik dalam masalah amarah adalah Rasulullah. Beliau tidak pernah marah. Walaupun ada yang menyakiti, beliau tetap bersikap lemah lembut. Sifat seperti ini amat jarang dimiliki oleh manusia biasa. Setiap kita mempunyai kesabaran yang terbatas, Rasulullah marah ketika melihat umat beliau melanggar larangan Allah selain itu beliau tidak pernah marah, Marah yang seperti inilah yang diperintah Allah swt kepada manusia dalam mencegah kemungkaran. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw “Wahai Rasulullah perintah aku satu pekerjaan hingga aku dapat sedikit mengerjakannya “”jangan marah “ lalu orang itu bertanya kembali dan beliau menjawab “jangan marah “.

        Penyakit hati lainnya adalah cinta dunia, perasaan tentram terhadapnya hingga melupakan akhirat dan melakukan perbuatan yang dapat membawanya ke neraka, bagi mereka yang sangat mencintai dunia bagaimana caranya melampiaskan syahwat dan mencari kenikmatan, memburu wanita, mabuk mabuk-mabukan, melakukan bisnis dengan cara yang haram, mengumpulkan perhiasan, haus jabatan dll, kalau semua orang mencintai dunia tidak ada tujuan lain kecuali dunia, tidak dapat menegakkan kebenaran, keadilan, tidak ada perhatian kepada ibadah atau perbuatan yang mulia. 

        Allah telah menjelaskan dalam al Qur’an, tidak semua kehidupan dunia diharamkan karena banyak sekali perkara keduniawian yang dapat menopang ibadah kepada Allah dan membawa kepada kehidupan yang bahagia di dunia. Walaupun begitu pengendalian diri sangatlah diperlukan dalam menghadapi kehidupan dunia yaitu dengan aturan aturan syariat, tabiat manusia cenderung kepada dunia dan bagiannya. Allah berfirman, “Tetapi kamu memiliki kehidupan duniawi sedang kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.” Di sini Allah lebih menghendaki kita untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat, selain itu kehidupan duniawi harus dilakukan penuh kehati hatian, karena dunia penuh dengan tipuan yang bersifat fatamorgana.

        Penyakit hati berikutnya, mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu pada dasarnya adalah kecenderungan jiwa yang salah, sebagaimana firman Allah “Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka pasti binasalah langit dan bumi ini.” Al-mu’minun (23:71). Di kalangan sufi dikenal satu perkataan “musuhmu yang paling berbahaya adalah nafsu yang ada dalam dirimu.”

        Dan, banyak lagi penyakit-penyakit hati lainnya untuk lengkapnya seperti yang dikatakan oleh Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin yang ditulis oleh ulama Said Hawa dalam kajian lengkap penyucian jiwa (Tazkiyatun nafs), banyak cara untuk menyembuhkan penyakit hati ini diantaranya dzikir (mengingat Allah), istighfar, tauhid, berguru dengan murid yang kamil, qona’ah, mudah cukup, mengingat mati, bergaul dengan orang orang sholeh, berpegang pada al Qur’an dan hadist, berdo’a agar ditetapkan iman, islam dan memperbaiki akhlak, bertaubat, serta mohon ampunan. 

     

     

    Kreator : Dewi Yusnani

    Bagikan ke

    Comment Closed: Dari Sri melati kemancanegara bab 1

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021